Hanif perlahan bangkit, menyandarkan punggungnya pada headboard, karna takut membangunkan Zio yang sedang tertidur pulas disebelahnya. Ponsel lelaki ini beberapa kali berdering, ada beberapa panggilan masuk dari kala pagi ini.
"Gimana?" Hanif bertanya to the point, lelaki ini sudah melimpahkan semua tentang Raysa pada Kala, atas perintah mutlaknya pula, Kala memindahkan Raysa ke tempat yang jauh dan terpencil.
Ada helaan napas dari seberang, "Mereka udah berangkat ke Vatikan semalem, lo kemana sih, ditelpon kaga diangkat-angkat." Keluhnya, "Palingan nanti sore sampe, kalo ada infonya gue kabarin lagi."
Hanif memilih mengasingkan Raysa ke Vatikan, salah satu negara yang terpencil dengan populasi manusia yang tak sampai beribu-ribu jiwa.
Ada satu rumah yang ketat penjagaannya, yang letaknya cukup jauh dari rumah-rumah lain. Nantinya Raysa akan berada di sana, sampai jangka waktu yang belum bisa Hanif putuskan.
Lelaki ini hanya memberikan pelajaran pada Raysa agar ia jera, dan tak melakukan hal macam-macam lagi pada Hanif dan keluarganya, apalagi sekarang ada Zio, yang ditawari permen oleh orang aneh dijalan pun pasti diterimanya karena kasihan.
"Nanti kabarin gue lagi." Jawab Hanif sekenanya, sebelum mematikan telepon.
Disebelahnya Zio menggeliat, "Mas?" Panggilnya pelan, membuat Hanif menatapnya dengan senyum lebar dibibir, tangan yang lebih tua mengusap pelan pipi Zio, sedangkan kekasihnya itu masih kesusahan membuka mata.
"Morning, Babe." Suaranya masih parau, mendengar itu, Zio mendongak.
Alisnya naik, mendapati Hanif tengah bersandar memainkan ponsel tanpa memakai atasan sama sekali.
Merasa diperhatikan, Hanif menoleh, mendapati sang kekasih tengah menatapnya, ia terkekeh pelan. "Kenapa sayangku?" Tanyanya, Hanif kembali berbaring disebelah Zio, memeluk sang kekasih dengan beberapa kali membubuhkan kecupan tipis didahinya.
"Sakit." Ucap Zio, "Pinggangku sakit."
Hanif menaikkan alis, lantas tangannya masuk kedalam selimut yang menutupi badan Zio sebatas pundak itu, mengelus pinggang sang kekasih pelan dengan tangan kirinya, "Sakit? Mas minta maaf, ya." Ucapnya.
"Eung." Menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Hanif, Zio kembali memejamkan mata.
"Zi." Hanif memberi jeda ucapannya, "Beberapa waktu yang lalu, Mas udah nyari beberapa wedding organizer yang bagus."
Mata Zio yang semula terpejam, kembali terbuka. Lelaki ini menatap Hanif dengan menaikkan sebelah alisnya, "Wedding organizer?"
Menganggukkan kepalanya, Hanif membalas tatapan mata Zio, "Mas gak bakalan maksa kalo Zio memang belum siap." Katanya, "Semuanya tergantung Zio, Mas gak masalah mau selama apapun, Mas bisa nunggu."
Zio mengerucutkan bibir. Semenjak pertama kali Hanif menyatakan perasaannya pada Zio, lelaki itu sudah bilang ingin menjadikan Zio sebagai suaminya, bukan hanya seorang pacar. Zio tentu saja kaget, ia tak pernah menjalin hubungan apapun sebelumnya, ia hanya pernah menyukai seniornya dulu waktu dibangku SMA.
Sekarang, apakah secepat ini?
Lelaki ini tidak bisa berfikir, "Aku mau." Zio membuka suara, "Tapi, Mas, kalo dalam waktu dekat... aku..."
Belum selesai Zio berbicara, Hanif sudah memeluknya erat, "Gapapa, kalo belum sekarang ataupun belum dalam waktu dekat, gapapa, Mas gak masalah, Zi." Katanya, "Kapanpun Zio siap, bilang sama Mas."
Menganggukkan kepalanya, Zio menghela napas, "Maaf." Ujarnya, membuat Hanif menoleh.
"Gapapa sayang, kenapa minta maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Disparate
Teen FictionSpin off Different. Cerita ini tentang Hanif, dan segala sesuatu yang terjadi dihidupnya selama ini. • 23 Januari - 15 Juni 2023. highest rank; #1 parkjeongwoo 18/04/23 #2 parkjeongwoo 20/04/23 ©hjwenthu, 2023