28. TUMBUH DEWASA TANPA PERAN ORANG TUA

44.1K 4.3K 58
                                    

Suara-suara di kepalaku tidak bisa berhenti mengatakan bahwa aku adalah masalah bagi semua orang.

28. TUMBUH DEWASA TANPA PERAN ORANG TUA.

Suasana pagi ini begitu ramai. Angin-angin kecil di Braga kota Bandung begitu menusuk. Pemandangan di sekeliling di penuhi oleh kabut. Kicauan burung begitu merdu mengalun di telinga, bagaikan sebuah irama musik. Gerbang sekolah SMA BUANA sudah terlihat dari jarak beberapa meter. Dua pasang kaki jenjang itu melangkah bersama. Namun pandangan fokus keduanya berbeda. Netra hitam Legenda tertuju pada buku yang ada di tangannya, sedangkan pandangan Dermaga tertuju pada ponselnya. Tiba-tiba, langkah Legenda tertahan ketika ia mendengar seseorang memanggil namanya. Sedangkan Dermaga memilih untuk terus melanjutkan langkahnya.

"Bang Gen!" dua suara anak kecil itu menyapa Legenda di pagi hari. Sang empu pun melihat ke asal suara. Legenda menemukan dua anak kecil kembar tak seiras, mereka berpakaian baju olah raga. Terlepas dari itu, Legenda juga melihat segerombolan anak kecil lainnya, memakai baju olah raga yang sama dengan Reza dan Resa. Mungkin, mereka sedang jalan santai pagi ini. Karena di sana, ada beberapa guru juga yang mengawasi.

"Hallo adek Abang, ada apa?" tanya Legenda. Tangannya di raih oleh Reza, untuk di ciumi punggung tangannya.

"Kita lagi olah raga pagi, bang. Terus disana, aku sama aa Eza liat bang Gen, tapi kita salah orang," bibir mungil Resa maju beberapa centi. Pipi chubby nya menggembung. Poni tipis yang menutupi keningnya berantakan karena tertiup angin.

"Eza pikir itu bang Gen, ternyata bukan," timpal Reza. Ekspresi yang di tunjukkannya hampir sama dengan Resa.

"Memangnya yang kalian temuin itu siapa? Kok bisa ketuker sama Abang?" tanya Legenda, ada kekehan gemas yang keluar dari bibirnya.

"Orangnya di sana, bang," tangan mungil Reza menunjuk ke arah dua remaja yang sedang membeli bubur. Satu orang laki-laki dan satu orang perempuan. Posisinya keduanya sama-sama membelakangi Legenda.

"Ada-ada aja kalian." Legenda mencubit hidung Reza dan Resa secara bergantian.

"Tapi beneran mirip bang Gen," seloroh Resa. "Tadi, namanya siapa, ya, A?" tanya Resa, kepada abangnya-Reza.

Anak kembar itu sama-sama menaruh jari telunjuk di pelipis, melihat ke arah bawah, seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.

"Tegal bukan?" bisik Resa pelan ke arah telinga Reza. Sontak, kepala Reza menggeleng pelan mendengar pertanyaan dari adiknya. Sementara Legenda mati-matian menahan tawanya.

Setelah beberapa detik, jari tangan Reza menjentik. "Namanya Tegala, Bang Gen," ceplos Reza.

Dalam sekejap waktu, senyuman Legenda luntur. Rasanya, Legenda takut jika perlahan, semua orang mengetahui bahwa Tenggara mempunyai saudara kembar. Bukan karena apa-apa, Legenda cuma takut jika Yuda akan marah besar padanya. Legenda takut kalau Papanya akan melakukan hal yang tidak terduga demi menjaga reputasinya. Apalagi dulu, dalam sebuah layar televisi, Yuda pernah berkata bahwa beliau hanya mempunyai satu orang anak.

"Salah liat kali," kata Legenda.

Kedua pasang mata anak kecil itu saling berpandangan sesaat. Kemudian, mereka sama-sama melihat ke arah orang yang di maksudnya. Tepat saat wajah Tenggara menghadap kearahnya.

LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang