Ketukan pintu yang terdengar tidak santai itu membuat tiga orang yang tengah berbincang diruang tamu menoleh, Radika sudah diam sembari berpikir, sedangkan Zio melihat kearah Jana.
Bangkit dari duduknya, Jana berjalan pelan. Membuka pintu apartemennya, lelaki ini menaikkan alis, mendapati Hanif dengan wajah datarnya berdiri di sana.
"Zio di sini?" Hanif bertanya, dan Jana mengangguk.
Lelaki ini membuka pintu sedikit lebih lebar, "Zio, udah dijemput." Katanya, membuat mata yang lebih muda membola kaget, lantas menoleh kearah Radika sesaat sembari menyambar tas selempang miliknya. Mati gue Kak Dika, ucapnya tanpa suara.
Zio menundukkan kepalanya berjalan ke depan, melambaikan sesaat tangannya pada Jana sebelum berjalan dibelakang Hanif, mengikuti kekasihnya itu masuk kedalam lift diujung lorong.
Hanif tak mengucapkan sepatah katapun, bahkan lelaki itu yang biasanya selalu menggenggam tangan Zio ketika keduanya berjalan bersama, kini hanya membiarkan Zio berjalan dibelakang dengan tangannya yang tersampir disaku celana bahannya.
Bukan main degup jantung Zio rasanya, gugup sekali, Hanif sepertinya akan mendiamkan Zio lagi seperti dulu itu.
Zio tak berani membuka suara sama sekali, lelaki ini bahkan meremas bagian bawah kaos yang ia pakai, segala pikiran buruk mulai mengusiknya. Bagaimana kalau Hanif terus mendiamkannya?
Keduanya memasuki mobil, kalau biasanya yang lebih tua akan membukakan pintu untuk Zio, tapi sekarang lelaki itu langsung masuk kedalam mobil, meninggalkan Zio sendirian mengitari mobil sebelum duduk manis dikursi penumpang.
Duduk diam dalam keheningan seperti ini membuat yang lebih muda tak nyaman, kepalanya terus menoleh kearah jendela, melihat jalanan yang ramai, ikut mengabaikan Hanif yang sejak tadi mendiamkan dirinya itu.
Zio tau dirinya salah, tak mengabari kekasihnya itu ketika pergi bersama Radika, tapi haruskah Hanif sampai mendiamkan Zio sampai begini?
Kepalang kesal, Zio langsung saja turun ketika keduanya sudah sampai di basement, langsung menuju pintu dan menaiki lift diikuti Hanif yang menenteng jasnya dibelakang.
Zio melipat tangannya didada, wajahnya sedikit cemberut. Balik mendiamkan Hanif, Zio memilih langsung keluar ketika lift terbuka, dan langsung membuka apartemen.
Namun, ketika memasuki kediaman keduanya itu, tangannya mendadak dicekal Hanif, lelaki ini berbalik, "Mas Hanif jangan marah." Ucap Zio dengan bibir yang menekuk kebawah.
Hanif menaikkan sebelah alis, "Mas gak marah." Balas Hanif.
Zio mendelik, bagaimana Hanif bisa berkata demikian disaat lelaki itu mendiamkannya sejak tadi, "Terus kenapa Mas diemin aku?"
"Kamu sendiri tau jawabannya."
Zio menghela napas, "Udahlah Mas." Katanya, lelaki ini hendak menarik tangannya dari cekalan Hanif, namun cekalan tersebut semakin terasa kuat. "Lepas, Mas. Sakit."
Hanif mendekati Zio, "Jadi sekarang udah berani kemana-mana gak bilang, ya?" Tanyanya, membuat Zio perlahan memundurkan badan, "Udah berani gak ngasih kabar, bahkan hp kamu gak aktif waktu Mas telpon."
Zio berkali-kali lipat lebih gugup dari sebelumnya, "Maaf..." Cicitnya, sekarang Zio sudah tak bisa mundur, karna dibelakangnya ada sofa, lelaki ini sebisa mungkin menatap kearah lain, asal tidak pada mata Hanif yang sekarang berada tepat didepan wajahnya ini.
Menumpukan tangannya pada sofa, Hanif mengukung Zio, membatasi pergerakan yang lebih muda, juga menepis jarak diantara keduanya.
"Kenapa minta maaf?" Hanif bertanya dengan suara beratnya, menampilkan seringai tipis diujung bibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disparate
Fiksi RemajaSpin off Different. Cerita ini tentang Hanif, dan segala sesuatu yang terjadi dihidupnya selama ini. • 23 Januari - 15 Juni 2023. highest rank; #1 parkjeongwoo 18/04/23 #2 parkjeongwoo 20/04/23 ©hjwenthu, 2023