Page six; Hanif knows

1.4K 206 40
                                    

Radika menatap Zio lekat, "Beneran diizinin gak sih, gue agak was-was." Ucapnya pada yang lebih muda.

Tadi pagi, Hanif kembali menghubungi Radika untuk menjaga Zio di apartemen, tapi keduanya mendadak bosan ketika sudah tak tau apalagi yang harus dilakukan, mereka terdiam, duduk di sofa dengan sesekali menghela napas panjang.

"Yailah Kak Dika, kita kan mau ke rumahnya Kak Hadif." Balas Zio, "Lagian Kak Hanif katanya pulang telat."

Memang sekarang keduanya tengah menuju kediaman Jana dengan menggunakan mobil Dika, tapi yang membuat lelaki itu was-was adalah Zio yang tak meminta izin pada Hanif, "Kalo dimarahin, gue gak ikut-ikutan ya, Cil." Ingatnya, sedangkan Zio terkekeh.

Menarik napasnya perlahan, Zio menatap Radika sesaat, "Ternyata masa lalu Kak Hanif yang Kak Radika maksud tuh, Kak Jana, ya." Katanya, membuat Radika ikut menoleh kearahnya, "Gue masih gak nyangka."

"Hanif udah cerita, ya?" Radika bertanya, "Tapi kenyataannya emang gitu, Cil." Lanjutnya, Radika diam sesaat, "Lo gak perlu khawatir sih, si Hanif udah cinta mati sama lo, black card keramat dia aja lo yang pegang, gak bakalan macem-macem dia."

Ada tawa yang keluar dari bibir Zio, sebenarnya tak ada yang Zio khawatirkan lagi mengenai perasaan Hanif, karna ia benar-benar percaya apa yang sudah Hanif jelaskan padanya semalam, "Gue beneran semirip itu ya sama Kak Jana?" Lelaki ini bertanya, mengundang kerutan dahi Radika.

Berdehem pelan, Radika diam sampai ketika mobil mereka berhenti di lampu merah, "Ya mirip." Katanya, "Gue gak bisa menyangkal dengan bilang lo gak mirip sama Jana, disaat semua orang nyangkanya lo adalah Jana." Ada jeda yang Radika ambil sesaat, "Kalo mungkin dulu Hanif liat lo sebagai Jana versi yang agak kalem dikit, menurut gue, bisa aja terjadi sih. Gue tau gimana sukanya Hanif sama Jana dulu, dan disaat dia ngerasa lumayan ikhlas sama keadaan, Tuhan malah mempertemukan dia sama lo, yang mana lo mirip banget sama Jana."

Kembali menjalankan mobilnya, Radika menoleh sekilas ketika Zio tak mengeluarkan sepatah katapun, "Tapi kan, semirip-miripnya orang, ya pasti bedalah. Makanya Hanif bisa suka beneran sama lo, ya karna ada sesuatu didalam diri lo yang dia cari selama ini yang gak pernah dia temuin sama siapapun termasuk Jana, menurut gue sih gitu ya."

"Iya, Kak. Tapi-" Zio mengusap wajahnya sesaat, "Lo tau gak, gue pernah dengan terang-terangan memuji kecantikan dan keindahan Kak Jana didepan Kak Hanif, dan dengan lantang gue bilang mau jadi cantik kayak Kak Jana." Ucapnya menggebu-gebu, "Tanpa sadar, gue sendiri pun pengen jadi Kak Jana. Gak nyalahin deh kalo dia pernah liat gue sebagai Kak Jana." Zio mengerang frustasi, semua kata-kata pujian yang ia tujukkan untuk Jana didepan Hanif berputar-putar di kepalanya, Zio rasanya sedikit malu.

Radika tertawa mendengar nada frustasi yang Zio keluarkan, "Tapi kalo gue boleh jujur, Jana jaman SMA tuh bentukannya kayak lo sekarang, Zi, cuma dia agak kurusan dikit."

Mendengar itu Zio mendelik, menatap Radika dengan bibir yang menekuk kebawah, "Maksudnya gue gendut kah?"

Lagi dan lagi Radika tertawa mendengarnya, "Gak gitu haha." Ia terkekeh geli, "Gue kan cuma menjabarkan apa yang gue tau, ah lo bocil yang mudah kesinggung." Katanya, Radika menoleh sekilas pada Zio, lelaki itu masih menatapnya merajuk, "Lagian kan sekarang lo berdua badannya gak beda jauh kok, sama sama bohai. Emang ya, Hanif sama Hadif ini paling jago urusan pupuk-memupuk."

Zio sedikit mengerutkan alisnya, "Hah, apaan sih bilang kayak gitu, gue aduin Kak Hanif, ya."

Kali ini Radika yang balas menatap Zio aneh, "Apaan sih, orang emang bener." Ucapnya tak terima, "Yang ada lo cil, yang gue aduin ke Hanif, keluar kok gak bilang-bilang, mampus nanti dimarahin."

"Ya gue bilang aja, Kak Dika yang gak ngebolehin gue buat izin, nah mampus Kak Dika yang dimarahin." Balas Zio dengan tawa menyebalkan, membuat Radika menatapnya datar.

DisparateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang