Nevda menahan tangan Theora yang memukul-mukul setir mobil sebagai pelampiasan emosi.
"Mas udah, nanti tangan lo sakit. Liat tuh udah merah begitu." tangan Nevda terulur untuk menggenggam tangan sang kakak.
"Kenapa lo selalu melarang gua untuk ngebela lo disaat mereka ngomong kayak gitu? hati lo terbuat dari apa hah? gua sakit, sakit banget denger mereka ngomong gitu, gua tau lo lebih sakit dari gua Nev jangan sembunyiin apapun." dada Theora naik turun dengan nafas memburu.
Nevda memeluk sang kakak, "ssst udah, lo harus bisa kontrol emosi okay? gua gamau lo kambuh lagi. Semuanya baik-baik aja, perdebatan kayak gitu memang bisa aja terjadi dalam sebuah keluarga, jadi lo jangan terlalu pikirin okay?" padahal seharusnya Nevda yang berada diposisi Theora, mendapat kalimat penenang dan elusan lembut.
"Sakit dek, kenapa tadi lo nahan gua untuk bicara ke mereka, gua malah denger kalimat ga berguna kaya tadi. Mereka bukan tuhan, mereka ga punya hak untuk ngejauhin lo dari gua."
"hey, udah mas. Lo jangan begini, biarin aja mas mereka mau ngomong apa, gapapa, lo gausah dengerin omongan mereka kalau lo ngerasa ga nyaman."
Nevda melepas pelukan mereka, mencoba tersenyum agar Theora percaya bahwa semuanya baik-baik saja. "Udah ya mas, ayo kita pulang, lo belum minum obat lagi, cepet pulang."
❇❈❇❈
Nyata nya langit selalu mengerti bahwa Nevda sedang dalam keadaan sedih, hujan yang turun dengan deras nyata nya tak membuat Nevda takut untuk menerima setiap bulir air hujan yang menerpa tubuhnya.
"Adek, masuk! lo ngapain sih? luka jahitan nya jangan sampe kena air dek, sini cepet." Nevda menurut, berjalan masuk dengan sedikit kesulitan karena kaki nya yang terasa sakit.
"Lo jalan aja pincang, sok-sok ujanan. Mau luka nya infeksi?" tanya Theora dengan wajah garang.
Ah iya, saat ini mereka sedang berada di rumah kakak dari ayah mereka. Tadi nya Theora ingin pulang, tetapi mengingat Hira yang masih tinggal di sana membuat Theora malas untuk pulang, akhirnya memutuskan untuk datang ke rumah tante dan om nya.
"Aduhh Nevda kamu ngapain hujanan?" seseorang mendekati mereka. Ratna, membantu Theora memapah Nevda ke dalam kamar.
"hehe, maaf tante."
"Seharusnya kamu mikir dong sebelum hujanan, kalau sakit gimana? kasihan Theo harus ngurus kamu." ujar Ratna kemudian mencarikan pakaian untuk Nevda.
Theora yang sedang mengeringkan rambut Nevda menghela nafas, "jangan marahin adek aku dong, tan!" ketus Theora tidak terima ujaran Ratna.
"Iya-iya. Nih, suruh Nevda ganti baju, tante bikinin kalian teh hangat dulu." Ratna mengusap kepala Theora. "Satu aja untuk adek, aku ga boleh minum teh." ucap Theora sembari menyingkirkan tangan Ratna dari kepalanya.
Nevda menerima pakaian yang Theora berikan lalu berjalan memasuki kamar mandi tanpa sepatah kata pun. Hingga 20 menit berlalu dan Nevda masih setia didalam kamar mandi tanpa terdengar suara sedikitpun.
Theora meletakan buku yang sedari tadi ia baca, lalu menatap segelas teh hangat yang sudah berada di meja tanpa ia sadari. Theora melirik jam di tangan nya lalu bangkit dan mendekat ke arah pintu kamar mandi.
Perasaan nya tidak enak, "dek, lo masih di dalem?" tanya Theora dengan mengetuk pintu beberapa kali.
Tidak ada sahutan, Theora mencoba membuka pintu nya namun terkunci. "Nevda lo didalem?" tanya Theora lagi.
"gak lucu! lo ngapain Nevda?!" Theora menggedor pintu kamar mandi, namun yang menjawab hanya hening. Ia mulai cemas, "Nevda kalau ada sesuatu yang terjadi didalam dan itu hal yang buruk, gua ga akan mikir berulang kali untuk jeblosin oma ke penjara!" ancam Theora.
"Nevda sialan! buka pintunya!" Ternyata teriakan Theora mampu mendatangkan sang tuan rumah kemari.
"Ada apa Theo? kenapa kamu teriak-teriak?" Hendra, datang dengan menggenggam ponsel di tangannya.
"adek di dalam, tapi gak jawab pas aku panggil om!" Theora berdecak kesal lalu kembali mengetuk pintu dengan keras, "Nevda buka!"
"kamu kenapa sih Theo, mungkin adek kamu lagi mandi dan ga denger." Ratna menghela nafas merasa ke khawatiran Theora berlebihan.
"Awas, biar om dobrak aja pintunya." Hendra menjadi penengah, kemudian meminta Theora agar menjauh.
Belum sempat Hendra mendobrak, pintu tersebut telah terbuka menampilkan beberapa bulir air yang tersisa di wajah Nevda.
"lo ngapain sih? gua manggilin lo dari tadi tapi lo diem aja." Theora mendekat, memeriksa lengan dan wajah Nevda bergantian.
"maaf"
Theora membuang nafas, "harus nya lo jawab pas gua teriak-teriak kayak orang kesetanan tadi! gua panik Nevda! lo ngapain sih di dalem sana lama banget?!" tanya Theora.
"ganti baju" jawab Nevda.
"terus ngapain lagi?" tanya Theora.
"mas, ini kamar mandi, lo pikir biasanya orang ke kamar mandi ngapain deh." jawab Nevda kalem.
"Ya tapi lo ga jawab panggilan gua dari tadi dek, jelas gua khawatir. Ck, yaudah lah, lain kali jangan bikin gua takut."
"iya, maaf mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Nevda
Teen FictionNevda tidak akan mampu menjadi sempurna walaupun semua orang memaksanya. Nevda hanya akan menjadi Nevda, bukan sempurna.