9. HANYA SEBUAH HALUSINASI

52.2K 5.4K 128
                                    

Cinta adalah ilusi, hidup dalam halusinasi, dia hanya imajinasi. Aku berharap, dia ada di sisiku, namun dia hanya ada di dalam mimpiku. Aku tahu, dia bukan milikku. Dia memang ada, namun bukan di duniaku.

9. HANYA SEBUAH HALUSINASI.

“Dermaga sering berhalusinasi hal lain. Hal yang menurut kita nggak masuk akal. Dia bisa mendengar atau melihat sesuatu yang menurut orang lain itu nggak ada.”

Obrolan di tengah malam itu masih berlanjut. Mentari ingin memberi banyak pengetahuan tentang Dermaga kepada Legenda. Supaya Legenda paham, dan mengerti jika sewaktu-waktu Dermaga kambuh.

“Nggak masuk akal gimana maksudnya?” tanya Legenda.

Setelah tidak merasakan rasa penasaran lagi karena sudah bercerita banyak bersama Dermaga. Tetapi, Legenda di buat penasaran kembali oleh Mentari. Keluarga ini masih terlalu abu-abu bagi Legenda, banyak rasa penasaran yang di rasakannya di lingkungan ini.

“Contontohnya, seperti kematian adeknya,” Mentari menarik napasnya dalam, lalu membuangnya secara perlahan. “Samudra meninggal karena kecelakaan pesawat.”

“Dermaga pernah bercerita sama Mama, sama mas Gibran. Dia bilang, saat kecelakaan pesawat waktu itu, dia menjadi salah satu penumpangnya. Katanya, dia selamat karena ada yang menariknya ke atas. Kemudian dia di temukan oleh nelayan yang kondisinya sedang terapung di atas air, berjarak tiga ratus meter dari pinggir laut.”

“Tidak masuk akal, kan?” tanya mentari kepada Legenda.

Legenda mengangguk-anggukan kepalanya. Karena itu juga yang Legenda dengar dari Dermaga sebelum tidur. Percis seperti apa yang di katakan oleh Mentari. Legenda pun menyetujui apa yang di ucapkan Mentari itu benar. Semuanya memang tidak masuk akal.

“Tapi, kenyataannya bukan seperti itu, Legenda.”

“Waktu itu, mereka berdua memang merencanakan liburan ke luar negeri. Tapi, saat pesawat lepas landas, Dermaga belum sempat menaiki pesawat itu. Dia ketinggalan pesawat.”

“Dermaga juga bilang, semenjak ia di temukan, dia mengalami koma selama dua Minggu. Padahal tidak.”

Sesekali Mentari mendongak ke atas. Menghalau cairan bening agar tidak lolos jatuh begitu saja.

“Dia tidak pernah koma. Selama dua Minggu itu, dia stres, dia seperti orang yang tidak sadar, dia seperti orang gila. Setiap hari, setiap dua puluh empat jam, Dermaga selalu menghabiskan waktunya di dalam kamar, sambil melamun. Dia jarang sekali berbicara. Terkadang, Jika di tanya pun, dia tidak pernah merespon, mengangguk dan menggelengkan kepalanya pun, sama sekali tidak.”

Ekspresi Legenda menunjukan rasa shock. Mulutnya sedikit menganga mendengar fakta itu. Jika melihat kondisi Dermaga dari luar, laki-laki itu tampak seperti orang-orang normal pada umumnya. Terlihat seperti mempunyai kepribadian dingin dan pendiam. Tidak banyak bicara dan bertingkah. Dan mungkin, itu adalah salah satu ciri gangguan kejiwaannya.

“Di kemudian hari, saat Dermaga terbangun dari tidurnya. Dia menangis, dia bercerita bahwa adiknya terhimpit antara badan pesawat dan terumbu karang.”

Legenda kembali menganggukan kepalanya mendengar itu.

“Sepertinya itu tidak mungkin. Sedangkan pesawat hancur lembur. Bahkan, tidak ada satu penumpang pun yang selamat.”

LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang