Setelah banyak hal buruk yang terjadi, Nevda masih tetap bisa tersenyum apa lagi di hadapan nya ada gadis cantik yang sudah Nevda suka sejak ia masih menjalani masa orientasi di sekolah.
Nevda memperhatikan kakak kelas nya yang tengah asik mencari warna yang di inginkan.
"menurut kamu, lebih bagus warna kuning yang ini atau ini?" Nevda menunjuk tangan kanan Dellana, "yang ini kak" Dellana mengangguk setuju.
Langkah kaki mereka tidak sejajar, Nevda berjalan di belakang Dellana. "kak, ini kuas yang kakak cari 'kan?" tanya Nevda.
Dellana mengangguk semangat, "tinggal cari palet terus bayar deh" Nevda tersenyum melihat Dellana yang sangat bersemangat mencari alat lukis.
Nevda pikir semua kisah cinta sangat rumit, ada yang bertepuk sebelah tangan, ada yang terpisah oleh jarak, namun tidak dengan Nevda, kisah cinta Nevda tidak lah rumit.
Nevda bisa melihat senyum yang Dellena punya, Nevda bisa memangkas jarak diantara mereka, Nevda bisa melakukan hal-hal yang Dellana pinta.
walaupun Nevda tak dapat menyatakan isi hatinya.
Suatu saat akan ada cerita dimana Nevda dengan lantang mengatakan bahwa ia mencintai Dellana, kemudian Nevda yakin mereka akan mengukir kisah bersama.
"makasih ya, Nev. Udah nemenin kakak beli alat lukis" Nevda melirik palet yang berada di tangan Dellana, lalu mereka mendekat ke meja kasir.
"sama-sama kak. Habis ini kakak mau kemana lagi?" tanya Nevda tanpa mengalihkan pandangannya dari Dellana yang tengah membayar barang belanjaannya.
"beli eskrim yuk? kakak yang traktir."
Senyum Nevda tak pernah luntur, tidak mungkin ia menolak ajakan wanita yang ia cintai. "bener ya!" seru Nevda semangat.
❇❈❇❈
"iya mama sayang, ini Della mau jalan pulang." tangan kanan Dellana memegang ponsel, tangan kiri nya memegang eskrim yang tadi mereka beli, Dellana membiarkan Nevda menutup pintu mobil setelah memastikan Dellana duduk dengan nyaman.
Nevda memasuki mobil, "sama adek kelas ku ma, tadi Della minta anterin cari alat lukis, soalnya dia pandai banget bantu cari alat lukis yang pas." Nevda menoleh dan sedikit meringis ketika Dellana seperti nya sedang di introgasi oleh orang tua nya karena tidak berada di rumah padahal jam telah menunjukan pukul sepuluh malam.
"gak aneh-aneh kok ma, tenang aja. Ini adek kelas paling polos dan baik yang Della kenal, nanti deh kapan-kapan Della kenalin ya!" diam-diam Nevda tersenyum, benarkah Dellana akan mengenalkan nya kepada orang tua Dellana? bukan kah ini artinya Nevda berada selangkah lebih dekat untuk mendapatkan hati Dellana?
"dek, tolong pasangin sabuk pengaman dong, ayo jalan pulang, mama udah ngomel" bisik Dellana pelan, "iya mama, ini kita mau jalan pulang"
Nevda mengangguk dan memasangkan sabuk pengaman dengan wajah memerah karena menahan malu.
Nevda menjalankan mobil, membiarkan Dellana sibuk berbicara dengan orang tua nya hingga akhirnya helaan napas Dellana terdengar.
"sorry ya, mama ku memang agak posesif" Nevda mengangguk mengerti, "gak papa kak, itu tanda nya mama kak Dell sayang banget sama kakak dan gak mau ada hal buruk terjadi"
"lagi pula, ini udah jam 10 wajar aja kalau mama kak Dell nyuruh pulang, pasti sekarang mama kakak lagi khawatir banget." ujar Nevda dengan fokus pada jalanan.
"kamu udah izin kan ke orang tua mu kalau pergi sama aku?" tanya Dellana sembari memakan eskrim yang tadi dibeli.
Nevda sempat diam sedikit lama, kemudian melirik Dellana yang menatapnya lekat, "engga kak, bunda sama ayah lagi di rumah sakit."
"Theora masuk rumah sakit lagi?" Nevda mengangguk melihat perubahan ekspresi wajah Dellana.
"Tapi udah mendingan kok kak, udah bisa diajak ngobrol. Jangan khawatir"
"kamu pasti sedih ya, ngeliat Theora selalu kesakitan" lirih Dellana yang dijawab kekehan singkat.
"Sedih itu pasti kak, bahkan kalau bisa aku mau sakitnya mas Theo kasih ke aku aja, biar mas Theo ga ngerasain sakit lagi."
"salah dek, kalau bisa lebih baik jangan ada yang sakit, orang tua kamu pasti sedih kalau salah satu dari kalian ada yang sakit." Dellana mengambil cup yang berisi eskrim Nevda yang hampir mencair, lalu menyodorkan eskrim tersebut.
Nevda sempat membeku karena perlakuan manis Dellana, kemudian Nevda melepas masker yang ia gunakan, lalu menerima suapan dengan hati berbunga.
"bibir kamu kenapa?" tanya Dellana mendekatkan wajahnya pada wajah Nevda.
Tangan lembut Dellana mengelus pipi Nevda yang tampak kemerahan, "kak, aku gak papa" Nevda masih mencoba fokus ke jalan raya.
"Nevda, coba nepi dulu" lirih Dellana yang langsung dipatuhi Nevda.
"bibir kamu kenapa? aku perhatiin juga selama kita cari alat lukis kamu kayak kesakitan. Kamu dipukul siapa sampe begini?" tanya Dellana ketika mobil yang Nevda kemudi telah berhenti di pinggir jalan.
"bukan siapa-siapa, kak." Nevda memejam ketika pipi nya dielus lagi oleh Dellana, rasanya jantung Nevda ingin lompat dari tempatnya.
Dellana mengambil tissue lalu membasahi dengan air mineral, setelah itu mengelap darah di sudut bibir Nevda yang sudah mengering.
lalu mereka saling diam, Nevda masih mencoba menenangkan diri karena perlakuan Dellana, dan Dellana yang setia memasang raut khawatir.
"Nevda, kalau ada yang jahatin kamu bilang sama kakak ya? kakak gak mau kamu terluka."
Tak ingin berlama-lama berada di situasi seperti ini, Nevda menyalakan mobil kemudian menjalankannya, jika tidak ia bisa mati karena salah tingkah akibat semua perlakuan Dellana untuknya.
"aku gabisa, kak." ujar Nevda, dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Nevda
Ficção AdolescenteNevda tidak akan mampu menjadi sempurna walaupun semua orang memaksanya. Nevda hanya akan menjadi Nevda, bukan sempurna.