Page one; who's he?

1.7K 215 46
                                    

Baru saja Dipta hendak menyusul Hanif lagi di coffee shop depan kantor, tapi Hanif sudah berjalan bak orang linglung. Dengan kemeja bagian depan sedikit basah, juga jas yang semula melekat, sudah ia tenteng ditangannya.

Dipta mendekat, "Lo kenapa? Ini kemeja lo kenapa?" Tanyanya sedikit panik, takut Hanif menyebabkan masalah, walau lelaki ini bukan tipe orang yang akan membuat onar.

"Ada kejadian dikit." Ucapnya, namun Dipta tak puas hanya dengan mendengar jawaban ambigu dari Hanif.

"Kejadian apa? Di mana?"

Hingga keduanya sampai diambang pintu ruangan Hanif, dengan lelaki ini yang tiba-tiba berbalik menatap Dipta, "Udah, jangan banyak tanya, gue mau kerja." Ujarnya, sebelum menutup pintu, membuat Dipta otomatis mundur, dengan wajah kesal bukan main, karna tanyanya tak mendapat jawaban.

Sedangkan Hanif didalam ruangannya kembali termenung, bisakah seseorang semirip itu dengan orang lain? Ya seharusnya Hanif tak merasa heran, toh katanya manusia memiliki 7 kembaran di dunia ini, bisa saja kemiripan Jana dan seseorang bernama Zio tadi salah satu contohnya.

Namun, Hanif sungguh tak habis pikir, kalau dilihat sekilas, mereka tak memiliki perbedaan yang menonjol, hal itulah yang membuat Hanif bertanya-tanya, apakah Jana memiliki kembaran?

Hanif geleng-geleng kepala, menepis segala pikiran diotaknya, dan memilih berjalan menuju toilet kantor, kemejanya tak bisa lagi ia abaikan.

Sebenarnya bisa saja Hanif mengganti kemeja, daripada susah-susah membersihkannya seperti yang lelaki itu lakukan sekarang, namun kemeja yang biasa tertata rapi di ruangannya, tak satupun ia temukan hari ini. Jadilah, Hanif harus mencuci sedikit bagian yang terkena jus dan mengeringkannya, karna 30 menit dari sekarang akan ada rapat yang harus ia ikuti.

"Eh?"

Kepala Hanif otomatis melihat kearah pintu yang menampilkan seseorang dengan wajah terkejutnya di sana, netra keduanya bertemu untuk beberapa saat, membuat Hanif berdehem pelan guna menyadarkan dirinya.

Tak ada kata yang terucap, seseorang tadi yang tidak lain dan tidak bukan adalah Jana, langsung saja masuk ke salah satu bilik toilet yang berjejer dibelakang Hanif.

Sedangkan Hanif, bagai mematung. Tangannya bahkan berhenti bergerak, menatap dalam pada kemeja ditangannya, lalu tersenyum miris. Bahkan sudah tiga tahun lamanya, tak ada yang berubah, masih saling diam, walau Jana seringkali berinisiatif menyapanya lebih dahulu.

"Kemeja lo kenapa?" Jana tiba-tiba sudah berada disebelah Hanif.

Hanif dengan cepat mengangkat pandang, menoleh kearah Jana yang berada disebelah kirinya, "Ketumpahan minuman." Jawabnya singkat.

Jana menebak-nebak, mungkin Hanif tak membawa kemeja lain, sedangkan rapat akan diadakan sebentar lagi, "Hadif punya kemeja cadangan, nanti gue anter ke ruangan lo." Ucapnya, lalu memilih keluar terlebih dahulu.

Canggung, rasanya benar-benar canggung. Maka dari itu, setelah mendapat anggukan singkat dari Hanif, Jana segera keluar toilet tanpa kata, meninggalkan Hanif dengan helaan nafas pelan.

Hanif menatap kemejanya, sedikit senyum mulai terlihat dibibir, "Ada untungnya juga lo ketumpahan minum." Monolognya.

Membawa kemejanya yang sedikit basah keluar toilet, walau Hanif merasa kurang nyaman karna hanya memakai kaos putih dan juga celana kain hitamnya, menampilkan otot lengan yang atletis, membuat siapa saja tak bisa mengalihkan tatapan mereka.

Tepat ketika Hanif masuk ke ruangannya, Jana juga datang dengan tangan yang membawa kemeja hitam. Tanpa kata meletakkannya di meja kerja Hanif, lalu berbalik berjalan keluar.

DisparateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang