34

1.8K 118 0
                                    

Mereka benar-benar pergi ke pantai dengan Nevda yang terpaksa ikut. Disepanjang perjalanan Nevda hanya diam dan ketika sampai pun Nevda tidak berbicara apapun.

Telinganya hanya terus mendengar bagaimana keluarganya bercengkrama. Pandangannya lurus kedepan, melihat Naka, Theora dan Wisnu yang terlihat begitu bahagia dengan tawa yang terdengar indah.

Punggungnya ditepuk oleh Hendra. Tentu saja Nevda terkejut. "Eh, om. Nyari kak Naka sama mas Nunu? itu disana, om." Tangan Nevda terulur dan menunjuk dimana kedua anak Hendra berada.

"Kamu gak ikut renang? ngapain disini sendirian, melamun doang." Kepalanya dielus lembut.

"Oh iya, om udah makan?" tanya Nevda mengganti topik.

"Udah tadi bareng mereka, kamu yang belum makan." Nevda terkekeh kemudian mengangguk mengaku.

"Besok kamu menginap di rumah om ya? sampai mas Nunu pergi lagi. Pasti mas Nunu seneng banget kalau ada kamu." Senyum Nevda terbit dengan tulus.

"Gimana kalau mas Nunu yang nginep dirumah aku, om? sama om dan tante juga. Mau ya?" tawar Nevda.

"Kamu gak capek ada dirumah itu?"

"Aku sayang sama mereka, om. Ga peduli secapek apa aku disana, aku cuma mau nikmatin masa-masa ini, karena ga akan ada yang tahu sampai kapan aku bisa ngerasain moment ini."

"Perjalanan kamu masih panjang, jangan ngomong seakan-akan waktu mu ga banyak lagi." Hendra mengelus surai hitam milih Nevda.

Perasaan Hendra tak tenang sejak melihat Nevda ikut berkumpul dirumah tadi, Hendra seperti melihat Nevda yang lain, Nevda yang jauh lebih kosong dari sebelum ini. Nevda seperti tak memiliki kehidupan, ia begitu tenang dan diam.

"NEVDA!" Wisnu berlari kecil mendekatinya lalu menarik remaja itu untuk ikut bermain bersama Naka dan Theora.

Namun kedatangan Nevda malah melunturkan senyum Theora, "Aku mau ke bunda dulu ya." Theora pergi ketika Nevda datang dan Wisnu tidak sebodoh itu untuk tak menyadari perubahan drastis itu.

"Sini Nev main ombak, lo curang banget belum basah sama sekali!" Naka menarik Nevda kemudian membuatnya basah.

"Kak! gamau." Nevda menutup wajahnya menggunakan tangan ketika Naka menyiramnya hingga basah.

"Mas, liat kak Naka! aku basah!" Nevda bersembunyi dibalik tubuh Wisnu, namun siapa sangka jika Wisnu malah ikut membuat tubuhnya basah.

Nevda berlari menjauh dan kakak beradik itu mengejarnya, akhirnya tawa Nevda terdengar. Senyum Wisnu terukir dengan binar bahagia kemudian semakin gencar menjahili Nevda.

"ahh.."

Wisnu dan Naka mendekat dengan cepat ketika Nevda terjatuh.

"Kamu gapapa?" tanya Wisnu.

"Kakinya berdarah kak!" Naka menunjuk kaki Nevda yang mengeluarkan darah karena terkena batu.

"Maafin mas ya, ayo kita obatin dulu." Nevda dipapah oleh Wisnu dan Naka, kemudian duduk di samping Hendra.

"Nev!! Kenapa bisa berdarah sih?!" Theora yang sudah memperhatikan Nevda sedari tadi memilih mendekat karena rasa khawatir, dengan kapas digenggamannya Theora membersihkan darah dikaki Nevda.

"Sakit?" Luka itu ditiup-tiup oleh Theora, Nevda menatap Theora sayu.

"Lo bisa ga sih hati-hati, lari-larian kayak anak kecil gitu, luka kan jadinya. Gua gasuka ngeliat lo luka gini, bisa ga sih-"

Theora menatap Nevda yang juga menatapnya dengan sayu, lidah Theora kelu, tak ada lagi omelan yang keluar dari bibir indah itu. Theora menjauh ketika menyadari dirinya terlalu berlebihan.

"Nu, obatin dulu lukanya." Ujar Hendra ketika suasana hening.

****

Setelah kejadian dimana kaki Nevda terluka, tak banyak yang remaja itu lakukan, hanya duduk karena Wisnu melarangnya ikut bermain. Ketika sore tiba, mereka semua memutuskan untuk pulang dan kini setelah semua kembali pada kegiatan masing-masing, Wisnu memilih memanggil Nevda, Theora dan Naka untuk menemuinya dikamar.

"Apa yang kalian berdua sembunyiin dari kakak?" Theora dan Nevda sama-sama menatap Wisnu, keduanya menggeleng bersamaan.

"Beda, kalian kayak lagi gak akur. Kakak mau denger apa yang terjadi disini."

"Ga ada apa-apa."

"Baru kali ini kakak ngerasa bukan bagian dari kalian, gak dihargain. Kalian bikin kakak gatau apa-apa."

Theora menghela napas, mau tak mau harus angkat bicara, jika tidak pria dihadapannya ini akan marah besar dan semua akan sangat rumit.

"Aku lagi marah sama Nevda, ada sikap dia yang ga aku suka akhir-akhir ini. Cuma itu." Wisnu melihat Nevda yang tersenyum tipis ketika mendengar ujaran Theora.

"Sikap yang gimana?" tanya Wisnu.

"Dia gak sopan sama yang lebih tua bahkan dia sampe nyakitin fisik orang lain, dia keterlaluan."

"Dia gak nyakitin siapapun, jangan bicara seolah-olah Nevda orang jahat. Disini yang jahat itu lo, yang nyakitin fisik orang itu lo. Lo ga inget atau pura-pura ga inget waktu lo nampar Nevda?" Naka membela dengan wajah tak suka.

"Ka, dia numpahin sup ke tangan oma. Jadi salah gua dimana kalau gua nampar dia? itu hukuman."

"Hukuman? iya? lo mau kasih anak kecil ini hukuman seberat apa lagi? udah lo tampar, lo kurung dia di kamar mandi seharian, lo diemin dia kayak orang asing, lo keluarin kalimat-kalimat jahat lo yang pastinya ngebuat Nevda sakit hati, yang keterlaluan itu lo, gila."

"Gak akan sebanding sama dia yang udah nyoba ngebunuh oma! lo gatau apa aja yang udah dia lakuin, oma cerita semuanya ke gua sambil nangis-nangis, Ka. Nevda pengen oma lenyap, dimana letak kesalahan gua? gua cuma kasih dia sedikit hukuman biar apa? biar dia jera."

"Gua ga habis pikir, lo sebodoh itu. Lo yang hidup bertahun-tahun sama dia, lo yang tahu gimana oma nyiksa Nevda dan mau ngebunuh Nevda, lo inget pas oma ngelukain leher Nevda? itu percobaan pembunuhan, Theo buktinya masih ada sampe sekarang, liat leher anak itu, liat! lo lebih percaya cerita karangan daripada semua kejadian yang lo saksiin secara langsung bertahun-tahun, ya tuhan! lo tolol!"

Naka menarik Nevda sedikit kasar agar berdiri dihadapan Theora. "liat, muka sepolos ini menurut lo bisa ngerencanain sesuatu untuk ngebunuh orang, apalagi oma nya sendiri. Lo yang selama ini hidup sama dia, gimana bisa lo percaya fitnahan receh kayak gitu?"

"Dia udah berubah, Ka. Dia bukan Nevda yang gua kenal, dia bukan adek gua yang lugu, sekarang dia cuma penjahat." Nevda menatap Theora dalam, menemukan kebencian dari bagaimana Theora menatapnya.

"Apa yang lo rencanain kali ini? lo mau ngehancurin hubungan gua sama kak Nunu? lo mau kak Nunu benci sama gua kan? lo udah ngerencanain semua ini, lo mau Naka dan kak Nunu mojokin gua."

"Lo apaan sih?!" Naka geram karena tuduhan tak beralasan Theora.

"Gua nyesel ngelindungin lo selama ini, gua nyesel ngebela lo selama ini, gua nyesel sayang sama lo selama ini!" Theora menunjuk-nunjuk Nevda dengan emosi.

"Itu hak lo, mas."

PLAK

"THEO!" Wisnu dan Naka terkejut tentu saja. Wisnu membawa Nevda mundur beberapa langkah.

"Nampar lo juga hak gua, Nev." ujar Theora.

"Lo ga punya hak nampar Nevda, brengsek!" Wisnu mencekal lengan adiknya yang siap memukul Theora.

"Ayo ikut mas Nev, Naka kamu juga ikut kakak."

"Kakak kecewa sama kamu, Theo."

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang