20

2.5K 156 0
                                    

Melupakan kejadian yang pernah terjadi sebelum nya, Nevda mencoba untuk memijat dada nya yang terasa sesak dengan napas yang berat.

Sejak beberapa saat lalu Nevda merasa ada yang tak beres dengan tubuhnya, namun Nevda memilih abai dan mencoba terlihat biasa saja.

Nevda membungkuk dan menekan dada nya kuat ketika rasanya ia semakin kesulitan bernapas. Padahal, tepat di atas kasur terdapat tas Nevda yang berisikan Inhaler, namun Nevda enggan menggunakannya.

ceklek!

Pintu terbuka, Theora awalnya tidak menyadari jika Nevda kambuh, namun ketika netra Theora berhenti tepat pada tubuh adiknya yang meringkuk kesakitan Theora langsung mendekat dan memanggil nama sang adik berulang kali.

Theora mengerti situasi ini, maka sebisa mungkin Theora mencoba menjadi tenang dan mencari benda yang dapat menyelamatkan adiknya dari situasi ini.

Setelah dapat, Theora mendekat. Meminta sang adik untuk duduk dengan benar. "hey, sakit? sini, pake inhaler ya." Dahi Theora berkerut melihat Nevda yang menolak memakai inhaler.

"Dek, pake dulu inhaler nya." Theora memegang tangan Nevda yang sempat memukul dada nya sendiri dengan keras.

"Nevda gua gak pernah ngajarin lo jadi adek pemberontak kaya gini!" ujar Theora sambil terus memegang tangan nakal Nevda.

"Demi tuhan, lo udah mengi gini masih ga mau pake inhaler?" tanya Theora serius. Setelah itu Nevda mulai menurut, ia menggunakan inhaler hingga berangsur membaik.

"ma..sss" Nevda menjauhkan wajahnya dari jangkauan sang kakak.

Theora membiarkan sang adik yang sedang berusaha bernapas dengan normal. Jari-jari Theora dengan cekatan membuka kancing kemeja Nevda walaupun merasa telat.

Theora memijat dada Nevda, hingga merasakan napas Nevda mulai teratur.

"mass" Panggil Nevda sekali lagi, tangan Nevda bergerak untuk menghentikan pijatan Theora pada dada nya. Theora membiarkan Nevda mengarahkan tangannya untuk merasakan detak jantung Nevda yang bekerja dengan cepat.

Mata Nevda perlahan-lahan tertutup, namun belum sampai 5 detik harus kembali terbuka karena mendengar suara Hendra yang memanggil kakak nya.

Theora langsung menoleh dan menaruh jari telunjuk untuk meminta Hendra diam, namun sayangnya Nevda sudah kembali membuka mata.

"duh, maaf ya. Om ga tau kalau Nevda tidur. Itu, kamu sama Nevda disuruh kebawah, tante mu bikin kue kayak nya disuruh nyoba deh." ucap Hendra pelan kemudian pergi ketika Theora mengangguk mengerti.

"Tidur lagi aja, nanti gua bilang sama tante kalau lo lagi istirahat." Nevda menggeleng, Theora tersenyum dan berdiri diikuti oleh Nevda. "sebentar aja kok, habis itu kita masuk kamar lagi dan tidur." ujar Theora.

❇❈❇❈

Mereka, lebih tepatnya Theora izin untuk menginap di rumah om dan tantenya. Mereka diterima dengan baik di rumah om dan tante nya setelah menceritakan alasan mengapa mereka memilih bermalam dirumah ini.

Beberapa saat lalu Nevda sempat membujuk sang kakak untuk mengubah keputusannya, untuk apa Theora nginap dirumah om dan tante nya jika ia memiliki rumah sendiri?

Namun sejauh Nevda mengenal Theora, keputusan Theora sangat sulit untuk diubah. Maka dari pada membuang sisa tenaganya lebih baik ia diam, membiarkan Theora berbicara dengan Naka, anak kedua tante dan om nya.

"Iya Ka, gua lagi mikir-mikir dulu sih mau ngambil jurusan apa, tadi nya sih malah mau ngambil psikolog atau kedokteran lah, tapi ayah sama bunda minta gua ngambil manajemen bisnis."

Rupanya mereka tengah membahas jurusan perkuliahan, Nevda berhenti mendengarkan pembicaraan mereka dengan memasang earphone ke telinga nya, lalu mulai tenggelam dalam alunan musik yang memenuhi indra pendengarannya.

Sekeras apapun Nevda mencoba untuk tidak peduli dengan banyak hal, nyatanya sangat sulit untuk Nevda menghilangkan semua kalimat-kalimat jahat yang pernah keluarganya lontarkan.

Tanpa ada yang tahu, selama ini Nevda selalu merasa tersiksa disetiap ingatannya. Terkadang ia merasa tidak sanggup untuk terus terlihat baik-baik saja ketika orang yang ia sayang bahkan dengan senang hati menyakitinya.

Nevda tidak ingin mengingat ujaran kebencian sang oma kepadanya atau sikap tak peduli kedua orang tuanya namun sangat sulit untuk Nevda, rasanya seperti selalu diingatkan dan tidak dibiarkan untuk lupa.

Saat Nevda sedang asik mendengarkan musik tiba-tiba earphone nya diambil, membuat pejam Nevda berakhir.

"dengerin lagu galau? lo abis diputusin pacar?" tanya laki-laki yang usia nya 2 tahun lebih tua dari nya. Naka mengacak rambut Nevda kemudian memberikan earphone yang tadi sempat ia rampas.

"Theo, suruh dia tidur. Mata nya udah sayu banget itu" Naka tertawa sambil menunjuk Nevda, lalu pamit untuk pergi ke kamarnya.

"dek, sorry ya tadi gua ngobrol bentar sama Naka, ayo mau gua temenin tidur?" tawar Theora yang diangguki Nevda.

"mas, tidur sama gua aja ya." pinta Nevda.

Theora mengangguk lalu meminta Nevda untuk merebahkan diri disebelahnya, "ayo kita tidur, gua juga udah ngantuk banget." ujar Theora.

"selamat tidur, mas. Mimpi indah."

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang