10

2.8K 197 8
                                    

"mas, pintu nya jangan dikunci!" Nevda mendengar teriakan Mova juga ketukan pintu yang terdengar tak beraturan. Andrian yang mendengar kegaduhan pun pergi meninggalkan Nevda sendirian di kamar itu.

"bun, Theo gapapa kan?" Nevda berdiri tak jauh dari mereka, mendengar nada khawatir Dellana membuatnya merasa sakit.

"gapapa sayang, kamu pulang dulu ya? kasihan kalau disini nungguin si Theo buka pintu, bunda juga ga enak kalo situasinya begini" Ucap Mova karena tidak ingin Dellana melihat hal-hal yang lebih buruk kedepannya.

Setelah Dellana menyetujui dengan berat hati, akhirnya Dellana pulang diantar dengan supir Mova, setelah itu Hira datang karena mendengar kegaduhan.

"ada apa ini?" Mova dan Andrian menoleh, "Theo ngunci diri didalem bu, aku takut dia kenapa-napa"

"Theo, ini oma nak, buka pintu nya sayang." tak ada sahutan, kemudian Nevda mendekat dengan punggung yang terasa sangat perih.

"mas, buka pintu nya gua mau masuk." Nevda tidak mencoba memperbesar suaranya, syukur-syukur bisa menahan ringisan dengan sempurna.

"kenapa lo mau masuk?! selama ini lo selalu ngebangun jarak diantara kita, terus kenapa sekarang lo mau ada dideket gua?!" teriak Theora dari balik pintu.

"mas kamu ngunci diri didalem karena kamu?" tanya Mova lirih, sedangkan Hira sudah kepalang emosi. Nevda membiarkan pipi nya kembali menjadi sasaran empuk Hira.

PLAK

"kenapa kamu selalu membuat masalah dikeluarga ini, kamu memang sebuah kesialan, Nevda. Saya harap kamu tiada" Andrian dan Mova membeku mendengar ucapan Hira. Sepersekian detik pintu kamar terbuka menampilkan Theora yang tampak sangat marah.

"jangan ulangin kalimat itu, oma. jangan pernah" Theora menatap Nevda yang menunduk. "selama ini aku diam bukan berarti aku nerima perlakuan kalian ke Nevda. Dia adik aku, oma. Kalau kalian nyakitin dia, aku ikut ngerasain sakitnya. Setiap kali kalian memperlakukan dia kayak boneka, hati aku sakit."

"Sadar ataupun gak sadar, nyatanya selama ini yang bikin aku jauh dari adik kandung aku itu kalian, aku gak bisa ngobrol atau sekedar bercanda sama adik aku, aku gak bisa denger adik aku cerita tentang gimana hari-hari nya atau ada kesulitan apa yang dialami, kalian selalu membatasi ruangku, aku gak bisa gapai dia" Telunjuk Theora mengarah pada Nevda.

Lalu pergelangan tangan Nevda digenggam erat kemudian ditarik agar mendekati Theora, "untuk kali ini, aku mohon jangan ganggu aku." Theora menarik Nevda masuk ke dalam kamar lalu menguncinya.

Nevda membiarkan Theora menelisik wajahnya. Theora membuka laci dengan kasar lalu mengambil kotak P3K yang jarang sekali ia sentuh. Tangan nya menarik tangan Nevda dan mereka duduk di sofa.

"maaf gua nampar lo, gua nyesel" Nevda memegang tangan Theora yang gemetar, lalu menggenggamnya erat. "lepas dulu, bibir lo berdarah itu ujungnya" ucap Theora lirih.

"lo marah banget ya?" tanya Nevda masih setia menatap tangan Theora yang gemetar, Theora mengangguk, "banget, gua marah banget." jawab Theora.

"Gapapa, marah itu manusiawi. Tapi kalau marahnya udah reda jangan lupa minta maaf ke bunda sama ayah ya? terutama ke oma deh." pinta Nevda.

"tadi gua dihukum karena ga sopan sama yang lebih tua, kalo lo ga sopan nanti di hukum juga loh." nada bicara Nevda yang seperti menakut-nakuti Theora sangat terdengar menggemaskan, namun sayang nya situasi ini tidak cocok untuk nada bicara seperti itu.

Theora melepas genggaman Nevda dengan kasar, lalu tangannya mulai sibuk dengan kapas yang ia ambil dari kotak P3K. "sakit? habis ini gue obatin luka di punggung lo, atau kita periksa ajalah ke rumah sakit, gua takut kenapa-kenapa."

"gue nyesel banget sumpah, ini pipi lo merah banget, mana ujung bibir nya sampe berdarah gini, gua mukulnya kuat banget emang?" tanya Theora frustasi.

"Tadi ayah juga sempet nampar? dan oma?" Nevda hanya menjawab dengan senyuman.

"coba liat punggungnya dulu" Nevda membelakangi sang kakak, lalu pekikan terdengar. "gua lemes banget dek" lirih Theora dengan air mata yang turun tanpa komandan.

Nevda berbalik badan menatap kakaknya, "istirahat dulu aja, lu lagian lagi sakit segala banyak gerak." Theora menggeleng, "gue lemes ngeliat punggung lo yang di cambuk ayah, dek kenapa lo ngebiarin ayah ngelakuin itu?" tanya Theora dengan air mata yang tak berhenti turun.

"mas? cengeng hih, udah-udah nanti dikira gua ngapa-ngapain lo lagi, jangan nangiss astaga nanti kalo oma liat bisa-bisa gua dicincang." ucap Nevda panik.

"ayo ke rumah sakit dulu, atau gue telfon dokter Daksa deh, itu dokter udah pulang apa masih disini sih?" dengan isak tangis Theora mencari ponselnya.

"udah pulang kaya nya bunda yang nyuruh, kak Della juga tadi pulang disuruh bunda. Gausah suruh dokter Daksa kesini, gua gapapa mas"

"Nev, gua benci setiap kali lo sakit lo cuma ngomong gapapa, sekali aja Nev gua mau lo jujur sama gua tentang apa yang lo rasain, ngeluh ke gua Nev, gua kakak lo, bukan orang asing."

Lagi, senyum yang mampu membohongi banyak orang terbit lagi. "mas, gua beneran gapapa. Ini ga ada apa-apa nya dibanding sama sakit yang lo rasain selama ini. Lo yang ngerasain sakit bertahun-tahun aja ga banyak ngeluh, masa gua yang cuma sakit ginian ngeluh mas? kalo lo bisa kuat sama rasa sakit yang lo rasain, gua juga bisa mas, karena gua Nevda, gua adik Theora yang kuat."

"Tapi-"

Nevda menghentikan ucapan Theora dengan memeluk remaja tersebut dengan erat, mata nya terpejam menahan sakit pada punggungnya karena Theora menyentuhnya.

"jangan khawatir tentang gua, gua selalu baik-baik aja. Lo cukup jaga diri lo, fokus sama pengobatan lo, udah mas cuma itu, bunda sama ayah lagi berusaha cari pendonor untuk lo, jadi selagi orang baik itu dicari, lo harus jaga diri lo sampai orang baik itu tiba. Cukup pikirin tentang kondisi lo mas."

"lo gabisa nyuruh begitu ke gua Nev, gua ga mungkin ga khawatir ke lo, apalagi kalau ngeliat orang lain bikin lo luka, bikin lo sakit." lirih Theora.

"yaudah, sekarang lo minta maaf dulu ke bunda, ayah sama oma. Lo udah ga sopan ke mereka, gua gamau lo masuk neraka jalur prestasi satu ini."

"gua sayang lo"

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang