"Loh, adek gua udah tidur?" bisik Theora, langit telah memasuki siklus gelap yang tampak begitu menenangkan. Theora baru saja pulang setelah seharian menghabiskan waktu bersama Dellana.
Walaupun Theora sangat menyayangi Nevda, namun Theora tidak bisa selalu bersama adiknya. Theora memiliki Dellana yang harus ia prioritaskan, maka setelah hari-hari dengan masalah yang berkepanjangan Theora memilih untuk bertemu dengan Dellana dan menceritakan segalanya.
Setelah seharian bersenang-senang kini ia harus kembali mengingat bahwa ia memiliki satu adik yang harus ia pedulikan.
"Iya, seharian ini murung banget. Ga tega gua ninggalin dia sendiri jadi gua temenin. Lo mandi dulu sana, habis dari luar."
Theora mengangguk kemudian memasuki kamar mandi, dan Naka kembali memandang wajah tenang Nevda dengan senyum miris, kurang lebihnya Naka paham bagaimana sulitnya kehidupan Nevda.
Kemudian suara ribut di bawah terdengar, Naka ingin melihat namun tidak tega untuk meninggalkan Nevda sendiri.
Suara langkah kaki terdengar, beriringan dengan Theora yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan baju santai milik Naka.
"Tante sama om ribut?" tanya Theora.
"Tentu saja kalian sengaja menyembunyikan Theo disini!" Suara yang sangat Theora kenal tiba-tiba terdengar bersamaan dengan pintu yang terbuka dengan kasar.
"Ibu sudah bilang kan? Theo ada disini." Itu suara Hira yang sedang berbicara kepada Mova.
"Theo bunda khawatir sama kamu, kenapa kamu ga pulang? kenapa hp nya ga bisa ditelepon?" Mova mendekat dan memeluk tubuh Theora.
Nevda terbangun karena keributan yang tercipta. Ketika sadar bahwa di hadapannya terdapat Mova dan Hira, Nevda buru-buru bangkit walaupun sempat hampir terjatuh karena kesadarannya belum sepenuhnya kembali.
"Bunda.." Lirih Nevda.
Mata Nevda memerah karena baru saja terbangun, suara serak khas bangun tidur juga menjadi bukti pelengkap bahwa Nevda selalu dihadiahi kejadian tak mengenakkan setiap mata nya terbuka.
"Lihat anak tidak tahu diri ini, kamu kan yang menghasut cucu saya agar tidak pulang ke rumah? mau sampai kapan kamu menghalangi kebahagiaan kami?" Hira mendekat, Nevda menunduk dalam.
PLAK
"Kamu selalu pantas mendapatkannya." ujar Hira setelah sukses mendaratkan satu tamparan ke pipi tirus Nevda.
Theora melepas pelukan sang ibu, lalu hendak mendekati Nevda namun Mova menahannya.
Hira mencengkram lengan Nevda, lalu menyeretnya ke dalam kamar mandi. Lagi-lagi, tanpa banyak basa basi Hira langsung menyiram tubuh mungil Nevda dengan air yang entah mengapa terasa sangat dingin malam ini.
"Oma!" teriak Theora dan Naka bersamaan. Theora menghentakan tangannya kuat sehingga genggaman tangan Mova terlepas, lalu memasuki kamar mandi diikuti oleh Naka.
Theora memeluk tubuh kedinginan Nevda, namun Nevda mundur perlahan. "Basah.." ujar Nevda sangat pelan.
Naka memberikan handuk kepada Nevda, kemudian Theora kembali menatap Hira dengan penuh emosi. "Aku ga tahu, aku masih bisa nganggep oma sebagai oma ku atau engga. Dulu oma ga begini, oma ga senekat ini untuk nyakitin fisik adek aku, oma tolong jangan begini... aku capek."
"Oma sadar ga? kalau semua yang oma lakuin ini malah bikin aku makin jauh sama oma?" Tanya Theora.
"Theo cucu oma, kamu tahu kan oma ngelakuin semua ini cuma untuk kebahagiaan kalian? oma mau anak pembawa sial itu pergi dari keluarga kita, agar kehidupan kita jauh dari kesialan." jawab Hira sembari mencoba menggapai tangan Theora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Nevda
Teen FictionNevda tidak akan mampu menjadi sempurna walaupun semua orang memaksanya. Nevda hanya akan menjadi Nevda, bukan sempurna.