40. BUKIT REMBULAN

41.3K 4.1K 471
                                    

Selamat berlayar dengan nahkoda barumu. Engkau terlalu manis untuk duduk di sampan kecil bermodalkan kayu tanpa atap.

40. BUKIT REMBULAN.

Fokus Laksana yang sedang mengemudi mobil terganggu oleh Legenda yang berkali-kali meringis kecil. Wajah Legenda terlihat pucat. Matanya terpejam sembari memijit pangkal hidungnya.

Punggung tangan Laksana menyentuh kening Legenda yang terasa panas. “Lo demam?”

“Gue cuma pusing dikit,” sanggah Legenda.

Legenda menurunkan tangan dari pangkal hidungnya. Matanya terlihat merah saat di buka. Ia mengedipkan matanya kuat beberapa kali, berharap rasa pusingnya reda.

“Sa, apa di balik semua yang lo lakukan sama gue ini ada alasannya?”

“Gue males cerita.”

“Tapi, Sa—”

“Lo tau sendiri, kan, ini tubuh Aksara, Gen. Bukan gue pemilik aslinya,” sela Laksana. “Gue nggak tau banyak. Gue hadir karena Aksara mengalami trauma.”

“Sejak kapan?” tanya Legenda.

“Sejak dulu. Sejak Aksara masih duduk di bangku sekolah dasar.”

Mata mereka saling tatap selama dua detik. Laksana yang memutuskan kontak mata itu. Laksana tersenyum kecut saat mengingat semuanya. Mengingat semua cerita dari Alsava dulu.

“Dalangnya, orang yang sama. Yaitu Daniel,” lanjut Laksana.

“Lo tau, Daniel menculik anak kecil tak berdosa yang baru saja keluar dari area sekolah. Dia membawa Aksara ke gubuk kosong yang jauh dari pemukiman.” Legenda semakin serius mendengarkan dengan jantung yang berdebar kencang. “Pria iblis itu meletakan bom dalam gubuk tersebut. Sebuah bom yang akan meledak dalam hitungan menit.”

“Gue nggak bisa bayangin sehisteris apa Aksara waktu itu. Menangis di posisi antara hidup dan mati. Kematian benar-benar sudah ada di depan matanya,” masih Laksana yang berbicara.

Susah payah Legenda menelan salivanya sendiri. Mendengarkan cerita, seraya membuat fake skenario. Membayangkan bagaimana suasana mengerikan yang terjadi waktu itu.

“Untungnya, ada seseorang yang berani masuk ke dalam gubuk, dan menyelamatkan Aksara dari bahaya itu.”

“Siapa?”

“Bapak Yuda Angkasa.”

Legenda tertegun seketika.

“Dari kejadian itu, Aksara mengalami phobia suara keras. Hidupnya mulai terganggu oleh Daniel yang berusaha menghilangkan nyawanya, sebab itu-lah akhirnya gue hadir.”

“Semengerikan itu?” Legenda benar-benar tidak menyangka.

Laksana tersenyum miris. “Nggak cukup sampai di sana.”

“Aksara juga rela berpisah sama orang tua dan Adeknya, sama seperti lo. Bahkan, saat bokapnya meninggal pun, sama sekali dia nggak tau, karena saat itu, gue yang sedang mengendalikan tubuhnya.”

“Kenapa?” tanya Legenda yang semakin penasaran. “Karena apa bokap Aksara meninggal?”

“Di tabrak sama si kudanil. Pria itu bebas tanpa pertanggungjawaban apapun. Karena apa? Ya, karena dia ber-uang,”

“Itu... Udah lama?”

“Waktu itu, saat Papa dan Adista pulang dari rumah sakit. Sehabis jemput gue yang udah di rawat inap."

“A-adista?” Legenda terbata-bata. Keningnya mengerut, menatap penuh tanda tanya ke arah Laksana.

“Iya. Ingat, kan, pertemuan awal kita di rumah sakit? Lo juga pasti lihat Papa dan Adek gue di sana, kan?”

LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang