21

2.2K 156 2
                                    

Dua hari berlalu sejak Nevda dan Theora menginap di rumah om tante nya, Dua hari pula Theora melewati masa-masa dimana ia harus mematikan ponselnya agar tidak ada satu pun orang-orang dirumahnya yang menghubunginya.

Hari ini Theora sedang pergi bersama Dellana, dan di rumah yang lumayan asing untuk Nevda tentu saja Nevda merasa sedikit tidak nyaman, apalagi ucapan Ratna selalu tepat menggores hatinya.

Sama seperti yang lain, Ratna terlihat lebih menyayangi Theora dari pada dirinya, namun Nevda tidak begitu mempedulikan karena memang seperti itu seharusnya.

Seperti saat ini, Nevda harus siap mendengar ucapan pedas tante nya, menikmati kata demi kata yang keluar tanpa rangkaian penuh hati-hati, menciptakan retak dan semakin rusak pada hati Nevda.

"Yang bener dong Nevda, aduh udah sini tante aja. Kamu mah ga becus cuma ganti perban doang, ngilu tante ngeliatnya."

Namun yang menjadi perbedaannya adalah Ratna selalu mempedulikannya walaupun setiap kalimat yang keluar hanya menyuguhkan luka.

"ini tangan kamu juga kenapa ikut di perban sih?" Setelah selesai dengan kaki Nevda, kini tangan Ratna sibuk membuka perban pada tangan Nevda kemudian meringis melihat tangan Nevda yang melepuh.

"Kenapa bisa kaya gini sih?? ini pasti perih banget, lepuhannya ga kamu pecahin sendiri kan? ini ga boleh di pecahin sendiri, apalagi kalau tangan mu ga bersih, aduh Nevda, kamu udah ke dokter kan? dikasih salep pasti, sini biar tante oles salep."

"Ada ribut-ribut apa sih?" Hendra datang bersama Naka, kemudian duduk di dekat Nevda yang tengah mengulurkan tangan dengan Ratna yang sedang mengolesi salep.

"Lohh kok bisa begini tangannya?" tanya Hendra kaget, karena kemarin tidak memperhatikan tangan Nevda.

"Kata Theo sih di siram oma Hira. pake apa Nev? kuah soto yang masih panas ya?" tanya Naka dengan mata yang fokus memperhatikan gerakan tangan Rana yang lihai memakaikan salep pada luka Nevda.

"Nev, bukan nya bermaksud terlalu ikut campur atau apa. Om cuma memberi penawaran, kamu mau ga tinggal sama kami aja disini? kalau kamu terus-terusan tinggal di rumah kamu yang ada makin sering disakitin, kamu tau sendiri oma kamu gak suka sama kamu."

"Ya ga bisa dong sayang, mau gimana pun juga disana tempat tinggal Nevda, dia ga bisa tinggal disini, aku ga setuju." itu suara Ratna yang siap adu argumen bersama Hendra.

"Apa salah nya? lagi pula Nevda itu keluarga kita juga, Naka aja setuju Nevda tinggal disini, kamu kenapa sih?" tanya Hendra.

"Udah lah, intinya aku ga setuju, aku tahu kamu ngomong kaya gini karena adik kamu yang nyuruh kamu untuk nampung Nevda disini kan? dia juga minta ke aku begitu. Kalau masih nginep sehari dua hari aku masih gapapa, tapi kalau untuk ngizinin dia tinggal sama kita aku engga bisa."

"Bisa ga sih kalau ribut jangan di depan yang bersangkutan?" Naka menatap Ratna dan Hendra bergantian, "mama kenapa sih segitunya sama Nevda, aku nganggep Nevda itu udah kayak adik aku sendiri, aku ga suka mama ngomong kayak gitu." ucap Naka tegas.

"Bu-bukan gitu Ka, maksud mama tuh gini, untuk apa Nevda tinggal disini kalau dia masih punya keluarga lengkap, kita ga berhak memisahkan Nevda dari orang tua nya, kamu paham kan?"

"Udah lah, ayo Nev ke kamar kakak aja." Walaupun sempat terkejut, perlahan-lahan Nevda mulai menampilkan senyum manisnya kepada Hendra dan Ratna.

"Sebentar kak. Tante, om makasih karena udah peduli sama aku, rasanya seneng banget bisa dipeduliin banyak orang. Tapi om, bener kata tante, ga seharusnya aku tinggal sama kalian karena aku masih punya keluarga yang lengkap."

"Tapi kamu selalu disakitin disana."

"Om, aku gapapa kok. Om ga harus turuti permintaan ayah sama bunda kalau memang mereka yang minta om untuk nerima aku disini. Aku bisa jamin 100% kalau aku ga akan bertahan lama."

"Maksud kamu?" tanya Hendra.

"Denger-denger sih katanya dia yang akan donorin ginjal untuk Theo, tapi tunggu Theo setuju dulu. Makanya pas Andrian sama Mova nyuruh aku untuk nampung dia disini aku gak mau, kita gak tahu sampai kapan dia punya waktu untuk  terus ada di deket keluarganya, aku gak mau jadi pemisah mereka." Jawab Ratna tanpa mempedulikan Naka yang ikut mendengar.

"hahh?" Hendra dan Naka membulatkan mata kemudian menatap Ratna serius.

"Kalian tanya aja sama Nevda kalau ga percaya sama aku." Ratna menutup kotak P3K dengan santai.

Hendra dan Naka langsung menatap Nevda, kemudian Naka mengubah ekspresi terkejutnya karena Nevda tampak tak nyaman dengan reaksi mereka.

"Nev?" Hendra menatap menuntut jawaban, berbeda dengan Naka yang langsung memeluk tubuh mungil Nevda tanpa meminta penjelasan.

Nevda membiarkan Naka memeluknya erat, Naka sangat mengerti apa yang ia butuhkan.

"Kita disini bantu cari pendonor kok, jadi kamu ga perlu donorin punya mu." Hendra maju dua langkah untuk lebih dekat dengan Nevda.

"Kalau kamu pikir ga ada yang peduli sama kamu, itu salah, kami semua peduli dan sayang banget sama kamu. Jadi jangan pergi." Hendra mengelus punggung Nevda lembut.

"Om.. makasih, tapi aku udah janji untuk jadi pendonor."

"Tapi Nev-"

"Pa, stop. Jangan bikin Nevda ga nyaman. Maaf, tapi bisa kan mama sama papa keluar dulu?"

Setelah mengucapkan itu, Ratna keluar dari kamar tanpa sepatah katapun, begitu pula dengan Hendra.

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang