Selesai memesan minuman di kasir, Zio berjalan pelan kearah meja nomor 04 seperti yang Raysa beritahukan padanya lewat pesan singkat tadi.
Lelaki ini tersenyum sedikit canggung, "Hallo Kak Raysa, maaf ya nunggu lama." Ucapnya, lalu duduk ketika wanita cantik itu mempersilahkannya untuk duduk tepat didepannya.
Zio tidak bisa berpikir, benarkah yang ia lakukan saat ini, kabur dari kantor Hanif tanpa memberitahu lelaki itu tujuan jelasnya. Zio hanya ingin pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal ini terjawab, sebab sudah pasti Radika tak akan banyak omong soal ini.
"Lo gak ngasih tau Hanif kan?" Raysa bertanya memastikan, lalu Zio mengangguk pelan sembari tersenyum. "Gue gak nyangka deh ternyata lo pacarnya Hanif."
Harus bagaimana Zio merespon ucapan barusan, lelaki ini sesekali tertawa hambar, tak tau harus menjawab apa ketika Raysa membawa-bawa hubungannya dengan Hanif.
"Kak Raysa satu sekolah sama Kak Hanif ya waktu SMA?" Zio mempertanyakan apa yang sempat Raysa katakan padanya kemarin ketika keduanya tak sengaja bertemu.
Raysa terkekeh, wanita ini lantas mengangguk, "Kelas 10 doang sih." Jawabnya, "Waktu kelas 11 udah beda kelas, trus kelas 12 gue pindah." Jelas wanita ini, dan Zio mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti, "Hadif masih sama Jana?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, Zio menaikkan alis, "Masih, mereka kan udah tunangan." Jawabnya, "Kakak tau tentang mereka?"
Wanita ini tersenyum kecil, "Mereka itu udah bareng dari lama, waktu masih kelas 11." Zio memang sudah tau tentang hubungan keduanya yang sudah terjalin lama, namun tak menyangka kalau sudah selama ini, mendapat respon terkejut dari yang lebih muda, Raysa tertawa, "Gue sebenernya malu mengakui ini, tapi gue mantannya Hadif. Jadi, gue cukup deket juga sama Hanif."
Zio kembali menaikkan alis ketika mengetahui rahasia yang selama ini tak ia tau, Zio benar-benar tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya mengetahui kalau Raysa adalah mantan pacar Hadif. "Oh ya?" Cicit Zio pelan.
"Setelah putus dari gue, Hadif mulai deket sama Jana." Katanya, "Tapi dulu gue pikir Jana deket banget sama Hanif, maksud gue keduanya kayak saling suka, gue juga kaget banget ternyata dia jadian sama Hadif."
Zio mematung, jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya, "Kak Hanif pernah deket sama Kak Jana?"
Raysa menaikkan alisnya, "Loh Hanif belum kasih tau lo tentang semua ini ya?" Tanyanya memastikan ketika melihat raut gusar diwajah lelaki didepannya itu, "Sorry, gue harusnya gak cerita ini." Lanjutnya.
Tersenyum getir, Zio menarik napasnya, "Kak Hanif belum pernah cerita tentang masa lalunya." Lelaki ini berucap, "Gapapa Kak Raysa, ceritain aja semuanya yang Kakak tau."
"Beneran gapapa?" Raysa memastikan, setelah mendapat anggukan kepala dari Zio, wanita ini menghela napasnya, "Iya, dulu Hanif sempet deket sama Jana sebelum Jana jadian sama Hadif, hubungan Hanif sama Hadif juga sempet memburuk, yang biasanya makan bareng di kantin, jadi renggang karna Hanif bareng anak OSIS yang lain, sedangkan Hadif berdua sama Jana." Raysa benar-benar menceritakan semuanya pada Zio, "Makanya waktu kemaren lo bilang pacarnya Hanif, gue kaget banget. Soalnya lo mirip banget sama Jana, bahkan gue sempet ngira lo itu Jana."
Zio diam seribu bahasa, tubuhnya mendadak lemas bahkan lebih lemas daripada tadi pagi. Sebenarnya apa yang Raysa coba sampaikan padanya? Apa karna wajahnya yang mirip dengan Jana, makanya Hanif menyukainya?
"Ditambah juga hubungan Hanif sama Jana kan, masih canggung sampe sekarang." Wanita ini menghembuskan napas pelan, "Zi, sorry. Gue ke toilet dulu, ya."
Lelaki ini hanya diam tanpa mengatakan apapun, bahkan ketika ia mengangkat wajah, Raysa sudah tak lagi berada didepannya, melainkan orang lain yang menatapnya tajam. "Bilangnya ke cafetaria, kenapa bisa sampe ke sini, Zio?"
Meneguk ludahnya, Zio kembali menundukkan wajah.
Hanif mengambil tangan itu paksa, "Balik ke kantor sekarang."
Zio bangkit, wajahnya memerah menahan tangis, "Aku mau pulang."
"Kita udah sepakat untuk pulang waktu makan siang nanti." Hanif terlihat marah, lelaki ini menekan setiap kata yang ia ucapkan, membuat bibir Zio bergetar.
Banyak pengunjung lain yang memperhatikan keduanya dengan tatapan tertarik, sepasang kekasih yang tengah bertengkar ditempat umum seperti ini memang selalu menarik perhatian, kan?
Zio menepis tangan kekasihnya itu, "Aku mau pulang." Ucapnya final.
Hanif terdiam sesudahnya, ini pertama kali Zio bersikap seperti ini, bahkan lelaki itu menahan tangisnya, apa yang sebenarnya terjadi di sini?
Mengikuti Zio yang berjalan cepat keluar coffee shop, Hanif kembali mencekal pergelangan tangan yang lebih muda ketika keduanya berada di tepian jalan, "Iya, kita pulang."
🏷️
Hanif rasanya hampir hilang akal ketika Zio menolak berbicara padanya, bahkan si manis mengurung diri di kamarnya sendiri sejak pulang tadi.
Sudah mencoba mengetuk pintu dan memohon agar Zio membukanya, tapi nihil. Tak ada yang terjadi bahkan setelah berjam-jam Hanif duduk didepan pintu kamar Zio.
Pulang dari kantor tanpa memberitahu, Hanif mendapat puluhan panggilan masuk, juga pesan yang mengatakan bahwa rapat akan dimulai 30 menit lagi.
Hanif tak mungkin membatalkan rapat kerjasama ini.
Mencari nama Radika, Hanif menghubungi sahabatnya itu untuk datang ke rumah, walau sempat menolak, akhirnya Radika mengiyakan, ketika mendengar erangan frustasi dari lawan bicara.
Masih sama seperti sebelum-sebelumnya, keadaan hening, yang lebih muda masih tetap pada pendiriannya, tak ingin berbicara pada Hanif untuk saat ini, "Sayang, kalo kamu gak ngomong, Mas gak tau masalahnya apa." Hanif menghela napas pelan, "Maafin Mas ya, Zi, Mas tadi sempet marah-marah, Mas khawatir waktu ke cafetaria dan gak nemuin kamu di sana."
Panggilan masuk dari Dipta membuat Hanif kembali menghela napasnya, "Sayang, katanya Radika sebentar lagi sampe sini, Mas harus balik ke kantor." Ucapnya, "Gapapa kalo belum mau ngomong sama Mas, tapi jangan ngurung dari dalam kamar, ya. Mas usahain pulang cepet habis ini."
Mendengarkan rentetan kata yang Hanif ucapkan, juga perlahan suara kaki yang lebih tua berjalan menjauh, Zio tertunduk dengan air mata yang menggenang di pelupuk.
Zio bingung.
Tentu saja yang Raysa ceritakan adalah bagian dari masa lalu Hanif, tapi mendengar bahwa ia mirip dengan Jana, juga sang kekasih yang ternyata pernah menyukai Jana, Zio merasa bodoh. Apa benar perasaan Hanif murni untuknya, atau dirinya ini hanya sebagai bayang-bayang Jana?
Zio tidak pernah tau apa yang dirasakan Hanif di masa lalu, dari cerita yang ia dengar dari Radika, Zio yakin sesuatu yang menyakitkan pernah terjadi. Zio kembali teringat ketika Radika pernah bilang, dulu Hanif pernah menyukai seseorang, tapi keduanya tak pernah menjalin hubungan lebih, apa itu bersama Jana?
Air mata kembali turun membasahi pipi, Zio merasa kasihan pada dirinya sendiri.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.