You deserve someone who loves you

1.5K 210 112
                                    

Hari masih pagi, dan Radika sudah bertandang ke kediaman Hanif, tentunya atas suruhan lelaki itu yang memintanya menjaga Zio selama ia bekerja.

"Vitaminnya diminum ya, saya pulang cepet hari ini." Ucap Hanif sembari mengusap puncak kepala Zio sayang, tak lupa juga sebelum pergi ia membubuhkan kecupan pada pipi si manis, mengundang reaksi sinis Radika yang menyaksikannya.

Berdecak malas, Radika memutar bola matanya perlahan, "Yaudah sih, lo kalo mau berangkat kerja ya berangkat aja, drama banget, berasa mau perjalanan bisnis sepuluh tahun."

Walaupun Hanif terkekeh mendengarnya, ia dengan tegas menunjuk Radika, "Jangan pulang sebelum gue pulang." Ucapnya, benar-benar tak membiarkan Zio sendirian.

Hanif berjalan keluar, Zio tertawa pelan memecah keheningan, "Gapapa kok kalo nanti Kak Dika mau pulang cepet."

"Udah jadian kan lo?" Todongnya langsung.

Zio mengernyit, lalu menggeleng, "Belum, Kak Dika." Jawabnya, "Tapi semalem Kak Hanif confess."

Tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, Radika menaikkan alis, "Terus terus?"

"Ya gitu. Tapi, nggak jadian."

"Kok gitu?" Radika protes.

Tapi yang lebih muda hanya mengedikkan bahunya perlahan, "Kata Kak Hanif semalem kurang persiapan." Zio terkekeh, mengingat kejadian semalam ketika Hanif tak memperbolehkan ia menjawab ucapannya, lelaki itu hanya bilang menyukai Zio, tanpa memberikan kejelasan pasti mengenai hubungan keduanya, "Tapi gapapa sih, kan udah tau perasaan masing-masing kayak gimana."

Radika perlahan menganggukkan kepala, "Hanif gak pernah ingkar soal janjinya, Zi." Ucapnya, "Mungkin dia emang mau bikin hal yang spesial buat lo."

Zio tersenyum perlahan, akhir-akhir ini ketika membahas Hanif, wajahnya akan sangat mudah memerah, terasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Ailah, lo beneran kayak orang lagi kasmaran, ya." Radika tertawa menggoda, lelaki itu melipat kakinya, lalu mengedipkan sebelah matanya, "Jadi, udah ngapain aja lo berdua?"

Si manis mendelik, "Apa sih, gak ngapa-ngapain kok."

Tentu saja jawaban Zio itu mendapat tawa keras oleh Radika, bukankah terlalu terlihat jelas dari tingkahnya, ah Zio ini mudah sekali terbaca. "Lo masih jadi asistennya Hanif, Zi?"

Menganggukkan kepalanya, Zio sedikit membagi senyumnya pada Radika, "Masih, cuma sekarang kayaknya bakal fokus di rumah deh, Kak Hanif gak ngebolehin keluar."

Radika berdecak malas, "Calon pacar lo itu cemburuan parah." Ucapnya.

Mendengar itu membuat Zio tertawa, teringat akan ucapan Hadif semalam yang mengatakan hal yang sama, "Kak Hadif semalem juga bilang gitu."

"Semalem ada Hadif ke sini?" Pertanyaan Radika itu mendapat anggukan kepala oleh Zio.

"Iya, nganter buah. Katanya mewakili Om Bagus, soalnya gak sempet kesini."

Radika sesekali mengangguk, tatapannya pada Zio masih sama, menggoda lelaki itu hingga wajahnya memerah, sedangkan Zio sebisa mungkin mengabaikannya.

🏷️

Menjalankan mobilnya membelah jalanan ibu kota, Hanif sesekali menoleh kesamping, menatap bagaimana si manis menikmati melihat jalanan yang ramai. Hingga tiga puluh menit waktu berlalu, keduanya sampai disebuah hotel ternama.

"Hotel?" Zio bertanya.

Akankah ada pertemuan keluarga Hanif malam ini? Lelaki disebelahnya ini tak mengatakan apapun sebelumnya, dan hanya menyuruh Zio mengganti pakaiannya karna mereka akan pergi ke suatu tempat.

DisparateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang