She said, see you soon

1.5K 221 96
                                    

Zio sudah tau sebenarnya ia tak akan diizinkan bepergian hanya berdua saja dengan Radika, tapi mau bagaimana lagi, Zio sudah tak memiliki pekerjaan, dan yang ia lakukan sedari pagi di kantor hanya berjalan-jalan dan berbaring menonton video lucu.

Maka dari itu, ketika Radika menanyai keberadaannya lewat pesan, Zio langsung mengatakan bahwa ia tengah berada di ruangan Hanif, sembari menunggu kekasihnya itu selesai rapat.

Keduanya membuat rencana, ingin berjalan-jalan keluar, menyusuri semua mall di ibukota untuk berbelanja. Tapi, yang membuat Zio ragu adalan Hanif yang tentunya tak akan memberikan izin.

"Lo harus pinter ngebujuknya, Zi." Itulah yang tadi Radika katakan padanya, serta arahan agar Zio bertingkah manis.

Dirasa tak bisa menunda lagi, Zio berjalan mendekati Hanif, yang sekarang sedang bergulat dengan laptop didepannya. "Kak Hanif." Panggilnya pelan.

Hanif dengan cepat menoleh, mengarahkan semua fokusnya pada yang lebih muda, "Kenapa sayang, hm?" Tangannya meraih pinggang Zio untuk dirangkul.

Dada Zio rasanya bergemuruh, "Errr—boleh gak, kalo aku sama Kak Dika—"

"Gak boleh." Hanif memotong ucapan Zio.

Lelaki ini memejamkan matanya, sudah tau betul dengan jawaban yang akan Hanif berikan.

"Dengerin dulu." Rengek Zio, membuat Hanif menatapnya sembari menaikkan alis, "Aku sama Kak Dika mau jalan-jalan sekalian belanja. Boleh ya?"

Hanif menghela napas kemudian menggeleng, "Berdua aja?"

"Nanti katanya Kak Jana nyusul, kami bertiga."

Kembali, sang kekasih memberikan gelengan kepalanya. Ah, memang sudah tak ada cara lain, batin Zio. Lelaki ini berdecih pelan, sebelum memutuskan untuk duduk dipangkuan Hanif, membuat yang lebih tua kebingungan.

"Mas Hanif." Ucapnya, membuat kerutan bingung semakin tercetak jelas diwajah Hanif. "Boleh ya, aku pergi sama Kak Dika."

"Gak, Zio."

Semakin tak diberikan izin, semakin menjadi-jadi rengekan Zio. "Ayolah, Mas Hanif." Katanya, "Besok-besok gak lagi deh, hari ini aku bosen banget."

Hanif sedikit tersenyum ketika Zio bergelayut manja padanya, tangan mengusap-usap rambut Zio yang sekarang meletakkan kepalanya didada Hanif, "Emangnya gak mau nunggu Mas selesai kerja dulu?"

Kening Zio mengerut ketika Hanif menyebut dirinya dengan 'Mas' seperti Zio memanggilnya barusan, apakah lelaki ini menyukai panggilan itu?

"Mainnya kan bertiga bareng Kak Dika sama Kak Jana, kan kalo pergi sama Mas Hanif udah sering." Ucapannya dibuat lesu, Zio seperti kehilangan tenaganya.

Hanif menghela napasnya lagi, "Tapi hp kamu harus selalu aktif, ya."

Zio menegakkan badan, lelaki ini menatap Hanif dengan mata yang membola, "Mas Hanif kasih izin?" Ia kembali bertanya.

Anggukan kepala dari yang lebih tua mampu membuat Zio tersenyum sumringah, "Nanti waktu Mas telfon, langsung angkat, ya." Hanif berkata serius, yang diberi anggukan kepala antusias oleh Zio, "Nanti kalo Mas pulang, langsung Mas jemput."

Zio bangkit dari duduknya, baru saja hendak menyambar tas selempang yang sedari pagi ia bawa, sebelum panggilan dari Hanif kembali membuatnya menoleh.

Hanif menyerahkan sebuah kartu pada Zio, yang langsung diambilnya dengan tampang bingung, sebuah black card dengan nama Hanif tertera di sana, "Apa ini, Mas?" Ia bertanya.

"Buat belanja." Jawabnya, "Beli apapun yang kamu mau."

Zio menaikkan alis, membolak balik kartu itu sebelum tersenyum lebar, kembali mendekati Hanif, Zio memeluk kekasihnya itu dan membubuhkan satu kecupan dipipi yang lebih tua, membuat Hanif menatapnya terkejut.

DisparateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang