It's all yours tonight

1.6K 189 40
                                    

"Semua fotonya udah gue kirim ke email lo." Ucap Kala, lantas berdiri hendak pergi dari ruangan Hanif.

Hanif mengangguk, "Gak ada kendala, kan?"

"Aman."

Raysa sudah berada di Vatikan seperti yang sudah Hanif rencanakan, ada beberapa orang yang ia tugaskan untuk menjaga keamanan rumah itu, juga orang yang mengawasinya dari jauh.

Hanif tak pernah main-main dengan ucapannya ketika akan memberitahu Raysa tentang apa itu 'membusuk sendirian' seperti yang gadis itu ucapkan.

Hanif menghela napasnya, "Gue mau minta tolong satu lagi." Ucapnya, "Kayaknya ini bakalan jadi tugas terakhir lo, Kal."

Ucapan itu membuat Kala menaikkan alis, "Tugas apa?"

"Nyari keluarga Zio." Jawabnya, "Gue yakin masih ada keluarganya, Kal, entah bibi atau pamannya, atau malah neneknya. Gue pengen dia ketemu keluarganya."

Alisnya bertaut, Kala duduk kembali, "Gimana kalo seandainya keluarga dia jahat, Nif? Dan pada akhirnya mereka manfaatin Zio? Bukannya lebih baik mereka gak tau kalo Zio tuh anggota keluarga mereka yang hilang."

Hanif diam, sebenarnya banyak sekali pertimbangannya selama ini. Tapi, bukankah lebih baik kalau Zio tau keberadaan keluarganya, agar dia tak merasa benar-benar sendirian didunia ini.

"Soal itu, kita pikirin nanti."

Kala menghela napasnya, lantas mengangguk. "Gue usahain." Katanya, lantas pergi keluar.

🏷️

Zio berbaring disofa depan televisi, sedangkan Hanif memeluknya dari belakang. Tiba-tiba ide jahil muncul dikepalanya, Zio membaringkan badannya telentang, membuat Hanif menaikkan alis, "Kenapa, sayang?"

"Aku kayaknya lagi pengen sesuatu deh." Katanya, "Apa ya, Mas, aku pengen makan sesuatu."

Tersenyum sesaat, Hanif mencubit pelan pipi Zio, "Mau makan apa, sayangku? Mau pesen? Bentar, Mas ambil hp dulu."

Tapi pergerakkan Hanif segera dicegah Zio, membuat yang lebih tua menatapnya bingung, "Kita aja yang beli, Mas, ayo kita beli."

"Gak mau pesen aja?" Tanya Hanif memastikan yang dibalas gelengan kepala oleh yang lebih muda, "Emangnya bisa jalan, pinggangnya gak sakit lagi?"

Zio mengangguk ribut, "Bisa Mas Hanif, ayo kita sekalian jalan-jalan." Bahkan saking semangatnya, Zio dengan cepat bangkit dan berlari menuju kamar, lelaki ini mengambil puffer jacket miliknya.

"Jangan lari, sayang. Mas gak kemana-mana, santai aja, Mas tungguin." Hanif memperingati.

"Ayo, Mas." Katanya.

Hanif bangkit dari duduknya, menggenggam erat tangan Zio yang berjalan disebelahnya, mereka memasuki lift. Hanif mengambil jaket yang dipegang Zio, menuntun tangan yang lebih muda untuk memakainya, membuat kekasihnya itu tertawa pelan.

"Mas Hanif gak pake jaket?" Tanyanya.

Menggelengkan kepalanya, Hanif menoleh, "Kan kalo kedinginan, ada kamu." Ucapnya, membuat tawa Zio menguar.

Sampai di basement, Hanif membukakan pintu untuk Zio, turut memakaikan seat belt sebelum menutup pintunya kembali, dan sedikit berlari mengitari mobil.

Mobil dijalankan dengan kecepatan sedang, "Zio mau makan apa?" Tanyanya lagi.

"Aku gak tau, Mas Hanif, menurut Mas apa ya?" Ia malah balik bertanya, membuat Hanif mengerutkan alis. Sepertinya, malam ini memasuki waktu Zio mode rewel.

DisparateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang