27

2.3K 194 11
                                    

Naka menyaksikan segalanya. Setelah membantu Nevda membersihkan lantai Naka mengajak Nevda masuk kedalam kamar.

"Kak gua udah selesai masak kok, kalau lo mau sarapan langsung ke bawah aja. Atau mau gua ambilin?" Senyum itu, senyum palsu yang tampak begitu menyakitkan dimata Naka.

"Nev, yang tadi-"

"Sup nya masih ada kok! di dapur masih ada untuk mas Theo, kalau lo mau juga masih cukup lah." bukan itu yang ingin Naka bahas.

Naka memperhatikan pipi Nevda yang memerah, tamparan Theora terdengar sangat keras, efeknya juga terlihat jelas. Telapak tangan Theora tanpa ragu menampar pipi Nevda sekuat tenaga, namun anak itu sama sekali tidak mengeluh.

"Pipi lo, gua kompres, ya." bukan pertanyaan, Naka hanya melontarkan pernyataan namun Nevda memberinya gelengan.

Brak!

Naka berdiri ketika Theora datang dengan membuka pintu secara kasar.

"Kenapa tadi lo numpahin sup ke tangan oma?! lo sengaja mau balas dendam sama oma?! gak gitu caranya Nev! gimanapun juga beliau itu oma lo, hormati yang lebih tua Nev, gua ga pernah ngajarin lo untuk jadi ga sopan sama yang lebih tua!"

"Lo apa sih!" itu suara Naka, sangat keberatan ketika Nevda dibentak seperti ini.

"Lo diem aja, Ka! Sesekali Nevda itu harus dihukum biar ga kebiasaan. Gua kecewa sama lo Nev! Kalo lo kesel sama oma ga gini caranya Nev. Oma udah nyoba buat berubah demi lo, dia minta maaf sama lo kenapa lo malah numpahin sup ke tangan oma?!"

berubah? minta maaf, ya?

"lo ga berperikemanusiaan Nev. Lo bukan Nevda yang gua kenal. Sini ikut gua, lo harus dihukum!" Theora menarik Nevda memasuki kamar mandi. "jangan berharap dimanusiakan kalau lo ga bisa memanusiakan orang lain, inget itu!"

Blam!

Theora mengunci kamar mandi tersebut. Mengambil kunci tersebut dan menggenggamnya erat.

"Lo gila ya? buka pintu nya sekarang!" setelah beberapa saat mematung, kini Naka mencoba menyelamatkan Nevda.

"Gak, dia harus dihukum!"

"Apaan sih? lo ga jelas tau ga?! Tanpa tau kebenarannya lo main hukum Nevda gitu aja! punya otak ga sih lo? sadar Theo sadar, yang lo kunciin didalem itu adek yang lo sayang setengah mati! buka sekarang!"

"Kalau lo sampe berani buka pintu ini tanpa seizin gua, gua ga akan segan hukum dia lebih dari ini, jadi pertimbangkan segala tindakan lo." Theora keluar dari kamar membuat Naka menggeram kesal.

"Sinting lo! lo pikir gua peduli sama ancaman lo?!" teriak Naka.

"Nev? lo gapapa di dalem? ada kunci cadangan ga? sebentar gua cari dulu, lo jangan takut gua pasti ngeluarin lo dari sana." Naka mulai membuka satu persatu laci, mengacak-acak semua yang ada di kamar tersebut.

"Nev lo tau dimana kunci cadangannya? pasti ada 'kan?" Naka berdiri tepat didepan pintu kamar mandi. "Nev?" panggil Naka.

"Nevda lo gapapa kan di dalem?!" Naka mulai panik karena Nevda tak kunjung menjawab.

"Nevda!" Naka menggedor pintu tersebut.

"Gua gapapa kak" Naka diam, ruangan tersebut menjadi hening.

"Kak? lo masih disini kan?" tanya Nevda karena hening begitu mendominasi. "Kak, lo sarapan dulu aja. Gua minta tolong ingetin ke Mas Theo suruh makan sama minum obatnya ya?"

"Kak?"

Tak ada jawaban, Nevda mundur beberapa langkah dan berjongkok, ia akan berdiam diri disini menerima hukuman yang Theora berikan. Ia akan menurut.

"Dimana kunci cadangannya?" tanya Naka lirih namun Nevda masih sanggup mendengarnya.

"Kak, gua gapapa disini aja biar mas Theo yang buka pintunya nanti. Lo sarapan aja dulu, gua pikir udah pergi taunya masih disini." Naka mendengar Nevda terkekeh didalam sana, terdengar begitu menyakitkan.

"Lo ga salah, jadi kenapa lo haris dihukum?! ayolah Nev, gua pasti bakal ngeluarin lo dari dalem sana, tunggu sebentar."

"Engga kak! stop." Naka benar-benar berhenti bergerak, menatap pintu dengan nyalang. "gua gapapa kak serius, biarin aja begini. Biar mas Theo yang buka."

"Gua saksi kalau lo mau tau. Gua liat kejadiannya, ga ada yang gua lewatin dan lo ga salah, oma yang melebih-lebihkan ucapannya. Hukuman lo ga beralasan, lo ga pantes nerima hukuman ini, lo ga salah."

"Orang yang ga salah bakal tetep salah dimata orang yang ga percaya sama kita, kak."

"Tapi seharusnya lo bela diri Nev, kalau lo ga salah jangan mau dipandang salah. Kalau bukan diri sendiri, siapa yang bakal peduli sama lo? siapa yang bakal nyelamatin lo dari fitnah-fitnah kayak gini kalau lo nerima semua kebohongan mereka."

"Gua ga suka liat lo begini, Nev!"

Hening kembali, Naka memutuskan bersandar pada pintu kamar mandi dan memejamkan mata, menghalau kobaran api di dadanya yang kian membara, ia tidak dapat menerima hal-hal tak adil seperti ini.

"Kita gaperlu berusaha untuk ngebela diri kak, kebohongan akan selalu kebongkar dan kebenaran yang akan selalu menang, tuhan adil kok kak, kita cuma perlu nikmatin prosesnya."

"jangan khawatir kak, gua baik-baik aja."

bohong, gua tau lo ga baik-baik aja, Nev.

gua tau lo butuh pertolongan.

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang