Walau wajahnya terlihat biasa saja, tapi hati Zio jauh dari kata tenang. Sebentar lagi ia akan bertemu keluarga Hanif, jantungnya berdegup kencang bukan main.
Sekali lagi meneliti penampilannya dari ujung kaki hingga pakaian yang sekarang ia kenakan, Zio hanya bisa berdoa dalam hati semoga semua berjalan seperti yang ia bayangkan.
Sejak Hanif mengajaknya untuk makan malam keluarga, tak ada kata tenang bagi Zio. Ia membongkar lemarinya untuk mencari outfit yang cocok, hingga mulai berbicara sendiri didepan kaca untuk latihan memperkenalkan diri pada Ayah bosnya itu.
Sedangkan Hanif yang merasa Zio tak bisa diam disebelahnya ini menoleh sesaat, "Kenapa Zi, ada yang ketinggalan?" Hanif bertanya.
Zio cepat-cepat menggeleng, "Gak ada, Kak." Tak lupa juga senyum canggung yang lelaki itu berikan.
Sesaat kemudian mobil keduanya sampai disalah satu hotel berbintang dikawasan ibu kota, Hanif lebih dulu turun diikuti Zio disebelah lelaki itu.
Para pelayan berjejer rapi menyambut kedatangannya, Zio takjub, tapi hanya bisa menatap bingung, "Udah kayak penyambutan raja aja." Katanya pelan.
Hanif yang sedari tadi berada didepan Zio menoleh kebelakang, yang lebih muda tampak bingung dengan suasana ini, Hanif terkekeh, menarik tangan Zio untuk berjalan disebelahnya.
Tak ada yang bisa Zio ucapkan, gemuruh didadanya semakin terasa nyeri, perutnya mendadak mules, kekhawatirannya semakin menjadi-jadi. Namun disela-sela itu, ada Hanif yang memberikan senyum, seakan mengerti dengan kondisi Zio yang jauh dari kata baik-baik saja, walau wajahnya terlihat datar.
"Tenang aja, jangan khawatir." Hanif berusaha menenangkan.
Ada senyum yang Zio bagi, sebelum kepalanya mengangguk kecil.
Keduanya masuk ke ruangan VVIP yang lengkap penjagaannya didepan, Zio memandang Hanif disebelahnya, dalam otaknya perlahan terpikirkan, orang seperti apa Hanif ini, orang terpandang kah dengan kekayaan yang melimpah sampai pertemuan keluarganya saja dilakukan secara tertutup seperti ini?
Zio sebelumnya tidak pernah mengetahui latar belakang Hanif, yang Zio tau kalau orang yang tinggal bersamanya itu adalah pekerja kantoran yang rumahnya jauh dari kantor dan memilih tinggal di apartemen. Radika juga tak menjelaskan, tentu saja Zio menjadi bertanya-tanya sendiri, sebab hal semacam ini tak pernah terpikirkan oleh lelaki itu sebelumnya.
"Tuan Hanif." Salah seorang mendekati mereka, "Tuan Bagus sebentar lagi datang." Ucapnya, kemudian membawa keduanya ke meja besar yang berada ditengah ruangan.
Zio membulatkan matanya, sangat mewah, sampai ia tak bisa mengalihkan tatapannya. Lelaki ini melihat sekitar, ada beberapa orang yang berjaga di setiap sudut ruangan, "Ini mau rapat pembelian pulau kah, apa cuma makan malem keluarga, kok kayak ketat banget penjagaannya."
Celetuk itu sontak mengundang tawa Hanif, "Papa saya emang orang lebay, Zi." Jawabnya disela-sela tawa.
Rezio mengerutkan alis, "Kak Hanif, kalo boleh tanya, Kakak berapa bersaudara sih?"
"2 bersaudara." Jawab Hanif pelan, yang dibalas anggukan pelan oleh Zio.
Duduk bersebelahan seperti ini membuat degup jantung Zio semakin menjadi, "Udah kayak pasangan aja." Batinnya.
Hanif segera bangkit ketika seorang pria paruh baya memasuki ruangan, Zio pun mengikuti, menatap bingung pada Hanif sesaat sebelum Hanif juga melihat kearahnya dengan senyuman, "Papa." Katanya tanpa suara.
Tak ada kata yang bisa Zio ucapkan selain memuji paras Ayah dari lelaki yang ia sukai ini dalam hati. Keduanya terlihat mirip, tanpa sadar membuat Zio tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disparate
Teen FictionSpin off Different. Cerita ini tentang Hanif, dan segala sesuatu yang terjadi dihidupnya selama ini. • 23 Januari - 15 Juni 2023. highest rank; #1 parkjeongwoo 18/04/23 #2 parkjeongwoo 20/04/23 ©hjwenthu, 2023