01

6.6K 355 0
                                    

Tak peduli sederas apa hujan yang turun ke muka bumi, Nevda akan tetap maju tanpa takut sakit. Sedingin apapun cuaca hari ini, Nevda tidak akan menyerah untuk mencapai tempat yang ia sebut-sebut sebagai rumah untuk pulang.

Senyum Nevda tak luntur walaupun sedikit kesulitan bernapas, netra nya menatap bunda nya yang berdiri tepat di depan pintu dengan wajah khawatir bercampur marah.

Nevda turun dari motor dan tersenyum canggung, "kamu ngapain hujanan sih?" nyata nya bentakan Mova malah menghangatkan hati Nevda, Nevda yakin sang bunda marah karena mengkhawatirkan nya.

"Kalau obat sama makanan mas kamu kebasahan, gimana?" Nevda lupa, bahwa tak semudah itu mendapat perhatian dari bunda nya.

Senyum nya masih tak luntur, tangan nya yang sedikit gemetar karena kedinginan menyodorkan obat dan makanan yang selama perjalanan ia jaga dengan baik agar tidak sedikitpun terkena air hujan.

"Ganti baju dek" Nevda membiarkan Mova pergi meninggalkan nya, kemudian satu handuk datang dengan disambut wajah tenang Andrian, ayah nya.

"Iya, yah"

Kaki Nevda melangkah dengan mantap memasuki rumah yang selama belasan tahun menampung kehadiran nya disini.

PLAK

Tentu, langkah Nevda terhenti. Handuk yang ia letakan di kepala nya juga terjatuh begitu saja.

Andrian yang sudah melangkah menjauh menoleh kebelakang di mana ibu nya berdiri di hadapan Nevda dengan amarah yang menggebu-gebu.

"Kamu bisa lihat tidak?! karena ulahmu lantai nya jadi basah! tidak ada guna nya kamu bersekolah selama ini, kamu tidak punya pikiran!" Hira, wanita yang Nevda sebut sebagai 'oma' menatap dengan tajam.

"Ibu kenapa main tangan sama Nevda, kan ibu bisa suruh Nevda bersihin lantai nya nanti, kenapa ibu marah?" Andrian mendekat, lalu melirik Nevda sebentar.

"Kamu memang berbeda ya dengan Theora. Dia anak yang pandai, tidak seperti mu hanya menyusahkan keluarga" Hira menatap Nevda remeh, tanpa mempedulikan Andrian yang berusaha menghentikan semua perkataan nya.

Nevda mengambil handuk yang tadi terjatuh, lalu menunduk sopan. "maaf oma, kalau gitu Nevda bersihin lantai nya dulu"

Andrian melihat Nevda yang melangkah mundur, "masuk, biar ayah yang bersihin lantai nya. Kamu ganti baju dulu aja." ucap Andrian membuat Nevda menatap lugu.

"gausah yah biar Nevda aja. Sebentar"

Nevda masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang, ia mengambil string mop dan membersihkan genangan air hingga lantai kembali mengering, setelah itu ia berjalan dengan menunduk menaiki tangga satu persatu hingga sampai di depan pintu kamar nya.

❇❈❇❈

"Kenapa, mas?" Nevda masuk ke dalam kamar Theora karena tadi Bunda berkata bahwa sang kakak memanggil nya.

Nevda meletakan laptop dan buku nya di meja belajar sang kakak, lalu duduk di kursi yang terdapat di sana. Setelah mengganti pakaian nya Nevda ingat bahwa tugas sekolahnya belum terselesaikan, besok adalah giliran nya presentasi dan ia belum menyelesaikan ppt nya.

"Gak papa, tadi lo hujanan ya?" Manik mata Theora menatap tubuh sang adik lekat, rambut basah Nevda menjawab pertanyaan Theora tanpa perlu Nevda jelaskan.

"Mas, obat nya udah lo minum?" tanya Nevda, Theora menjawab dengan gumaman tak jelas.

"Udah makan?" tanya Nevda lagi. Sekedar untuk memastikan saja lalu Nevda mengangguk puas ketika mendengar Theora berdehem dan menjawab.

Lalu hening, jari-jari Nevda sedang asik menari di atas huruf-huruf yang sudah Nevda hapal di luar kepala, sesekali manik Nevda melirik isi dari buku tebal yang kemarin Nevda pinjam di perpustakaan sekolah.

Nevda itu anak yang pantang menyerah. Sesulit apapun keadaan nya Nevda akan terus mencari celah agar lolos dari kesulitan-kesulitan yang selama ini dialami.

Beberapa orang memandang Nevda sebagai anak laki-laki yang kuat dan berharga, namun sebagian memandang Nevda sebagai manusia tak berguna yang harusnya tiada.

"Lho, pipi lo kenapa?" Theora menyipitkan mata agar dapat lebih jelas melihat wajah sang adik namun Nevda mengacuhkan nya.

"Itu kenapa pipi lo merah, Nevda?" ulang Theora.

"Gak papa, mas. biasalah alergi dingin, kulit gue mungkin jadi merah-merah" jawab Nevda enteng.

Theora tak semudah itu percaya, namun Nevda tak terlalu peduli kakak nya akan percaya atau tidak, maka Nevda tetap fokus pada layar laptop nya dan menyelesaikan tugas nya.

"Ga ada yang nampar lo 'kan?" tanya Theora tepat sasaran, Nevda terkekeh ketika Theora selalu menebak tanpa meleset. Benar kata oma, Theora itu hampir sempurna, berbanding balik dengan diri nya.

"kalau ada yang ngelukain lo, bilang gue ya? walaupun gue gak bisa bales mereka tapi kita bisa cari cara untuk bikin mereka berhenti jahatin lo" Theora menatap jari Nevda yang berhenti bergerak.

"Iya, mas." setelah itu mereka diam, tanpa menyadari bahwa Andrian mendengar percakapan singkat mereka dari balik pintu.

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang