39. RUMAH YANG LAYAK UNTUK DI HUNI

40.8K 4.2K 263
                                    

Jika orangnya telah pergi. Jangan percaya dengan kata 'kembali'.

39. RUMAH YANG LAYAK UNTUK DI HUNI.

Waktu berlalu begitu cepat tanpa terasa. Libur akhir semester telah usai. SMA BUANA kembali ramai setelah lama sepi. Ada sedikit yang berbeda, mulai dari Adista yang sudah tidak sedekat dulu dengan Moana, dan Moana yang sangat berubah. Sejak tiga hari terakhir semenjak masuk sekolah, Moana semakin bersikap hangat, semakin memperlihatkan kepeduliannya serta banyak perhatian kepada Legenda.

Seperti saat ini, Moana bergelantung di sebelah tangan Legenda, seolah gadis itu enggan melepasnya.

Di awal semester dua ini juga, Legenda lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Laksana dan tentunya Dermaga. Tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan itu berjalan beriringan ke arah parkiran karena bel pulang sekolah telah berbunyi beberapa menit yang lalu.

“Nggak seharusnya lo seperti ini, Mon,” ujar Legenda. Sekarang, justru terbalik. Legenda tidak lagi menunjukan rasa sayang dan cintanya kepada Moana. Kepedulian Legenda kepada Moana telah punah.

“Kenapa?” Tangan Moana masih menaut dengan lengan Legenda. Sementara Laksana dan Dermaga mendahului. Dua kutub Utara dan Selatan itu bersatu dalam keheningan.

“Lo, kan, calon bininya adek gue. Nggak sepantasnya Lo kayak gini sama gue. Harusnya lo belajar mencintai Tenggara, bukan gue,” tautan tangan itu sengaja di lepas oleh Legenda. Tentu bukan dengan cara yang kasar. “Jam lima sore nanti, kita ketemu, ya? Di bukit rembulan. Pertemuan untuk yang terakhir kalinya.”

Karena tidak ingin mendengar apapun lagi dari Moana. Legenda lantas memilih untuk pergi meninggalkan Moana yang mematung di tempat sendirian.

“Gen? Lo banyak berubah.”

Menyesal. Itu yang sedang Moana rasakan sekarang.

𝓛𝓮𝓰𝓮𝓷𝓭𝓪

Sesampainya di rumah Dermaga, Legenda langsung membersihkan diri. Berpenampilan seadanya dengan balutan hoodie putih yang selalu ia pakai. Ketika menuruni anak tangga, Legenda melihat pemandangan yang akhir-akhir ini selalu ia lihat. Melihat Dermaga dan Laksana yang saling diam ketika di tinggal berdua. Mereka sama-sama selalu menutup diri, terkesan seperti cowok cuek dan dingin. Tapi, menurut Legenda mereka berdua mempunyai kepedulian yang tinggi kepada Legenda dibandingkan dengan siapapun.

Perihal orang tua kandungnya, Yuda dan Zanna menyuruh Legenda untuk tinggal bersama keluarga Gibran terlebih dahulu. Nanti, mereka akan tinggal bersama-sama kembali di Jakarta. Yuda dan Zanna tidak mau mengambil keputusan yang mungkin akan mencelakai Legenda nantinya.

Langkah kaki Legenda membawanya menghampiri Dermaga dan Laksana. Bersamaan dengan Gibran dan Mentari yang baru saja pulang dari kondangan. Melihat erloji yang melingkar di pergelangan tangannya, Legenda langsung to the point berpamitan kepada seseorang yang sudah di anggap sebagai orang tua angkatnya.

“Papa, Mama, untuk malam ini, Legenda izin nginep di rumah Laksana, ya?” ucap laki-laki ber-hoodie itu.

Dermaga menautkan alisnya. Sementara Laksana sudah mengetahui maksud dari Legenda. Mereka berdua telah menyiapkan rencana tanpa sepengetahuan Dermaga.

“Alamatnya?” Dermaga. Dia adalah orang paling posesif kepada Legenda. Mata sipitnya menatap curiga ke arah Laksana.

“Gue nggak akan culik dia!” seloroh Laksana. Dua pasang mata yang mempunyai tatapan tajam bak Elang itu saling beradu.

LEGENDA: Garis Nestapa [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang