Radika's plan

1.2K 206 85
                                    

Rezio mendadak gugup ketika Kak Anita—rekan kerjanya—memanggil, karna seseorang ingin bertemu dengannya. Lelaki ini bingung, pasalnya tak memiliki masalah pada seseorang, juga tak merasa memiliki hutang, ataupun janji dihari selasa yang cerah ini.

Sudah mendapati seseorang yang mencarinya, Zio mengerutkan alis, seseorang didepannya ini adalah orang yang sama dengan orang yang dulu pernah menanyai umurnya.

"Hallo, Kak, ada keperluan apa, ya?" Zio bertanya dengan gugup.

Sang lawan bicara yang semula fokus pada jendela, mulai menoleh, ia menggunakan kacamata hitam membuat Zio menaikkan alisnya, "Zio, ya? Duduk dulu di sini, Zi." Ia mempersilahkan Zio.

Zio berdehem, "Ada apa, ya?"

Lelaki bersetelan hitam didepannya ini mulai menaikkan kacamata, membuat mata coklatnya terlihat oleh Zio, ia mengulurkan tangan, "Kenalin, nama gue Radika." Zio dengan cepat menyambut uluran tangan tersebut, "Gue gak ada maksud apa-apa sih, cuma mau nanya beberapa hal."

Walau dilanda kebingungan, Zio masih tetap diam.

"Hm, lo deket sama Hanif, ya?"

Rezio kaget, apakah saat ini ia sedang dilabrak pacar Hanif, atau mungkin tunangannya? Lantas gelengan kepala Zio berikan, "Gak deket, kok. Cuma kita temenan, beberapa kali ketemu, hm... maksudnya gak sengaja ketemu."  Panik, Zio panik.

Alis Radika bertaut, Zio nampak takut, apakah ia berakting terlalu berlebihan?

"Lo jangan mikir macem-macem, gue bukan pacarnya Hanif, kok." Radika menjelaskan, "Sorry bikin lo salah sangka, gue kesini cuma pengen tau kedekatan lo sama Hanif aja, soalnya dia lagi nyari asisten pribadi, trus katanya mau rekrut orang yang deket-deket aja, makanya gue nanya kedekatan lo sama dia."

Zio mengerutkan alis, "Maksudnya apa?" Ia masih tak mengerti.

Namun kesabaran Radika nampaknya kian menipis, lelaki ini menghela napas, "Gue mau nyalonin lo jadi asisten pribadinya Hanif."

"Gue?" Tanyanya lagi, "Kenapa harus gue?"

Radika mengedip beberapa kali, belum sempat memikirkan alasan atas tanya Rezio tadi. Lelaki ini nampak mengerucutkan bibir, "Ya pokoknya harus lo." Tukasnya, "Soalnya gue liat kalian deket, lo pernah pergi bareng Hanif, kan? Artinya kalian deket."

"Eh gak—" Baru saja hendak menyela ucapan Radika, namun lelaki itu terlihat memasang tampang sedih.

"Hanif tuh tinggal sendirian tau, belum lagi kerjaannya banyak, mana masih kuliah juga." Radika melihat kearah langit-langit, sesekali menyeka matanya agar tak keluar air, "Ayahnya tinggal jauh, sedari kecil ditinggal ibunya. Lo tau gak dia tuh berjuang banget buat sampe kayak sekarang, ih gue jadi sedih deh." Ucapnya, "Mana dia tuh ya, susah banget deket sama orang baru, makanya waktu gue liat lo bareng dia, agak kaget sih, keliatannya dia nyaman sama lo."

Rezio bingung, kembali lagi teringat dengan pertemuannya dengan Hanif di taman kantor tempo hari, lelaki itu memang kelihatan lelah dan sedih, hati Zio sedikit terenyuh. "Tapi, gue kan udah ada kerjaan, Kak."

Radika menutup mulutnya, sesekali memejamkan mata, lelaki ini benar-benar terlihat akan menangis, "Gue bingung banget, Zi, sebenernya. Gue gak tau mau nyari orang siapa lagi." Ucapnya, "Haduh, Hanif. Malang banget nasibnya ya Tuhan."

Rezio kalang kabut, "Jangan nangis dong." Ia berusaha menenangkan, "Emang butuh banget, ya?"

Dengan cepat mengangkat pandangnya, Rezio sampai dibuat terkejut ketika Radika tiba-tiba melotot kearahnya, "Butuh banget." Katanya cepat, "Gue tuh bener-bener peduli sama Hanif, gue gak mau dia sendirian, bayangin kalo dia lagi stress tiba-tiba loncat dari lantai 30, ih amit-amit deh." Lelaki ini bergidik.

DisparateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang