41

5.3K 273 87
                                    

"Kenapa lo masih ada disini?" Nevda mundur selangkah ketika pertanyaan itu terlontar untuknya. Benar, apa yang ia lakukan? padahal ia datang hanya untuk melihat keadaan kakaknya, namun semua ini adalah kesalahannya, mengapa ia bisa berada disini setelah janji dan salam perpisahan yang beberapa hari lalu ia ucapkan.

"Dari awal gua udah curiga, pasti lo udah ngerencanain sesuatu buat hancurin keluarga ini. Dan bener aja, gua kehilangan oma karena lo! Kenapa lo bunuh oma Nev? kasih tahu gua kenapa lo bisa jadi manusia ga punya hati kayak gini?" Nevda menatap kakaknya yang meneteskan air mata, pemuda dihadapannya begitu pucat ditambah air matanya yang turun lumayan deras, sangat menyakitkan untuk Nevda lihat.

"Gua nyesel Nev punya adek kayak lo, bunda sama ayah juga pasti nyesel punya anak kayak lo. Takdir apa yang tuhan kasih ke gua Nev? sampe gua harus dapet adek kayak lo? pembunuh kayak lo harusnya ada dipenjara Nev, atau... neraka?"

"Kasih tau gua Nev, apa yang lo lakuin ke oma?" hening, hingga sebuah tamparan mendarat sempurna disalah satu pipi Nevda.

"Jawab!" Nevda tersungkur ketika Theora memberinya satu pukulan kuat pada dada Nevda.

Nevda memegang dadanya sambil memejam, rasanya sakit namun tak sebanding dengan sakit dihatinya. Tak apa, ia butuh pelampiasan atas sakit dihatinya.

Pundaknya disentuh, pejamnya usai kemudian tubuhnya dibantu untuk bangkit. Itu Wisnu, menatap Theora dengan tajam.

"Kak-"

"Diam, kamu gak tahu apa yang lagi terjadi sama dia dan main pukul gitu aja. Tulang rusuknya patah akibat seseorang yang memukulnya dengan keji beberapa hari lalu. Sayang, dia gak mau ngasih tau siapa orangnya tapi saya curiga sama kamu."

"Saya bisa aja laporin semua yang kalian lakuin ke anak kecil ini. Beruntung buat kalian, dia maksa saya untuk gak bawa masalah ini ke pihak yang berwajib."

Semua bungkam, Nevda menatap Andrian dan Mova yang menatapnya tanpa percaya. Mungkin mereka merasa terkejut karena kehadirannya, mereka hanya tahu bahwa yang melakukan operasi itu adalah Nevda. Mereka benar-benar membeku ditempat.

"Asal kamu tahu ya, orang tua kamu hampir membunuh Nevda! Kamu ga tahu siapa yang waktu itu mau jadi pendonor kan? mereka sepakat untuk-"

"Nu!" dengan wajah panik, Andrian mendekat. "Ikut om sebentar."

Alis Wisnu menukik tajam, "Apa? takut rahasianya saya bongkar? saya gak ped-"

"Semua bisa dibicarakan baik-baik, om mau memperbaiki semuanya Nu, tolong jangan memperburuk keadaan."

"Saya memperburuk keadaan?" Wisnu tampak semakin emosi namun Andrian buru-buru menarik Wisnu agar menjauh dari Theora, Andrian hanya ingin tak ada lagi masalah yang hadir, tidak peduli jika saat ini Nevda masih hidup, Andrian hanya ingin menata kembali hidupnya.

"Jangan beritahu soal donor itu kepada Theo, saya mohon jangan ada masalah baru lagi. Saya gak mau masalahnya semakin panjang, saya mengakui kesalahan saya yang lalu, tapi semua sudah terjadi bukan? lagi pula, hari ini Nevda masih hidup, jadi apa yang mau kamu buktikan dengan memberitahu perihal pendonoran itu?"

"Nu, om mau mulai kehidupan baru, om mau menata rumah tangga om yang udah berantakan ini, tolong jangan rusak semuanya, kalau Theo tau soal Nevda yang hampir jadi pendonor, dia pasti marah besar ke om, mungkin dia ga akan percaya lagi sama om dan kecewa, om gamau itu terjadi."

"Mulai kehidupan baru? setelah om hampir merenggut nyawa Nevda? lalu sekarang, mau dikemanakan Nevda? mau kalian buang lagi? iya?" Wisnu menggeleng tak habis pikir, bahkan Wisnu tak melihat ada rasa bersalah dalam diri Andrian, benar-benar tidak punya hati.

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang