【41】Terluka

1.5K 329 28
                                    

Tak pikir dua kali, Dara memasuki taxi yang telah kosong tadi. "Pondok in___ Eh, ke Dharmawangsa, Pak," ucap Dara pada supir saat kendaraan mulai bergerak.

Soal Rumah Makan Padang hanya akal-akalan Dara saja agar Yudis tidak membocorkan kepergiannya. Tempat makan tujuan sejuta umat itu memang benar-benar ada di sebrang rumah sakit karena tadi sekilas terlihat saat di mobil tapi Dara tak berniat ke sana sama sekali. Untung juga Yudis datang jadi Dara bisa sekalian menitipkan kunci mobil. Rencana awalnya, Dara akan pura-pura ke toilet setelah memberi kunci pada Banyu di IGD lalu pergi diam-diam.

Dara mengambil handphone dari dalam tasnya lalu menonaktifkan alat komunikasi tersebut. Tadinya Dara akan pulang tapi malas karena Banyu kemungkinan besar akan menyusulnya ke rumah. Sungguh, Dara butuh waktu sendiri dan tidak ingin melihat wajah Banyu.

Terserah jika Banyu Wisesa Ga--ada akhlak--nanantha itu mau ngurusin Ratu sampai subuh atau bahkan hingga Korea Selatan bersatu dengan Korea Utara sekalipun. Pokoknya TER-SE-RAH. Sorry, Dara tidak mau jadi 'nyamuk' lagi di antara mereka seperti tadi.

Anggap saja Dara kekanak-kanakan karena malah memilih kabur dari Banyu. Sebagai wanita dewasa, dirinya harus lebih tenang dan tidak mudah terprovokasi prasangka sendiri. Berani dengan dagu terangkat tegak bertanya langsung pada Banyu tentang Ratu.

Iya, itulah yang seharusnya dilakukan. Namun, prakteknya tidak semudah teorinya. Bagaimana bisa bertanya dengan sikap tenang jika teringat nama Banyu di pikiran saja, Dara rasanya ingin melemparkan high heels-nya tepat ke wajah tampan tapi ngeselin itu.

Kesaaaaaaal!!!

Kesaaaaaaal!!!

Kesaaaaaaal!!!

Sumpah, Dara tidak ingin melihat Banyu saat ini. Kesal level maksimal. Besok atau tahun depan sekalian saja ketemu tunangan sialannya itu, Eh.

Memang kemungkinannya 50 : 50. Dara bisa malu jika ternyata Ratu bukan selingkuhan atau wanita idaman lain Banyu. Tapi insting wanita itu kuat. Pokoknya ada 'sesuatu' di antara Banyu dan Ratu. Dara yakin pake banget.

Bisa anggap jika saat ini Dara sedang melakukan self healing sehingga nanti saat bertemu Banyu, dirinya bisa lebih rasional berpikir dan bertindak. Dara butuh waktu menenangkan diri. Jika Ratu mengalami luka fisik maka sebaliknya, Dara terkena luka batin... ralat, bukan luka tapi baru 'lecet' sih karena merasa terkhianati.

Dara memasuki movie cafe dengan langkah tenang. Lebih baik dia nonton dibandingkan meratapi nasib apalagi nangis-nangis di pojokan. Idiihh... Amit-amit. Dara juga memilih cafe lain untuk menonton. Movie cafe di Jakarta kan tidak cuma satu. Tempat yang Dara bilang pada Banyu itu, bukan yang ini.

Bukan acara penting kok, kami cuma mau nonton.

Acara yang menurut Banyu 'BUKAN ACARA PENTING' ini, sebenarnya Dara sudah mempersiapkannya matang-matang. Dara telah memilih waktu yang tepat untuk nonton. Tolong jangan bilang Dara lebay. Dara cuma mencoba rasional.

Hari ini adalah hari Rabu dan juga di akhir bulan jadi pasti ada space di movie cafe. Jika malam Minggu maupun awal bulan pasti sulit karena harus bersaing dengan banyak orang. Kapasitas di movie cafe kan terbatas.

Menurut Dara, hari Rabu itu hectic day jadi orang-orang biasanya sibuk. Sepertinya hanya sedikit orang yang hangout di hari Rabu. Pendapat pribadi sih karena dari zaman sekolah, kuliah, hingga kerja rasanya aktivitas di hari Rabu itu padat dan melelahkan. Jika orang tidak suka hari Senin, kalau Dara tidak suka hari Rabu.

Prambanan Obsession (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang