26

1.9K 156 4
                                    

Entah mengapa Nevda merasa akhir-akhir ini langit begitu cepat berubah warna, waktu juga terasa begitu cepat berlalu. Hari ini Nevda menghabiskan seluruh waktunya untuk membuka buku-buku tebal yang sempat tak tersentuh.

Naka sedari tadi duduk memperhatikannya, namun ia tidak terlalu peduli. Ia membiarkan Naka mengomel karena ia belum memakan apapun sejak pagi, tetapi jujur saja Nevda memang tidak bisa diganggu jika sedang berkencan dengan buku-buku tebal miliknya.

Beberapa kali Nevda berdehem karena Naka memanggilnya, namun setelahnya akan kembali hening karena Nevda tak mengindahkan keinginan Naka.

Saat ini Naka sudah kehilangan cara untuk membuat Nevda lepas dari buku-buku di tangan remaja tersebut, Naka mengambil ponselnya untuk memberitahu kepada Theora bahwa adiknya sudah tidak dapat Naka tangani, namun sebelum hal tersebut terjadi, pintu terbuka dan wajah pucat Theora menjadi pemandangan pertama yang Naka lihat.

"Lo darimana aja sih? katanya cuma sebentar tapi baru pulang malem gini." Naka mengerutkan dahinya dengan tatapan tajam.

"Sorry, Della ngajak makan malem sama keluarganya." Theora masuk dan menutup pintu, kemudian duduk disofa. Matanya memejam sebentar merasakan tubuhnya yang tidak bisa dikatakan dalam keadaan baik.

Naka mendekat, "Lo kecapekan, tidur sana." Naka menatap Theora dengan sedikit khawatir.

Naka hendak meminta Theora untuk membersihkan tubuh sebelum istirahat namun bibirnya harus tetap terkatup ketika Nevda tiba-tiba berada dihadapan mereka dengan satu gelas air putih dan beberapa obat di tangannya.

"Lo cepet banget tiba-tiba ada didepan gua Nev! kaget tau." Naka mengelus dadanya merasa terkejut.

Nevda terkekeh, "Lo pucet mas, tadi kambuh?" Tanya Nevda. Theora membuka mata kemudian menggeleng pelan.

"Enggak kok. Gua kecapekan aja, tadi habis nganterin ke toko buku taunya Della minta jalan-jalan, terus tadi makan malem sama keluarga dia, seharian ini ga ada istirahat gua." Theora memijat keningnya singkat, kemudian menerima gelas dan obat yang Nevda berikan.

Nevda memperhatikan Theora yang meminum obat yang ia berikan, setelahnya ia mengambil gelas tersebut dan menaruhnya di meja.

Nevda duduk, tangannya perlahan bergerak untuk memijat kening kakaknya. Theora hendak protes namun Nevda lebih dulu memberi isyarat untuk diam. Naka memperhatikan wajah Nevda yang tak kalah pucat dari wajah Theora.

Cukup lama Nevda memijat kening Theora, "Pindah mas jangan tidur di sofa." ucap Nevda ketika melihat Theora mulai terlelap.

Theora menurut, Theora benar-benar pindah ke tempat tidurnya dan memejamkan mata. Nevda tersenyum tipis, kakaknya pasti sangat kelelahan.

Kamar tersebut kembali hening sangat lama, Nevda sudah kembali membuka buku pelajarannya ketika sudah memastikan Theora terlelap. Sedangkan Naka, pemuda tersebut sibuk dengan isi kepalanya.

Hari ini, Theora tampak tak peduli tentang Nevda. Bahkan Theora tak bertanya tentang rona pucat yang  terlihat begitu jelas pada wajah Nevda. Padahal, Naka tahu sejak siang Nevda menunggu kepulangan Theora. Bahkan Nevda langsung memberikan obat dan memijat Theora tanpa mempedulikan dirinya sendiri yang juga membutuhkan hal serupa.

Hari ini mengapa mereka terasa berbeda?

*****

Sudah Nevda bilang, akhir-akhir ini waktu terasa cepat berlalu. Nevda menghabiskan satu malamnya dengan buku-buku tersayangnya. Naka tidak memaksa Nevda lagi, anak itu membiarkan Nevda tidak makan kemarin, membiarkan Nevda terjaga semalaman juga.

Theora baru saja bangun pukul 7 pagi, pemuda tersebut mengubah posisinya menjadi duduk dan mengusap wajahnya, manik mata Theora menatap Naka yang tertidur disofa, kemudian mencari keberadaan Nevda yang baru ia sadari ternyata berada di meja belajarnya.

Theora buru-buru bangkit dan mendekati Nevda, anak tersebut menjadikan meja sebagai tempat untuk menelungkupkan wajahnya. Apakah semalaman adiknya tertidur dalam posisi ini?

"Nev?" panggil Theora pelan, Nevda terkejut dan menegakkan tubuhnya. "Mas udah bangun?" tanya Nevda basa basi.

"Lo tidur disini semaleman?" tanya Theora, Nevda menggeleng berbohong agar sang kakak tidak memperpanjang topik pembicaraan mereka.

"Gua udah siapin air hangat untuk lo mandi, gua mau bikin sarapan dulu untuk lo, obatnya juga udah gua siapin jadi jangan telat minum obat lagi" Nevda menunjuk ke arah meja, dimana obat dan segelas air hangat telah tersedia.

"Kita pesen makan aja."

"Gausah. Gua udah siapin bahan-bahan di dapur. Gua masak cuma sebentar kok, lo mandi aja dulu."

"Gua temenin."

"Mas lo mandi aja, biar pas lu selesai mandi bisa langsung makan terus minum obat."

"Gua temenin lo masak."

"Gausah mas."

"Gua temenin aja."

Nevda menatap Theora sejenak, Theora menghela nafas dan mengalah. "Oke, tapi kalau ada oma langsung pergi. Jangan deket-deket oma."

Nevda pergi kedapur dan mulai memasak untuk sarapan keluarganya, satu jam berlalu dan Nevda sudah siap dengan beberapa hidangan yang ia letakan di meja makan.

Sejauh ini ia memasak dengan tenang, Nevda membawa mangkuk berukuran sedang berisi sup yang ia buat untuk Theora, ia hampir sampai pada meja makan namun harus terhenti karena Hira tiba-tiba datang.

"Buatkan saya teh hangat sekarang!" sebuah perintah mutlak yang sangat Nevda hormati. Nevda mengangguk dengan senyum manisnya.

"Iya, oma. Aku taruh sup ini dulu terus langsung bikin teh untuk oma." Nevda hendak melangkah namun Hira kembali berucap.

"Saya menyuruhmu membuat teh sekarang!" ujar Hira dingin.

"Oma aku cuma jalan beberapa langkah ke meja makan terus langsung bikinin oma teh"

"Saya bilang sekarang, bodoh!" ujar Hira kemudian maju memangkas jarak diantara mereka, "bawa kemari sup itu, biar saya yang menaruhnya. buatkan saya teh sekarang." Hira hendak mengambil alih sup tersebut.

"Oma gausah, biar aku aja." dengan hati-hati Nevda memegang mangkuk yang juga dipegang oleh Hira saat ini.

"Sudah bawa kemari!"

"Oma biar Nevda aja, gapapa."

"Saya bilang biar saya sa-aahh" Nevda membulatkan mata ketika kuah sup tersebut mengenai tangan Hira hingga Hira dengan cekatan melempar mangkuk tersebut kelantai dan mulai sibuk meniupi tangannya.

"Oma!" Nevda mencoba membantu Hira namun tiba-tiba Theora datang dengan wajah paniknya. "Oma? tangan oma- kenapa tangan oma bisa sampai begini?" tanya Theora.

"Theo, Nevda sengaja siram tangan oma pake sup, padahal niat oma baik mau bantu dia bawa sup itu ke meja. Apa oma salah jika oma mau berbuat baik sama dia?" tanya Hira dengan begitu dibuat-buat.

Theora menatap Nevda penuh amarah, "Mas, engga gitu, gua-"

PLAK

"Beresin semua kekacauan ini dan pergi ke kamar."

Theora berbalik dan membawa Hira pergi dari sana, menyisakan Nevda dengan keterkejutannya.

yang lo tampar pipi, kenapa yang sakit hati gua, mas...

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang