16. PROBLEM

49.8K 4.5K 85
                                    

Sakit di balas maaf itu curang.

16. PROBLEM.

Moana dan Adista sama-sama kembali bersekolah lagi, setelah empat hari menghilang tanpa kabar. Tapi, pemandangan pagi ini, yang Legenda lihat sangatlah berbeda. Sepertinya, dua gadis yang baru memasuki ruang kelas itu sedang memiliki problem. Terjadi perselisihan di antara Moana dan Adista di pagi hari buta seperti ini. Mereka berdua saling beradu mulut, mengeluarkan kata yang kurang pantas untuk di ucapkan. Mereka saling ingin menang, dan tidak ingin kalah.

Di kelas ini, bukan cuma Legenda yang terheran melihat dua gadis itu berselisih. Melainkan, beberapa murid yang berada di kelas 11 IPS 1 itu pun merasa heran. Kecuali, Dermaga yang merasa bodo amat dengan hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Sangat jarang sekali. Bahkan, ini pertama kalinya mereka melihat Moana dan Adista seperti ini.

“Kenapa lo marah sama gue, Ta. Gue nggak tau apa-apa,” suara Moana sangat keras, menggema memenuhi ruangan kelas. Kesabarannya sudah memuncak, sehingga urat di lehernya terlihat menonjol.

Adista tersenyum miring, benar-benar banyak amarah yang terpancar dari sorot matanya. “Lo pikir gue bodoh? Lo pikir gue nggak lihat? Lo pikir gue buta?”

“Apaan sih, Ta? Gue nggak ngerti, gue nggak paham sama apa yang lo maksud.”

“Apa perlu gue perjelas sekali lagi, Moana?” tanya Adista, yang suaranya tak kalah keras dari Moana. “PAPA LO ITU PEMBUNUH, MOANA AMOURA. PEM-BU-NUH!!!” Adista menekankan tiap kata terakhirnya.

Kalimat itu berhasil membuat semua orang melongo tak percaya. Sedangkan Moana bungkam, mengepalkan kedua tangannya erat, merasa di permalukan. Di sisi lain, Legenda pun diam membisu, tidak bisa melakukan apa-apa, dia juga tidak tahu apa permasalahannya.

“Gue punya salah apa sama lo, Ta? Sampai-sampai lo bicara seperti itu sama gue. Memangnya Papa gue ngelakuin apa?” napas Moana semakin memburu. Mati-matian ia menahan amarahnya yang bergejolak.

“Lo pura-pura Amnesia apa gimana, hah? Jelas-jelas saat kejadian itu, lo ada di sana. Lo menyaksikan semuanya,” amarah Adista menggebu-gebu. “Lo pikir gue bego, iya? Asal lo tau, Moana. Gue nggak se bego dengan apa yang lo kira!!”

“Dan asal lo tau.” Adista menunjuk wajah Moana. “Lo nggak pernah mengenal jati diri gue yang sebenarnya.”

Tangan Moana yang semula terkepal kuat kini mulai melonggar, mulutnya terkatup rapat. Ia kira, Adista tidak melihat dirinya di tempat kejadian. Tapi, dirinya salah. Adista melihatnya hari itu. Kini, banyak ketakutan yang Moana rasakan.

“Mereka di bayar berapa sama bokap lo? Seharusnya bokap lo juga ikut mati di dalam penjara!”

Jelas semua orang tau arti kata dari 'mereka' yang di maksud Adista. Kali ini, tidak ada perlawanan dari Moana. Dia mengakui bahwa kejadian beberapa hari yang lalu itu adalah salah Papanya. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau Moana juga ikut salah.

“Apa yang lo lakuin saat kejadian itu? Lo justru mengajak bokap lo untuk kabur. Sedangkan Papa gue sekarat, Mon. SEKARAT!!”

“Setelah kehilangan satu nyawa. Kenapa mereka malah menutup kasusnya tanpa bergerak lebih lanjut? Menutup kasus seolah kejadian itu tidak ada, seolah semuanya di hapus permanen. Tapi semua itu amat membekas di pikiran gue. Moana, lo nggak tau bagaimana rasanya menyaksikan seseorang yang gue sayang mati secara tragis. Apa lagi pelakunya adalah Papa dari sahabatnya sendiri.”

LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang