14. Déjà vu

50.6K 4.7K 124
                                    

Biarlah aku tumbuh bersama luka. Biarkan rasa sakitnya berlalu seiring berjalannya waktu.

14. Déjà vu

Dua hari berlalu setelah pertemuan menyakitkan itu, Legenda masih berusaha untuk menerima dan memaafkan semuanya. Meskipun masih ada rasa sakit yang masih sangat terasa di dalam ulu hatinya, masih bergelut dengan rasa kecewa yang luar biasa, merasakan ke tidak adilan atas dirinya. Tetapi, Legenda bertekad kepada dirinya sendiri, mulai hari ini, dia tidak boleh kalah dari Tenggara. Dia harus bisa menjadi kebanggaan seperti adiknya itu. Meskipun, Legenda tidak yakin akan bisa mengalahkan kembarannya sendiri.

Legenda baru saja keluar dari dalam kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Legenda baru saja keluar dari dalam kelas. Legenda mendapatkan pesan dari adik kembarnya. Tenggara mengabarkan sesuatu yang buruk baginya.

Nomor WhatsApp Tenggara ia dapatkan dari dua hari lalu. Saat Yuda menarik Tenggara kedalam mobil, adiknya itu menjatuhkan stiker kecil yang bertuliskan user name Instagram nya. Sejak hari itu, kembar Angkasa mulai sering berkabar sampai saling bertukar nomor WhatsApp. Sungguh, tidak ada kebencian dari diri Legenda kepada Tenggara. Bagaimanapun juga, semua ini adalah salah orang tuanya. Tenggara tidak mengetahui apa-apa mengenai hal itu. Tetapi, tak bisa di pungkiri kalau Legenda ingin lebih unggul dari Tenggara. Sesekali egois, tidak masalah, bukan?

Legenda langsung menuju rumah sakit yang lokasinya sudah di kirimkan oleh Tenggara. Meskipun masih merasa kecewa. Tapi, Legenda merasakan kekhawatiran saat mengetahui bahwa Papanya masuk rumah sakit. Guratan kepanikan di wajah Legenda sangat terlihat jelas.

Kaki jenjang Legenda menyusuri lorong rumah sakit dengan berlari kecil. Sampai-sampai Legenda menabrak beberapa pundak orang lain, lalu mengucapkan maaf berkali-kali juga. Matanya menyusuri setiap sudut rumah sakit. Bola matanya bergulir kesana kemari, mencari nomor kamar yang sempat di beritahu oleh Tenggara.

Kamar nomor 201. Saat melihat nomor itu, Legenda langsung melangkahkan kakinya mendekat kearah pintu ruangan. Memastikan kembali bahwa ia tidak salah melihat nomor yang tertera di pintu putih itu. Setelah yakin, saat hendak Legenda akan masuk, langkahnya tertahan karena mendengar ucapan dari Papanya yang menyentak keras Tenggara dari dalam ruangan.

“SIAPA YANG MENYURUH KAMU UNTUK MENGUNDANG ANAK ITU KESINI?!”

Kalimat itulah yang Legenda dengar pertamakali.

“PAPA TIDAK MAU BERTEMU DENGAN DIA LAGI. KAMU MENGERTI, TENGGARA?”

Legenda mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam ruangan bernuansa putih yang berbau obat-obatan itu. Dia memilih untuk tetap diam dan mendengarkan semuanya di balik pintu.

LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang