Duduk disebelah Naka tanpa berniat mengangkat wajah. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Nevda kembali berada diposisi ini. Dimana ia harus berada diantara keluarganya, namun terasa seperti orang asing.
"Wisnu sengaja dateng lebih cepet, biar surprise." Samar-samar Nevda mendengar obrolan mereka, Nevda memejam dengan telinga yang berdengung.
"Kakak curang! padahal aku mau kasih kakak surprise, tapi kakak datengnya kecepetan." Hira dan Mova tertawa mendengar ucapan Theora.
"Mungkin nanti gantian saya yang akan kasih surprise untuk kalian." semua menatap Andrian, kecuali Nevda. Mereka tampak kebingungan.
"Okay, kita tunggu." ujar Wisnu dengan senyum.
Kemudian mereka kembali berbincang, kali ini tentang pekerjaan yang Wisnu jalankan dan Nevda kembali menjadi pihak yang terasingkan. Wisnu selalu menjadi pusat perhatian dan kehadiran Nevda tidak memiliki arti apapun disini.
Pejamnya Nevda ternyata mengusik seseorang, Naka menyentuh pundak Nevda pelan namun Nevda tidak menoleh sedikitpun.
Lihatlah, mereka mengabaikanmu..
Mereka tidak menginginkan kehadiranmu..
Bukan kah Wisnu terlalu sempurna?
Dan kau? kau hanya bisa menyusahkan..
Mereka bahagia tanpamu..
Pergilah Nevda...
Suara-suara itu kembali datang setelah beberapa bulan lalu menghilang. Nevda memang sering mendengar suara-suara aneh ketika ia dalam keadaan tidak baik.
Nevda mengepalkan tangannya erat, suara-suara itu terus saja mengulang kalimat menyakitkan. Rasanya terlalu berisik dan Nevda tidak tahan.
Tangan Nevda disentuh lembut, kemudian diusap. Nevda terkejut kemudian membuka mata, seketika suara tersebut juga menghilang. Nevda menatap Naka yang juga menatapnya khawatir.
Senyum Nevda terukir agar Naka berhenti mengkhawatirkannya. Namun yang selanjutnya Naka lakukan malah membuat semua orang menatap heran. "Kak, gua kedalem sebentar ya sama Nevda." Naka bangkit kemudian menarik Nevda untuk berdiri.
Awalnya Wisnu ingin menolak, namun ketika netranya menangkap wajah memerah Nevda, akhirnya Wisnu menyetujuinya. Naka membawa Nevda masuk kedalam kamar, kemudian menanyakan keadaannya.
"Lo gapapa?"
Seharusnya kamu tiada..
"Lo sakit? mau kerumah sakit?"
Akhiri saja hidupmu...
Naka menepuk pipi Nevda berulang kali hingga kesadaran Nevda sepenuhnya kembali. Senyum Nevda terukir lagi walaupun semakin hambar.
"Kenapa sih?" tanya Naka penasaran.
"Gapapa, kak. Gua agak capek deh pengen istirahat aja. Lo lanjut aja sana, pasti yang lain pada nungguin lo." Naka menggeleng, menggenggam tangan Nevda erat.
"Gua disini aja sama lo, perasaan gua ga enak."
Genggaman tangan mereka tak lepas, sejenak Nevda merasa dunia tak begitu buruk, ia memiliki seseorang yang bersedia menggenggam tangannya.
tok tok tok
ceklek...
"Kamu gapapa kan? kamu sakit?" Itu Andrian yang datang dengan wajah cemas.
"Ayah perhatiin, kamu kayak lagi ga enak badan. Kamu sakit? Naka, boleh tolong ambilkan minum untuk Nevda sebentar?" Naka mengangguk dan pergi, meninggalkan ayah dan anak tersebut.
"Kamu gapapa kan?"
Apakah ini sebuah mimpi? mengapa ayahnya tiba-tiba seperhatian ini? ia diperhatikan sejak tadi? apakah ayahnya sudah bisa membagi kasih sayang untuknya? apakah ia akan bahagia setelah ini?
"Kalau kamu sakit, mau ga mau kita harus undur jadwal operasinya. Takut berdampak buruk untuk kelangsungan operasi itu, saya takut terjadi sesuatu pada Theora."
Ahh, iya, Benar. Bodoh sekali, tidak seharusnya Nevda berharap terlalu tinggi pada pria paruh baya dihadapannya ini.
"Aku gapapa kok." Nevda sedikit menjauh, "oh iya, tadi aku ketemu sama dokter, katanya besok mas bisa operasi."
"Besok?" tanya Andrian merasa terkejut namun tak ayal senyumnya juga terukir tanpa diminta.
"Iya, besok jam 4 sore operasinya berlangsung, dokter nyuruh kita dateng siang."
Nevda membeku ketika tubuhnya didekap tanpa aba-aba. "makasih Nev, makasih banyak."
Sakit, hati Nevda sangat sakit mendengarnya. Satu air mata lolos, kemudian harus dihapus cepat ketika Naka datang dengan segelas air putih.
"Diminun, Nev." Nevda mengangguk dan meminum sedikit air yang Naka berikan. Kemudian Andrian pamit dengan wajah bahagianya, menyisakan Naka dan Nevda.
"Naka, Nevda."
Mereka berdua menoleh pada sumber suara. Itu suara Wisnu.
"Siap-siap, kita mau ke pantai sekarang." Naka berdiri karena terkejut.
"Dadakan banget? ga ada persiapan."
Wisnu tersenyum, "Iya tadi Theo usul ke pantai, dia mau hari ini juga. Jadi yaudah gapapa, siap-siap aja buruan."
Naka mengangguk paham, lagi pula mereka tak punya banyak waktu untuk menikmati kebersamaan ini karena kakaknya tidak akan berada disini lama, jadi tak ada salahnya pergi dan mengukir kisah bersama.
"Nev kenapa diem aja? sana siap-siap, kita buru-buru ini."
"Mas, Nevda ga ikut."
Wisnu diam, menatap Nevda dalam. Namun beberapa detik kemudian Wisnu tersenyum dan meraih tangan Nevda. "Mas ga terima penolakan. Naka cepet ya, mas tunggu di mobil."
Tangan Nevda ditarik lembut, "Mas." Nevda menghentikan langkah Wisnu.
"Kamu harus ikut, tanpa kamu keluarga kita ga akan bisa lengkap."
"Aku ga enak badan, mas pergi aja sama mereka, aku dirumah."
"Ayo ke rumah sakit, kita batalin aja mantai nya."
Nevda menggeleng lalu menunduk dalam, ia hanya akan menjadi perusak suasana disana, mungkin Theora akan kesal ketika ia ikut. Ia tak ingin menghancurkan suasana hati siapapun.
"Cukup ya? jangan paksa diri kamu untuk jaga jarak sama keluarga kamu sendiri." Nevda dipeluk, pelukan hangat yang mampu membuat Nevda merasa tenang.
Wisnu selalu mampu membawanya pada kenyamanan, rasanya sangat menenangkan berada didekapan pria dewasa itu.
"Mas bisa ngerasain kalo sekarang kamu lagi ga baik-baik aja, izinin mas untuk tau apa yang terjadi sama kamu."
"Sekarang kita senang-senang dulu, mas setuju dengan usulan Theo cuma karena mas mau ngajak kamu healing, biar kamu gak terlalu tertekan, gak mikirin masalah yang mungkin lagi kamu hadapi."
"Jangan maksain diri kamu terus ya Nev? kalau capek bilang."
"Mas sayang sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Nevda
Teen FictionNevda tidak akan mampu menjadi sempurna walaupun semua orang memaksanya. Nevda hanya akan menjadi Nevda, bukan sempurna.