Jangan merasa paling tersakiti. Terkadang kamu juga melukai orang lain, tapi tidak menyadari.
37. TERKESAN TIDAK ADIL.
Pada malam ini, suara tangisan memenuhi salah satu ruang ICU. Arvin—satu-satunya keluarga dari Moana yang menunggu gadis itu di rumah sakit. Seorang laki-laki yang diam di luar ruangan dari tadi, buru-buru memasuki ruangan yang di tempati oleh Moana. Kondisi Moana kacau. Ruangan yang tadinya rapi, kini seperti kapal pecah dalam kurun waktu kurang dari tiga menit.
“Sadar! Lo kenapa, Mon?” Arvin—sepupu Moana mencoba menahan pergerakan kedua tangan itu. Tangan yang sedang membanting barang-barang yang ada di sekitarnya.
“Disana...” Moana menunjuk ke arah pintu yang sedikit terbuka. “Usir dia, Vin!! Usir orang itu!”
Ketika menengok, Arvin tidak menemukan orang yang di maksud Moana. Di sana sepi, tidak ada siapa-siapa. Tapi, Moana terus meraung-raung.
“Di sini nggak ada siapa-siapa. Disini cuma ada gue,” Arvin menangkup kedua pipi Moana. “Selama ada gue, semuanya bakalan aman.”
Gadis dengan rambut tergerai itu mulai sedikit tenang, kepalanya di sandarkan di dada bidang Arvin. Kedua tangannya meremas kuat hoodie yang dikenakan laki-laki itu. Menghirup aroma tubuh yang selalu membuat Moana merasa tenang dan aman. Selain Papanya—Daniel. Arvin adalah salah satu orang yang paling berharga dalam hidup Moana.
“Siapa yang udah bikin lo kayak gini?” Arvin ikut mencengkram kuat bagian belakang baju rumah sakit yang di pakai Moana.
Teringat saat pertama kali Arvin tau bahwa Moana di teror. Saat pertama kali Moana mengabarinya lewat WhatsApp. Waktu itu, saat malam hari Arvin menghampiri Moana ke rumahnya. Arvin justru bertemu dengan Aslan di depan rumah Moana. Alhasil, mau tidak mau, Arvin harus berpura-pura pergi dulu sampai Aslan menghilang dari area rumah itu. Bukan karena apa, Arvin hanya menjalankan apa yang Moana minta.
Gadis itu pernah bilang. “Jangan ada seorang pun yang tau, bahwa lo itu sepupu gue. Gue cuma takut, hidup lo menjadi kacau, sama seperti gue.”
“Kenapa?”
“Mungkin, ada beberapa orang yang mengganggap kita lawan. Mereka bisa saja teman dekat kita sendiri. Namun, terkadang mereka bisa berubah menjadi munafik dan berbuat jahat tanpa kita sadari.”
Sekarang, kecurigaan Arvin tertuju kepada Aslan. Dua kali pertemuan dengan laki-laki yang dulunya menjadi sahabat. Pertemuan pertama, ketika Arvin akan menghampiri Moana kerumahnya. Dan yang ke dua, ketika Arvin akan mencari Moana ke dalam hutan.
“Aslan?” ceplos Arvin. Bertanya kepada Moana.
“Maksudnya?”
“Lo dapet teror dari Aslan?” laki-laki itu memperjelas pertanyaannya.
“Kalau gue tau orangnya siapa, mana mungkin gue stres, bego!” pelukan itu di lepas paksa oleh Moana.
Tatapan dua pasang mata itu beradu. Semua ini harus segera terpecahkan. Peneror itu harus segera di temukan.
“Ada yang mencurigakan?” tanya Arvin lagi. Mata mereka masih beradu tatap.
“Mereka selalu meninggalkan jejak dalam bentuk tagar. Selalu ada dua tagar yang gue temukan dalam setiap surat atau hal-hal yang gue terima.”
Moana meraih buku notes kecil yang ada di atas nakas. Kemudian memberikannya kepada Arvin, begitupun dengan pulpennya.
Ketika notes kecil itu di terima, Arvin menekan ujung pulpen agar nib itu keluar. Bersiap untuk mencoret tinta di atas notes.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓
Teen FictionTERSEDIA DI GRAMEDIA & TOKO BUKU ONLINE📍 "Aku terlalu lelah untuk terus berkelana di bawah hujan." Legenda Negeri Angkasa. Sosok laki-laki yang rasa sabarnya tidak pernah habis, dia mampu menghadapi dan beradaptasi dengan manusia-manusia di sekelil...