Hari sudah malam saat Dara memasuki kawasan rumah sakit di daerah Jakarta Selatan. Tadi pagi saat berada di pameran lukisan, Dara mendapat telepon yang mengabarkan bahwa Papinya pingsan. Tanpa pikir panjang Dara langsung bergegas meninggalkan tempat itu bahkan sebelum sempat menemukan letak lukisan keduanya.
Dirinya juga meminta Areta segera mencari tiket pesawat. Namun, sayangnya mereka mendapat jadwal penerbangan sore. Batal sudah rencana mereka berdua untuk menghabiskan waktu seminggu di Kota Pelajar ini. Awalnya Dara berniat menikmati liburan di Yogyakarta sambil mencari inspirasi untuk lukisannya.
"Lo yakin nggak mau ditemenin?" tanya Areta.
Dara menengok ke samping. "Mending lo pulang aja. Gue juga nggak sendirian karena pasti ada Mami di sana."
"Iya, udah. Hati-hati."
"Hmm," Dara menggunakan topi terlebih dahulu sebelum keluar. Pintu mobil juga sudah terbuka sejak tadi.
Mereka berdua memang dijemput oleh supir keluarga Dara tak lama setelah pesawat landing. Langsung menuju rumah sakit sedang Areta akan ke rumah kediaman Dara untuk mengurus koper. Setelahnya, Areta akan pulang ke rumahnya sendiri karena mobil pribadinya juga memang ditinggal di rumah Dara sebelum mereka pergi ke Yogyakarta.
"Gue anterin deh. Lo masih takut orang-orangkan makanya pakai topi?" Areta bertanya pelan dan bersiap untuk ikut turun dari mobil. "Cuma sampai ruang rawat aja te_____"
Dara memotong perkataan Areta. "Nggak perlu. Gue bukan takut, cuma masih nggak nyaman aja. Di sinikan Jakarta dan di rumah sakit lebih banyak orang. Lagian ada bodyguard Papi yang bakalan jemput gue di dalam. Lo pulang aja!" Dara lalu mengalihkan pandangan ke supir pribadinya. "Pak, besok pagi sekitar jam 9 ke sini lagi buat jemput saya."
"Baik, Non," jawab Pak Tomo sopan sambil mengangguk.
Areta menghembuskan napas pasrah sebelum berkata, "Kalau ada apa-apa jangan lupa hubungin gue!"
"Hmm," balas Dara seadanya sebelum benar-benar keluar dari mobil. Tangannya menggenggam erat tas branded untuk mengurangi kecemasannya.
***
Memasuki lobby rumah sakit Dara melangkah tenang. Sesosok pria yang memakai seragam safari hitam segera mendekat. Sepertinya dia telah menunggu kedatangan Dara sedari tadi. Orang itu menundukkan kepala sebagai tanda hormat yang dibalas Dara dengan senyum singkat.
Bodyguard itu berjalan mengawal Nona mudanya dalam diam. Dara juga mencoba tidak terpengaruh pada tatapan penasaran dari beberapa orang di sekitarnya. Tak lama pria berpostur tegap itu mempersilahkan Dara untuk masuk ke dalam lift guna menuju tempat Sasono Darma Atmodimedjo tengah dirawat.
"Kenapa Papi bisa pingsan, Bang Juan?" tanya Dara sambil memandang orang yang berdiri tegap di sebelahnya. Untungnya lift ini kosong dan hanya berisi mereka berdua.
Juan Lafran Derom Lubis kini bisa dibilang adalah salah satu bodyguard yang paling dekat dengan Sasono Darma Atmodimedjo alias Papi Dara. Mantan perwira angkatan darat yang telah mengabdi di keluarga Atmodimedjo selama 5 tahun. Entah apa yang ditawarkan oleh Papinya sehingga membuat Juan bersedia menanggalkan seragam kebesarannya.
Bagaimana sosok Juan? Pastinya gagah. Apalagi wajahnya yang bisa dibilang tampan. Areta bahkan akan tiba-tiba grogi bila bertemu dengan orang ini. Calon imam gue ganteng banget! Begitu ucapan yang sering diutarakan oleh Areta sambil berbisik. Sayangnya, Juan adalah pribadi yang cukup kaku namun berada di sampingnya membuatmu merasa aman. Paling tidak itu yang dirasakan oleh Dara.
Papinya bukan polisi atau tentara jadi tidak mungkin memiliki ajudan yang masih terikat sebagai anggota TNI atau Polri. Memang sejak dulu Papi mempekerjakan bodyguard. Beberapa di antara mereka ada yang memiliki latar belakang militer.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prambanan Obsession (END)
Ficción históricaPerjanjian telah dibuat antara Bandung Bondowoso dan pasukan jin. Namun, semesta sepertinya tahu bahwa kegagalan terjadi karena kecurangan yang dilakukan oleh Roro Jonggrang. Roda nasib berputar di luar kendali. Masalahnya, perjanjian gaib tidak dap...