30. TIDAK HARUS SELALU SEMPURNA

40.7K 4.3K 149
                                    

Jangan terlalu keras sama diri sendiri. Hidup bukan sebuah alur cerita yang harus selalu berakhir sempurna.

30. TIDAK HARUS SELALU SEMPURNA.

Sejak beberapa hari yang lalu, Gibran dan Mentari membereskan kamar Samudra yang ada di samping kamar Dermaga. Sekarang, kamar Samudra yang telah lama kosong, di isi oleh Legenda. Di dalam kamar itu, Legenda sedang merasa kebingungan. Ujian semester satu telah selesai, dan hari ini adalah jadwal pengambilan rapor.

Selama Legenda memasuki sekolah SMP, dia selalu mengambil rapor dengan Kakeknya. Setelah Kakeknya tiada, Legenda selalu menyewa seorang pedagang kaki lima untuk menjadi wali pengambilan rapornya. Dan di SMA BUANA ini, rapor akan di tahan jika bukan wali siswa yang mengambilkan. Lantas, Legenda harus mengajak siapa sekarang?

Jika Legenda menyuruh Zanna atau Yuda, mereka pasti tidak mau, mereka pasti memberikan banyak alasan supaya tidak bisa datang ke sekolahnya. Sedangkan Mentari, pastinya akan mewakili Dermaga. Dan Gibran pasti sudah berangkat kerja pagi hari ini. Apa Legenda harus menyewa seorang pedagang kaki lima lagi?

Hidupnya terlampau sulit.

“Gen, gue tunggu di bawah,” teriakan itu membuyarkan lamunan Legenda. Laki-laki itu langsung membenarkan seragam dan dasinya yang belum rapi. Kemudian menyisir rambut menggunakan sela-sela jari tangannya. Rambut hitam legam yang baru di potong rapi dua hari yang lalu.

Di pertengahan anak tangga, Legenda melihat Dermaga dan Mentari yang sedang sarapan. Detik itu juga, langkah Legenda tertahan. Dia bingung, harus melanjutkan langkahnya menuju pintu keluar, atau menghampiri ibu dan anak itu, ataukah putar balik ke kamar? Karena pada dasarnya, Legenda selalu enggan untuk makan di rumah ini. Oleh karena itu, Legenda menawarkan diri untuk bekerja di Alsava Butik. Agar Legenda mempunyai uang untuk kebutuhan makan sehari-harinya. Meskipun setiap waktu Mentari selalu menyuruhnya makan, tapi Legenda selalu menolak. Hanya karena merasa tak enak.

Setiap hari, semenjak Legenda ada disana. Laki-laki itu tidak pernah sama sekali makan bersama dengan keluarga Dermaga. Legenda selalu menghindar, memberikan beberapa alasan. Atau sering kali Legenda bilang nanti, pada akhirnya tidak jadi. Legenda hanya akan makan, jika dia benar-benar merasa lapar. Itupun hanya sedikit, memakan makanan bekas keluarga itu. Padahal, Mentari dan Gibran selalu menyisihkan makanan untuk Legenda dengan porsi yang banyak.

“Legenda, sini ikut sarapan,” ajak Mentari. Wanita itu memundurkan sedikit kursi yang ada di sampingnya untuk Legenda.

“Legenda makan di kantin aja nanti, Ma,” kata Legenda, tersenyum tipis.

“Jadi kamu lebih suka makanan ibu kantin daripada masakan Mama?” Mentari memasang raut cemberut. “Padahal Mama sengaja bangun lebih awal supaya bisa membuatkan sarapan spesial untuk kamu sama Dermaga.”

Perasaan bersalah muncul di hati Legenda. Rasanya Legenda sudah terlalu sering merepotkan keluarga itu. Semua fasilitasnya terjamin, kemewahan melingkupi hidupnya. Sangat jauh berbeda dengan kehidupannya yang dulu. Bahkan untuk sekarang, Legenda di larang menjadi badut jalanan lagi. Sehingga akhirnya, Legenda cuma bisa mengunjungi anak-anak jalanan untuk sekedar mengobati rasa rindunya, dan memberi mereka cemilan serta makan siang.

“Kamu nggak suka masakan Mama, ya?” tanya Mentari yang semakin menunjukkan kesedihannya.

“Setidaknya hargai Mama sedikit, Gen,” timpal Dermaga.

Kemudian Legenda menghampiri Mentari, duduk di kursi sampingnya yang tadi sempat di geserkan. “Legenda suka kok, suka banget malahan. Legenda cuma nggak enak aja selalu ngerepotin kayak gini.”

LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang