Jangan ingin cepat dewasa. Masa dewasa tidak se-bercanda itu untuk di habiskan dengan kehidupan yang main-main.
11. JANGAN SAMPAI BENCI.
Saat pulang dari sekolah, tanpa mengganti baju seragamnya, Legenda memilih untuk pergi ke Taman Balai Kota Bandung. Menjadi badut Winnie The Pooh andalannya. Cuaca sore cerah sangat mendukung, membuat semangat full tercipta. Dari pada bosan diam di rumah sendirian, lebih baik Legenda bermain dengan anak-anak. Menghasilkan uang, meskipun sedikit, tapi tak apa. Minimal ada untuk di masukan ke dalam tabungan ayam jagonya.
Dari jarak beberapa meter, Legenda sudah melihat Reza dan Resa yang sedang memakan lilipop berbentuk love di kursi besi bercat putih. Legenda berniat akan menghampiri mereka terlebih dahulu. Tapi, pergelangan tangannya tertahan oleh seseorang di belakang.
“Lo, beneran gak mau nginep di rumah gue lagi?” tanpa mengalihkan pandangannya pun, Legenda tau siapa orang di belakangnya itu.
“Capek, Gen. Pulang sekolah itu istirahat. Kasur gue masih muat untuk di tempati berdua,” kini, Dermaga berucap setelah Legenda menghadap ke arahnya. “Nggak usah jadi badut lagi. Kalau lo butuh uang, bisa minta sama gue.”
Legenda menolak. Dia menggelangkan kepalanya cepat. Sepertinya, alasan menjadi badut bukan lagi untuk menghasilkan uang. Ini sudah termasuk menjadi hobby barunya. Legenda tidak siap jika harus meninggalkan anak-anak yang sudah di anggap seperti adik-adiknya sendiri. Apalagi Reza dan Resa.
“Biarkan gue mencari senang dengan cara gue sendiri, Mag. Biarkan gue menghibur anak-anak, agar mereka bisa tertawa lepas sebelum merasakan beratnya dewasa. Gue mau buat hari-hari mereka penuh warna. Saat dewasa nanti, belum tentu mereka bisa tertawa lepas seperti sekarang.”
“Lo mikirin kesehatan tubuh lo juga nggak?”
“Udah biasa rawat diri gue sendirian. Meskipun itu sakit sampai nggak bisa jalan.”
Dermaga mengalah. Dia tidak bisa menghalangi keinginan Legenda yang begitu besar berusaha membuat anak-anak tertawa dengan cara sederhananya.
“Kalau ada apa-apa, hubungi gue. Kalau butuh tempat pulang, datang ke rumah gue,” kata Dermaga sebelum meninggalkan tempat itu.
Setelah Dermaga pergi, barulah Reza dan Resa menghampiri Legenda. Tapi, tidak dengan senyum dan pelukan yang biasa mereka berikan. Reza dan Resa memasang ekspresi yang sulit untuk di artikan. Bahkan, rentangan tangan Legenda pun di acuhkan.
“Adek-adek abang, kenapa?” tanya Legenda berusaha bicara selembut mungkin. Kedua tangannya terangkat untuk mengusap pucuk kepala mereka.
Twins Diratama saling berpandangan sesaat. Sebelum akhirnya Reza berucap, “Bang Gen capek, ya? Gapapa kok, nggak perlu dateng tiap hari.”
“Bang Gen istirahat aja. Abis pulang sekolah pasti capek,” timpal Resa, dengan wajah murungnya.
Dulu, si kembar sempat meminta agar Legenda selalu datang setiap hari, untuk menghibur mereka dan yang lainnya. Permintaan tersebut di setujui oleh anak-anak lain. Hal itulah yang menjadikan Reza dan Resa merasa bersalah karena sudah menuntut Legenda untuk datang setiap hari.
Bahkan, akhir-akhir ini, anak jalanan pun ikut bergabung. Jika dulu mereka selalu melihat keseruan Legenda dari jarak jauh, sekarang anak-anak jalanan itu hadir dalam kumpulan mereka. Tanpa ada kata merendahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓
Teen FictionTERSEDIA DI GRAMEDIA & TOKO BUKU ONLINE📍 "Aku terlalu lelah untuk terus berkelana di bawah hujan." Legenda Negeri Angkasa. Sosok laki-laki yang rasa sabarnya tidak pernah habis, dia mampu menghadapi dan beradaptasi dengan manusia-manusia di sekelil...