The sunset on the pier

1.5K 192 40
                                    

"Zio belum bisa ditinggal Pa, Hanif gak tega kalo dia sendirian di rumah." Hanif berbicara pada sang Ayah di telepon, memberitahukan alasan absennya dari kantor selama dua hari berturut-turut.

Sang Ayah terdengar menghela napas, "Papa sih gak masalah, my son. Kamu udah ngasih tau Dipta? Kasian tuh dia lembur terus."

Hanif menundukkan kepalanya sesaat, "Udah ngasih tau, Pa. Tapi kan gak semuanya Dipta yang ngerjain, masih Hanif juga separuhnya. Jadi kayaknya masih aman sih."

"Yasudah, kamu pasti lebih tau pekerjaanmu." Ucap sang Ayah dari sebrang, "Luangkan waktu kamu sama Zio, pasti perasaannya sedih banget. Nanti Papa transfer uang ya, my son, belikan apapun yang Zio mau, anggap aja ini sebagai hadiah dari Papa."

Tanpa sadar Hanif mengangguk, membalas ucapan sang Ayah dengan kata terima kasih, lalu mematikan panggilannya. Lelaki ini berjalan pelan menuju kamar, membuka perlahan pintu agar tak mengganggu yang lebih muda.

Hanif menghela napasnya, ketika kembali menemukan sang kekasih nampak melamun sembari duduk ditepian ranjang. Hanif mendekat, memberikan senyumnya yang dibalas oleh Zio dengan senyum tipis.

Berjongkok dihadapan Zio, Hanif menggenggam tangan itu erat, "Kamu mau nonton? Mau belanja? Mau kulineran?" Tanyanya bertubi-tubi, "Ayo kita ngedate."

Zio menarik sudut bibirnya, "Mas gak kerja lagi?" Ia malah balik bertanya.

Sang kekasih menggelengkan kepala, "Hari ini semua waktunya Mas buat Zio, bahkan kalaupun Zio minta seminggu ke depan buat liburan, Mas pastiin bisa." Jawabnya, "Kamu mau ke Eropa? Ada negara yang pengen kamu kunjungi? Ayo datengin bareng-bareng."

"Kenapa tiba-tiba mau liburan?" Kekehnya, "Aku gak mau kemana-mana, Mas."

Sekarang giliran Hanif yang cemberut, "Gak mau kemana-mana?" Ia mengulang ucapan Zio, "Tapi Mas pengen ngedate bareng kamu tuh."

Zio mengulum bibir, "Ngomong-ngomong soal ngedate, aku sebenernya punya date impian." Melihat yang lebih tua menaikkan alisnya, Zio kembali menarik ujung bibir, "Tapi karna masanya udah lewat, jadi aku pikir, yaudah."

"Emang date impian kamu kayak gimana?" Hanif bertanya.

Nampak berfikir, yang lebih muda terkekeh ketika melihat wajah Hanif yang sangat penasaran dengan jawabannya. "Aku pengen date pake baju sekolah." Lelaki ini kembali tertawa pelan, "Aneh sih, tapi aku cuma mau ngerasain jalan-jalan setiap pulang sekolah sama pacarku, main dulu sebelum pulang ke rumah, atau belajar bareng waktu ngerjain tugas."

Hanif nampak menaikkan alis, lalu kemudian senyumnya merekah, "Kita bisa jalan-jalan seharian pake baju sekolah kalo kamu mau." Katanya, "Nanti kita ke sekolah Mas dulu, trus main sebelum pulang ke rumah kayak yang kamu bilang, pokoknya satu hari kita habisin sebagai anak SMA. Kamu mau?"

Mata Zio berbinar, "Beneran?" Tanyanya memastikan, yang lebih tua nampak mengangguk ribut dengan senyum merekah dibibir, Zio ikut tersenyum lebar karenanya. "Makasih banyak, Mas."

"Just tell me what you want, kalo Mas bisa, pasti Mas usahakan."

🏷️

Hanif mengerutkan alis, merasa seragam yang dipakainya sudah tak cocok lagi, sedangkan Zio menekuk bibir, kekasihnya itu sangat tampan, bagaimana bisa ia bepergian dengan penampilan Hanif yang seperti ini, "Mas, pasti dulu banyak yang naksir kamu, ya?" Tanyanya, lelaki ini melipat tangannya didepan dada.

Terkekeh sesaat, Hanif menggeleng, "Kan gak pernah pacaran." Jawabnya. "Kamu masih cocok tau, Zi, beneran masih kayak anak SMA." Kembali melihat kearah cermin, Hanif menghela napas, "Mas kayaknya udah gak cocok deh."

DisparateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang