15. TENGAH MALAM

50.3K 4.9K 107
                                    

Setiap hari, kepala ini selalu penuh dengan khayalan yang tidak bisa di katakan.

15. TENGAH MALAM.

Seorang laki-laki, tiba-tiba menarik kasar tangan Legenda kebelakang. Untuk kedua kalinya, pikiran Legenda membuntu. Langkah kakinya hampir saja melangkah ke jurang curam yang ada di ujung taman rumah sakit.

“Cari mati?” tanya seseorang yang telah menarik tangan Legenda. “Stres.”

Kemudian, Legenda tersadar dari lamunannya, mendengar kalimat yang di lontarkan dari seseorang. Suara berat yang terdengar tidak asing di telinganya. Legenda mengalihkan pandangannya ke arah lelaki yang ada di sampingnya. Wajahnya pun tidak terlihat begitu asing, merasa Deja vu. Pernah sesekali Legenda melihatnya. Tapi, dimana?

Wajah datar dengan tatapan tajam yang mengintimidasi itu, membuat Legenda teringat kepada Dermaga. Cuman bedanya, Dermaga terlihat menggemaskan karena wajah baby face- nya, sedangkan laki-laki yang ada di dekatnya ini terlihat menyeramkan. Tatapan mata tajamnya terasa begitu menusuk, aura dinginnya pun sangat terasa.

“Lo, kakaknya Dermaga, atau saudaranya?” ceplos Legenda, karena melihat dari segi tampilan yang hampir mirip dengan Dermaga.

Laki-laki yang ada di hadapan Legenda itu mengangkat sebelah alisnya. Kemudian membalikan badannya. Ia berjalan sembari berkata, “Nyesel udah nolongin orang stres.”

Legenda tampak berpikir, satu jari telunjuknya menyentuh dagu, matanya melihat ke arah rumput yang di pijaknya. Mengingat-ingat sesuatu. Setelah beberapa detik, Legenda baru menyadari bahwa Dermaga hanya mempunyai satu saudara, itu pun sudah tidak ada.

“Woy, tunggu!” Legenda berlari kecil, mengejar langkah laki-laki bercelana jeans hitam, baju atasannya di balut dengan jaket kulit hitam.

Setelah dekat, Legenda membalas perlakuan yang sama. Ia menarik tangan laki-laki itu dengan sedikit kasar.

“Nama lo, siapa? Gue mau tau. Mau tanya sama Dermaga nanti,” tanya Legenda. Namun, tidak ada jawaban dari laki-laki berjaket kulit itu.

Pandangan mereka beradu beberapa detik. Legenda membuang pandangannya, merasa takut dengan tatapan bak psikopat itu. Rasanya, Legenda ingin menarik tuduhan prasangkanya yang tadi. Manusia yang ada di hadapannya ini, jauh berbeda dengan Dermaga. Dia, benar-benar menyeramkan, Legenda merasakan merinding di sekujur tubuhnya ketika manatap matanya saja.

“LAKSANA....”

Laksana Chandrawana.

Teriakan keras itu membuat dua laki-laki yang ada di taman menoleh ke asal suara secara bersamaan. Mata Legenda menangkap seorang Pria yang badannya besar, perutnya buncit, memakai pakaian kantor, bersama seorang gadis di sampingnya yang memakai masker duckbil hitam. Pandangan dan jemari gadis itu sibuk memainkan ponselnya. Memakai pakaian seragam yang sama dengan Legenda.

Matanya memicing, melihat seorang gadis yang juga tidak asing juga di mata Legenda.

Laki-laki bernama Laksana itu kembali berjalan tanpa memperdulikan Legenda lagi. Langkahnya lebih cepat dari sebelumnya. Menghampiri orang yang telah memanggilnya.

“Siapa, ya?” tanya Legenda, pada dirinya sendiri. “Wajahnya bener-bener nggak asing.”

𝓛𝓮𝓰𝓮𝓷𝓭𝓪

LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang