33. RUMAH YANG BERBENTUK RAGA

41.5K 4K 332
                                    

Mari bercerita tentang hidup baru di diri. Saling menerima semua hal lalu yang telah pergi. Kau tidak perlu tau semua cerita tentang air mata dan jatuh bangunku untuk sembuh dan pulih. Tentang hari yang terus berganti dan di hiasi oleh banyaknya luka.

33. RUMAH YANG BERBENTUK RAGA.

Matahari sudah sepenuhnya muncul menghiasi langit yang terlihat biru dan cerah. Tiga orang remaja laki-laki yang sedari tadi berkeliling di dalam hutan belum juga menemukan seseorang yang dicarinya. Selama beberapa jam berjalan, mereka tidak menemukan hal yang mencurigakan, tidak ada jejak yang di tinggalkan oleh Legenda dan Moana. Dermaga mengusap pelipis yang sudah di penuhi peluh. Sudah tiga jam berlalu, mereka menghabiskan waktu, berkeliaran tanpa arah di dalam hutan yang untungnya tidak ada hewan buas.

Ada satu hal yang tidak mereka sadari. Sejak kapan ketiganya bergabung menjadi satu dalam pencarian?

Penglihatan Dermaga terasa meremang-remang. Rasa pusing menghajarnya habis-habisan pagi ini. Di dalam hutan. Bersama dua orang yang sama sekali tidak akrab dengannya.

Dermaga memilih untuk beristirahat sebentar, meredakan rasa nyeri di kepalanya. Ia berdiri, bersandar di batang pohon. Beberapa detik kemudian, tubuhnya membungkuk, menjadikan kedua lututnya sebagai tumpuan kedua tangannya. Tapi rasanya, pandangan mata Dermaga semakin mengabur. Wajahnya menjadi pucat pasi, keringat besar dan dingin mulai bercucuran.

“Kalau punya tubuh yang lemah, istirahat aja sana. Jangan ikut-ikutan cari orang di tengah hutan kayak gini.” Arvin menggerutu dengan napas yang terputus-putus. Meskipun begitu, Arvin pun ikut istirahat di dekat Dermaga bersama Aslan.

“Ngapain lo ikutin gue, Lan?” pertanyaan yang di lontarkan Arvin kepada Aslan, nadanya sangat tidak bersahabat. “Lo nggak ada urusan di sini!”

Tetapi, Aslan tidak menanggapi ucapan Arvin. Ia hanya memejamkan matanya, dengan kepala yang mendongak ke atas.

Tubuh Dermaga yang semula membungkuk, beralih menjadi duduk di atas rumput. Kepalanya menunduk dalam lipatan kedua tangannya. Lima menit kemudian, Dermaga beranjak, ia memilih untuk pulang karena kondisi tubuh yang tidak memungkinkan. Lebih baik, Dermaga meminta bantuan Papanya—Gibran. Supaya Legenda semakin cepat di temukan.

𝓛𝓮𝓰𝓮𝓷𝓭𝓪

Stop, Mon. Stop!” suara tegas dari Legenda berhasil menghentikan langkah cepat Moana.

“Gue takut, gue mau pergi dari sini, gue nggak suka ada di sini, Genda. Gue mau pulang, kemana jalannya? Kemana?!!” Moana berputar di tempat, gadis itu menerka-nerka jalan ke arah mana yang bisa di lalui untuk keluar dari hutan ini.

“Kita udah terlanjur jauh masuk kedalam hutan ini, Mon. Disini, pohon-pohonnya semakin lebat, suasana semakin terdengar hening.”

Napas memburu yang tadi terdengar, tiba-tiba berubah menjadi raungan kesakitan. Moana memegang perut bagian ulu hatinya. Tubuh Moana ambruk ke atas tanah, seolah kakinya tidak mempunyai tenaga untuk menopang berat badannya.

“Arrghhhhh... S-sakit... Sakit banget, Gen...”

Legenda ikut merasakan sakit saat mendengar rintihan itu. Tidak ada yang bisa Legenda lakukan selama beberapa detik pertama. Hingga akhirnya Legenda tersadar dari lamunannya.

LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang