40

2.6K 128 6
                                    

Setelah beberapa hari berada dirumah sakit, hari ini Theora bisa kembali menginjak lantai dingin dirumahnya. Senyumnya begitu indah, dia seperti terlahir kembali menjadi pemuda yang jauh lebih sehat.

Sejak siuman, Theora selalu mengabsen setiap anggota keluarganya. Pemuda itu selalu bertanya dimana omanya berada, mengapa sejak Theora membuka mata oma nya tak pernah ada?

Pertanyaannya selalu berakhir dengan alasan-alasan yang Theora rasa begitu dibuat-buat. Rasanya seperti ada yang mereka sembunyikan kepadanya.

"Telepon oma, bun." pinta Theora, duduk dipinggir ranjang yang sudah beberapa hari tak ia tempati. "Nanti aja sayang, oma belum bisa dihubungi. Kamu juga harus banyak istirahat."

"Bun, Theo mau bicara sama oma."

Sang kepala keluarga menghela napas lelah, "Sayang, sepertinya kita harus memberitahunya sekarang, dia terus mencari ibu." Mova menggeleng tak setuju.

"Theo, janji kepada kami kalau kamu akan menerima semuanya ya?" pinta Andrian.

"Ada apa sih yah?"

"oma meninggal dunia tepat dihari kamu melakukan operasi."

Hening, Theora menatap Andrian tanpa rasa percaya. Bagaimana bisa sang oma meninggalkanya secepat itu? bukankah oma yang memintanya untuk tetap hidup? mengapa malah oma yang pergi terlebih dahulu?

"Ga mungkin..."

"Nak, oma meninggal karen-"

"Gak mungkin, bun!"

Andrian dan Mova mengelus punggung anaknya, berusaha membuatnya tenang. Sedangkan Theora, pemuda itu menunduk dalam dan mengingat cerita yang pernah sang oma beritahu kepadanya.

Nevda, setelah Theora membuka mata anak itu tidak melihat Nevda sama sekali, persis seperti janji Nevda malam itu. Apakah sang oma pergi karena Nevda? apakah sebelum pergi dari rumah ini Nevda merencanakan untuk membunuh omanya karena rasa dendam?

"Ini semua bukan ulah Nevda kan?" pikiran pemuda itu kacau, wajahnya memerah akibat amarah.

"Dimana Nevda yah? aku mau ketemu sama dia." Andrian bungkam, lidahnya kelu ketika kembali diingatkan bahwa ada satu anak yang telah ia korbankan.

"Dia yang bilang, ayah bisa antar aku ketemu dia kerumah baru nya." Theora mengepalkan tangannya erat, "Dia... dia pasti penyebab oma meninggal kan? jangan rahasiain apapun dari aku yah, apa yang Nevda lakuin ke oma? kenapa? kenapa kalian diem aja? bawa aku ketemu Nevda yah."

"Theo, semua ini tidak ada sangkut pautnya dengan dia."

Theora menggeleng tak percaya, "ayo ajak aku ketemu Nevda, aku mau ngomong sama dia!"

"Gabisa sayang, dia udah pergi."

"Yah! anterin aku kerumah barunya!"

"Gabisa, theo. Udah, kamu istirahat sana jangan bikin ayah marah."

"Okay kalau ayah gamau kasih tau, aku cari tau sendiri!" Theora bangkit walaupun sedikit meringis. Andrian dan Mova membantu anaknya untuk berdiri walaupun sang anak enggan dibantu.

"Awas, aku mau cari Nevda!"

"Gua disini, mas."

*****

Pria remaja itu hidup, tentu saja masih hidup. Siapa sangka ketika ia hendak masuk ke ruang yang akan merentang nyawanya terdapat satu tangan dingin yang menariknya, membawanya pergi dari sana dan menyembunyikannya dengan sangat apik.

Lalu siapa yang menjadi pendonor Theora? seperti ini kisahnya, mengingat kembali malam dimana Nevda berbicara bersama Andrian, Wisnu menjadi satu-satunya yang mendengar pembicaraan itu.

Yang menjadi alasan Wisnu pergi dimalam itu karena Wisnu harus bergerak cepat mengambil langkah, Wisnu tidak ingin kehilangan Nevda, maka dengan susah payah Wisnu membujuk seseorang untuk memberikan jantung untuk Theora.

Orang baik tersebut adalah temannya. Bukan bermaksud mengorbankan, namun Wisnu memiliki satu teman yang hidupnya berada diambang batas, tak ada tanda-tanda kesembuhan dari pria itu, namun sang keluarga enggan melepasnya. Tentu saja, orang tua mana yang rela anaknya tiada. Ah, Andrian dan Mova ya?

Dan begitulah, dimalam itu Wisnu datang kerumah sakit dimana temannya berada, Wisnu meminta dengan penuh harap, walaupun sempat mendapat tamparan dari wanita yang juga Wisnu panggil dengan sebutan mama, namun Wisnu tidak semudah itu menyerah.

Hingga akhirnya ia bisa membuat mereka setuju, Wisnu lega. Anggap saja ia tega, namun keadaan temannya memang sudah tidak memungkinkan untuk bertahan, dulu temannya pernah mengatakan ingin mendonorkan jantungnya untuk Theora, jadi Wisnu merasa bahwa pembedahan ini telah disetujui seluruh pihak. Tak ada penyesalan, semua berjalan sesuai keinginan.

Dan begitulah kehidupan yang Nevda jalani, tiba-tiba dibawa pergi oleh Wisnu. Waktu itu pertama kalinya Nevda memberontak kepada Wisnu, Nevda sempat hampir kabur ketika Wisnu lengah, namun tak semudah itu, Nevda mudah ditangani.

Pertama kali juga bagi Wisnu, dihari itu ia melihat Nevda nya lepas kendali, ia menangis dan meminta diantar kerumah sakit. Nevda meraung-raung, benar-benar seperti bukan dirinya. Terlihat begitu berantakan dan ketakutan.

Lalu Wisnu mencoba menenangkan, memberi pengertian sederhana yang mampu membuat Nevda berangsur tenang, hingga akhirnya remaja tersebut kembali terisak, namun saat itu Nevda memeluk Wisnu. Untuk pertama kalinya Nevda memperlihatkan sedihnya, saat itu benteng kokoh yang ia bangun telah hancur, Nevda mengakui bahwa ia kalah.

Setelah semua yang terjadi, disinilah Nevda hari ini. Datang kerumah yang sepertinya bukan miliknya lagi, ah, sedari awal sepertinya memang bukan miliknya.

"Gua disini, mas"

Plak

"Kenapa lo bunuh oma?"

Seperti itu cara keluarganya membunuhnya, dengan kalimat-kalimat yang menusuk tepat pada hatinya, lucu sekali. disini ia penjahatnya, ya?

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang