【17】Terangkat

2.3K 441 26
                                    

Banyu melangkah keluar dari mobil setelah supirnya yaitu Pak Bambang memarkirkan kendaraannya di parkiran yang bersebelahan dengan deretan mobil lainnya. Berhubung ini weekend jadi tak ada Yudis yang mengikutinya bagai bayangan. Jakarta makin macet, belum lagi kadang jalanan tergenang banjir membuat Banyu tidak akan sabar apabila harus mengemudi sendiri. Beda cerita jika dirinya tengah berkencan maka tentu tak butuh supir.

Sebagai personal assistant tidak berarti Yudis bekerja 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Tolong bedakan antara manusia dan robot. Pekerja di rumah seperti ART, supir, satpam, tukang kebun, penjaga dan lain-lain juga memiliki waktu kerjanya masing-masing serta punya hari libur. Pokoknya Banyu tidak mau diadukan ke Menteri Ketenagakerjaan karena dianggap telah mengeksploitasi pekerjanya.

For your information, asistennya yaitu Yudis bekerja full saat weekdays dari pukul 7 pagi hingga 7 malam. Dirinya juga libur saat weekend kecuali ada pekerjaan khusus. Jika bekerja di luar waktu kerja maka Yudis akan mendapat gaji tambahan. Memang Yudis tinggal di rumah Banyu agar memudahkan pekerjaannya.

Kadang Yudis juga pulang ke rumah keluarganya jika orang tua atau kakeknya memanggil. Mereka memang berdomisili di Kota Bandung. Banyu juga tidak pernah menyuruh ini dan itu saat asistennya itu libur namun kadang Yudis turut serta tanpa diminta dalam kegiatan Banyu di luar pekerjan.

Saya ikut, Tuan! Itulah kata-kata yang sering dikatakan oleh Yudis untuk mengikuti kegiatan Banyu entah untuk pergi berolahraga, memancing, atau sekedar makan di restaurant. Namun, hal tersebut terjadi jika Yudis tidak pergi dengan pacarnya seperti saat ini. Anak muda dan kencan di malam minggu memang tidak bisa dipisahkan.

Malam ini Banyu diundang untuk makan malam di rumah seorang pengusaha. Bukan berkaitan dengan urusan bisnis walau mereka kenal memang karena pekerjaan. Sebenarnya kejadian seperti ini sering terjadi mengingat dirinya masih single. Kadang Banyu bisa menolak dengan alasan ada kegiatan lain namun kali ini dirinya sedang tidak ada kerjaan. Sebagai makhluk sosial kita memang dituntut bersosialisasi.

Banyu melangkah santai mengikuti penjaga yang berseragam safari untuk menuju rumah utama. Terseyum kala melihat sang pemilik rumah beserta istrinya telah menyambut di dekat pintu masuk yang terbuka. Rupanya kedatangannya sudah ditunggu dan untungnya dirinya tidak datang terlambat. Pengusaha itu harus disiplin waktu.

Sebenarnya, keadaan halaman depan saja sudah menggambarkan bagaimana kayanya pemilik rumah ini. Tentu bagian dalam rumah lebih mewah lagi. Namun, Banyu tak akan terintimidasi sedikitpun. Jangankan adu kekayaan, lah adu kesaktian saja Banyu berani.

Lagian ini bukan pertama kali terjadi. Sudah sering dirinya diundang secara pribadi baik oleh pengusaha, politikus, atau malah aparat pemerintahan walau memang belum pernah oleh presiden. Sebagai pengusaha maka mustahil selalu menutup diri.

"Apa kabar Pak Sasono?" tanya Banyu sopan sambil menjabat tangan yang terlihat mulai keriput karena termakan usia.

Sasono Darma Atmodimedjo adalah pemilik PT. Avomas Pratama Tbk, yang adalah salah satu perusahaan sawit terbesar di Indonesia. Kantor pusat memang ada di Jakarta namun ada perusahaan lain di dekat perkebunan sawit miliknya. Banyu dengar letaknya ada di Riau dan luasnya tidak main-main. Bisa dibilang hanya berbekal perkebunan saja mereka sekeluarga bisa kaya raya tujuh turunan, delapan tanjakan, sembilan tikungan dan sepuluh perempatan, Eh.

Intinya Atmodimedjo adalah salah satu keluarga old money di Indonesia.

Sasono menepuk punggung Banyu pelan sambil menjabat tangan pemuda tampan di hadapannya. "Baik," jawabnya. "Perkenalkan, ini istri saya, Farah," lanjutnya santai sambil menengok ke samping.

Prambanan Obsession (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang