【14】Terlebur

2.6K 403 22
                                    

"Sudah sampai, Tuan," ucapan Yudis membuat Banyu serta-merta membuka matanya.

Selama perjalanan tadi memang dirinya beristirahat. Agak terlelap sepertinya karena kemarin sempat begadang untuk memeriksa berkas. Matanya otomatis memindai sekeliling dari balik kaca mobil. Sunyi... hanya kesunyian yang terpeta jelas dari keadaan di sini.

"Tidak perlu mengantarku. Tunggu di mobil saja!" ucap Banyu saat melihat gesture Yudis akan ikut keluar mobil.

"Baik tuan," jawabnya.

Banyu melangkah pelan setelah keluar dari dalam mobil. Kedua tanganya menyelusup ke saku celananya. Tampak santai dan tak terganggu akan suasana yang sepi di sekitarnya. Nyaris tidak ada manusia bahkan pencahayaan di sini hanya sekedarnya saja. Wajar karena waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.

"Pak Bambang sudah pernah mengantar Tuan Banyu kemari sebelumnya?" tanya Yudis karena jika dilihat dari segi usia maka sang supir sudah seusia kakeknya.

"Pernah, Mas." Pak Bambang mengeryitkan dahinya seperti sedang berpikir sehingga kulitnya yang sudah keriput makin bertambah keriput. "Sudah lama sekali tapinya. Beliau baru datang ke Indonesia kalau tidak salah. Maaf Mas, faktor U jadi saya nggak ingat pasti waktunya," lanjutnya lalu nyengir menampakkan giginya yang juga sudah tidak lengkap lagi.

"Oh," balas Yudis seadanya.

"Waktu itu saya kemari dengan Kakeknya Mas Yudis juga."

Pastilah, karena Yudis itu menggantikan tugas sang Kakek untuk menjadi asisten Banyu Wisesa Gananantha.

Yudis lalu menatap ke arah luar mobil lagi. Kali ini giliran dahinya yang berkerut heran. "Tuan Banyu kok cepat sekali jalannya, Pak. Padahal cuma nengok bentar, udah nggak kelihatan orangnya," ucapnya refleks.

"Hmm," hanya dehaman yang keluar dari pria tua yang menjadi supir kepercayaan Banyu itu. Dia juga ikut memandang ke luar dan memang benar kata Yudis bahwa tuannya sudah tak terlihat lagi.

Yudis membuka seat belt-nya mengikuti Pak Bambang yang telah melakukannya lebih dahulu plus membuka kaca samping sehingga angin malam masuk mengantikan AC mobil. Memang mesin mobil sudah dimatikan sejak tadi. Berusaha menyamankan diri guna menunggu Sang Tuan yang entah ada keperluan apa di tempat wisata ini.

Satu hal yang pasti yaitu Banyu kemari bukan untuk berwisata karena tempat ini sudah tutup dan tidak menerima pengunjung lagi. Sekarang sudah lewat jam operasional. Menikmati keindahan juga tidak mungkin sebab suasana cenderung gelap dan penerangan lampu juga seadanya. Jangan bilang Sang Tuan sedang uji nyali di Candi Prambanan?

TOLOL... kata yang terdiri dari lima huruf itu yang patut terucap jika Banyu benar-benar uji nyali di tempat ini. Lebih baik ke Lawang Sewu sekalian kan, paling berkendara tiga jam lah dari sini. Jadi poooool sensasi horror-nya.

Sebenarnya mereka sedang berada di Yogyakarta dalam rangka mengurus akuisisi sebuah perusahaan sekaligus menghadiri undangan. Tiba dua hari lalu di kota dengan julukan Kota Pelajar ini. Dibandingkan mendekam terus di kantor Jakarta lebih baik berkeliling sambil bekerja.

Hal biasa sebenarnya pergi ke luar kota atau luar negeri. Namun kali ini ada perintah yang agak aneh dari Banyu. Beliau menyuruh Yudis menghubungi seseorang yang nomor teleponnya ada di kartu nama yang sesaat tadi disodorkan padanya.

Yudis disuruh meminta izin agar Banyu dapat mendatangi Candi Prambanan pada hari dan waktu yang ditentukannya. Tugas tidak mudah karena waktu yang diminta itu di luar waktu kunjungan. Jam 10 malam, gilakan permintaanya? Sumpah, Yudis sampai mangap cukup lama karena mendadak blank.

Memang Candi Prambanan punya nenek moyangnya apa?

Nggak sekalian minta izin nginep di istana negara?

Prambanan Obsession (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang