38

2.2K 135 5
                                    

Tiga laki-laki dengan wajah panik berjalan dengan cepat mencoba men-sejajarkan laju brankar yang membawa tubuh lemah orang yang sangat mereka sayangi. Tubuh itu dibawa masuk ke Instalasi Gawat Darurat dengan beberapa petugas medis yang mencegah ketiga lelaki tersebut untuk masuk kedalam sana.

Sebuah kecelakaan terjadi ketika sebuah truk besar menabrak satu mobil yang melaju dengan kecepatan rata-rata. Sungguh disayangkan, keadaannya mengenaskan.

"Nu, jangan kabarin siapapun dulu." Pria paruh baya yang keadaannya sudah sangat kacau meminta seorang lelaki untuk tidak memberitahu kabar ini kepada keluarganya sendiri.

"Kakak, aku takut." Yang paling muda mulai menangis hingga mendapat dekapan dari seseorang yang tadi dia panggil kakak.

Cukup lama mereka menunggu lalu pelukan mereka terlepas ketika lelaki yang dipanggil kakak itu mengingat sesuatu, lelaki itu menatap sekeliling. Matanya membola, kemudian berlari meninggalkan tempat itu, diikuti oleh sang adik yang khawatir kemana kakaknya akan pergi.

"Kakak? Mau kemana?" teriaknya sambil berlari, namun yang lebih tua tak menjawab.

Hingga pijak mereka berhenti tepat di samping mobil yang tadi mereka kendarai, lelaki itu membuka pintu mobil dengan kasar.

Seorang remaja berada disana, dengan tubuh gemetar dan isak yang terdengar samar. Itu Nevda, remaja yang sejak beberapa saat lalu tak dianggap keberadaannya.

"Nev..."

Tak ada jawaban, akhirnya yang paling dewasa membuka topi yang bertengger dikepalanya, luka semalam akibat Theora yang membenturkan dahinya ke dinding terekspos begitu saja. Wisnu, lelaki itu terkejut dengan apa yang dia lihat, Naka juga tak kalah terkejut.

Dengan gerakan cepat, Wisnu membuka masker Nevda. Jadi alasan remaja itu memakai masker dan topi adalah untuk menutupi luka-luka di wajahnya?

Wisnu mendekap Nevda dengan lembut, mencoba menghantarkan hangat dan kenyamanan. "Shhh... gapapa, semua pasti baik-baik aja."

"Oma..."

Kelu, tak ada lagi yang berbicara. Dan benar, yang mereka bawa ke IGD tadi adalah Hira. Wanita berumur tersebut mengalami kecelakaan dan kondisinya sungguh mengkhawatirkan.

"Oma lagi ditangani dokter, ayo kita tunggu oma."

Nevda keluar dari dalam mobil dibantu oleh Naka dan Wisnu. "Mas, dia gemeter." Naka menghapus sisa air matanya dan menggenggam tangan Nevda.

"Jangan takut Nev, lo harus yakin oma ga akan kenapa-kenapa."

Nevda tak menanggapi Wisnu dan Naka selama mereka berjalan menuju tempat dimana sang oma ditangani. Sesampainya mereka disana, mereka melihat Andrian tengah menelepon seseorang.

Mereka mendekat, menatap Andrian yang jauh lebih kacau dari mereka.

"Oma kalian, meninggal dunia."

Semua membeku.

Tak ada yang percaya, terlebih lagi Naka. Pemuda itu menangis dengan keras, meminta Andrian menarik kata-katanya.

Peran Wisnu benar-benar dibutuhkan untuk menenangkan adiknya yang tak bisa menerima kenyataan, walaupun Naka tak menyukai sikap sang oma bukan berarti Naka tak menyayangi Hira.

Butuh waktu lama bagi Wisnu untuk dapat menenangkan Naka sampai netra nya menangkap tubuh Nevda berdiri tak jauh darinya dengan menatap kosong pintu IGD.

Tak ada lagi isak tangis, remaja tersebut seperti kehilangan jiwanya. Tangan kiri Wisnu menarik lembut Nevda agar masuk kedalam dekapannya bersama dengan Naka.

****

"Apapun yang terjadi, operasi itu akan tetap terlaksana hari ini." Nevda menatap lengannya yang digenggam kuat oleh Andrian. Ayahnya terlihat sangat emosional.

"Ayah tenang aja."

Waktu berlalu begitu cepat, semua sudah mengetahui kabar duka tentang Hira dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kematian Hira Andrian serahkan kepada adiknya, saat ini ia hanya perlu fokus untuk Theora, Andrian tak ingin kehilangan orang yang dia sayang lagi, Andrian ingin menyelamatkan anaknya.

"Bersikaplah seperti tak ada yang terjadi sebelum ini, kita tidak boleh membiarkan Theo tau kabar duka ini." Ya, hanya Theora yang tak mengetahui bahwa Hira telah tiada takut akan mempengaruhi kondisinya.

"Kita masuk kedalam." Andrian dan Nevda masuk kedalam ruang rawat Theora, pemuda itu sama sekali tak membahas tentang kejadian semalam.

"Satu jam lagi kamu akan melakukan pembedahan. Ayah udah dapat pendonornya."

"Siapa?" tanya Wisnu yang sedari tadi duduk disamping Naka.

"Dia minta dirahasiakan, ga ada yang boleh tahu."

Nevda menatap mereka satu persatu, walaupun begitu kaku namun mereka melayangkan senyum bahagia karena kabar gembira. Theora kesayangan semua orang akan sembuh, lalu Nevda? Nevda akan pergi ke tempat yang seharusnya, bersama sang oma.

"Nevda, ayo mas temenin kamu cari makan. Kamu belum makan dari pagi."

"nanti aja, mas. gampang."

Nevda tersenyum dengan mudah, membuat Wisnu menyadari bahwa Nevdanya memang sudah terlalu mahir menyembunyikan sedihnya. Wisnu tersenyum dan mengelus lengan Nevda lembut.

"Temenin gua cari angin bentar, Nev." Naka berdiri lalu menarik Nevda untuk ikut bangkit.

"Jangan lama-lama, Naka." Itu suara Andrian, Naka mengangguk saja dan buru-buru keluar dari sana.

"Mau kemana kak?" Naka menarik Nevda agar mengikutinya.

Ketika sudah jauh dari ruangan dimana Theora berada, Naka berhenti dan memeluk Nevda dengan erat dan menangis disana.

"Gua ga bisa nahan terlalu lama, gua gak bisa pura-pura ga terjadi apa-apa. Oma meninggal, ga ada yang baik-baik aja." Nevda mengelus punggung Naka.

"Lo udah banyak nangis, kak. Udah ya? disana oma pasti sedih liat lo nangis terus, lo harus kuat demi yang lain, kalo lo sedih om, tante sama mas nunu pasti ikutan sedih lagi."

"Oma, Nev..."

"Tuhan lebih sayang oma, kak."

Ketika pelukan terlepas, Nevda menerbitkan senyumnya untuk Naka. "Kalo lo sedih, oma juga disana sedih, kak. Ayo ikhlas, biar oma tenang disana."

Naka menatap Nevda yang masih bisa tersenyum untuknya. "Ayo gua anter lo kekamar mandi kak, lo cuci muka dulu biar agak seger terus kita ke kantin sebentar buat beli minum untuk lo."

"Lo harus nunjukin senyum lo sebelum mas Theo masuk ke ruang operasi, semangatin dia ya."

"Ga nyangka ya, kak? hari ini akhirnya mas dapet pendonor dan sebentar lagi mas Theo sembuh."

"Nev..."

"Pendonor itu... bukan lo 'kan?"

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang