Living together

1.3K 207 113
                                    

"Kalo gak mau keduluan lagi mending langsung gas aja, Nif. Kemaren Kala bilang ke gue kalo yang deketin Zio itu banyak, bahkan guru magang di sekolahnya juga masih berusaha deketin dia sampe sekarang."

Begitulah yang Radika sampaikan pada Hanif kemarin siang, benar atau tidaknya Hanif juga tidak tau, tapi perkataan lelaki itu terus saja berputar dikepalanya.

Hanif tak benar-benar paham perasaan seperti apa yang ia miliki sampai-sampai dengan lancang mengajak Zio tinggal di apartemennya, ini semua diluar rencana awal, Hanif semulanya ingin membelikan Zio unit apartemen lain di gedung yang sama, tapi mulutnya malah berucap hal yang lain, yang semoga saja Zio tak berpikiran macam-macam tentang dirinya.

Satu jam sebelumnya, Hanif sudah mengabari Zio akan menjemput lelaki itu untuk pindahan, Hanif juga sudah berada di area perumahan Zio sekitar 20 menit yang lalu, namun belum juga dirinya mengabari yang lebih muda. Hanif malah berdiam diri didalam mobilnya.

Baru saja hendak turun, mata Hanif menyipit kala seorang gadis yang sangat familiar masuk ke pekarangan rumah susun, kalau Hanif tidak salah, gadis tadi adalah teman kerja Zio.

Ketika dirasa seseorang tadi sudah tak berada dipandangannya, Hanif turun dari mobil, ikut berjalan pelan menuju gerbang. Dari tempatnya berdiri sekarang, bisa ia lihat gadis tadi menuju kediaman Zio, bahkan dengan jelas keduanya berpelukan didepan pintu, alis Hanif bertaut, dengan segera mengambil ponselnya disaku celana.

"Zi, saya udah didepan, ya." Ucapnya ketika telepon tersambung.

Tak membuat Hanif menunggu lama, sekitar 5 menit setelahnya Zio datang, tentu saja dengan gadis tadi disebelahnya, menebar senyum manis membuat Hanif tersenyum miring. "Barangnya cuma ini aja?" Tanyanya pada Zio, ketika hanya melihat dua kardus ditangannya dan satu tas ransel yang ia sandang.

Rezio mengangguk, lalu mengikuti Hanif ke bagian belakang mobil.

Tak langsung masuk kedalam mobil, Zio menyempatkan diri memeluk gadis tadi sekali lagi. Hanif hanya bisa menghela napas melihatnya, menurutnya Zio terlalu berlebihan.

"Pacarmu, ya?" Tanya Hanif langsung ketika Zio masuk.

Mobil berjalan dengan pelan, diiringi kekehan ringan Zio, "Emang kayak pacaran, ya?" Ia malah bertanya balik.

Tapi Hanif malah mengedikkan bahunya pelan.

"Bukan, Kak." Ucap Zio, membuat Hanif menoleh kearahnya, "Namanya Misyella, sahabat saya."

Hanif hanya mengangguk-anggukan kepalanya perlahan, "Oh sahabatan." Balasnya, "Friendzone?"

Zio mendelik disebelah yang lebih tua, "Kenapa bilang begitu?"

"Soalnya pelukan kayak tadi." Jawab Hanif sekenanya.

Mengerutkan bibirnya, Zio dibuat heran, "Emangnya Kakak gak pernah pelukan sama temen kah?"

Hanif menggeleng, "Nggak lah, ngapain." Jawabnya, "Kalo temenan gak pelukan."

Alis yang lebih muda bertaut, "Emangnya pelukan itu untuk orang pacaran doang?" Tanyanya lagi, yang langsung dibalas Hanif dengan anggukan kepala, "Oh iya kah? Saya baru tau, pasti Misyella aneh banget sama saya selama ini."

Lagi, Hanif mengangguk cepat, "Makanya gak boleh peluk orang sembarangan." Ucapnya.

Zio tersenyum disebelah Hanif, langsung mengangguk patuh, "Iya, Kak."

Sedangkan Hanif hanya bisa mengulum senyum, sedikit terhibur dengan tingkah polos Zio tadi.

🏷️

Mengetuk pelan pintu kamar Zio, Hanif tersenyum kala yang lebih muda menoleh, "Makan dulu, nanti beres-beres lagi." Ucap Hanif yang langsung dibalas anggukan.

DisparateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang