Dadanya sangat sakit ketika wanita yang sempat ia cintai ternyata akan segera bertunangan dengan adiknya.
Ve menghampiri Vion dan berdiri dibelakangnya, ia tahu betul anak sulungnya itu merasakan sakit yang tak seharusnya ia rasakan kembali.
Tangan Ve memegang dada Vion yang berdetak sangat cepat.
"Kak, kakak baik-baik aja kan?" bisik Ve.
Vion tidak menjawab, ia masih diam menatap lurus dengan pandangan mata yang kosong.
Air mata membendung kelopak matanya, matanya memerah, dadanya terus berdetak, tubuhnya lemas, pikirannya melayang. Vion menyerah dengan dirinya, ia tak dapat dicintai oleh siapapun sampai kapanpun.
Devan ikut menghampiri Vion yang hanya diam.
"Kak, jangan gini papi mohon." bisik Devan.
Chika yang awalnya menunduk kini mendongak menatap Vion yang tak kunjung bicara.
Ia pun sakit hati melihat Vion yang tak merespon ucapan Aran.
Vion mengerjapkan matanya dan setetes air mata jatuh tanpa diminta.
"Gua bakal dateng kok, tapi gua mau ajak Chika jalan sebelum dia jadi milik lo." ucap Vion.
Aran melirik pada Chika, ia yakin kakaknya itu tidak akan merebut Chika.
"Gua suka sama dia, tapi yang ternyata bakal jadi rumah dia itu lo bukan gua, jadi lo ga usah takut kalo dia bakal gua rebut, gua cuman pengen ngabisin waktu sama dia." Aran mengangguk.
"Boleh kak, gua izinin kok." Vion menghapus air matanya.
"Kamu gapapa Ran?" tanya Ve, Aran hanya tersenyum.
Ia percaya pada kakak dan calon tunangannya, ia bahkan mengerti posisi kakaknya saat ini.
Vion, lelaki yang cukup kuat saat berkali-kali disakiti. Bahkan saat ia mengetahui bahwa mantannya berselingkuh ia masih bisa tersenyum melihatnya.
Dunia tidak selalu berpihak padanya, percintaan yang selalu gagal membuatnya berpikir berulang kali untuk kembali mengenal cinta.
Sudah cukup ia rasakan sakit dari kedua wanita yang ia cintai, Mira dan Chika.
"Besok siap-siap ya, aku jemput makasih udah mampir ke resto aku." ucap Vion saat mengantarkan Chika menuju mobil Aran.
Chika mengangguk. Sejujurnya ia merasa tak enak hati pada Vion, lelaki baik itu selalu ada saat ia butuh, tapi sayang Aran lebih banyak menghabiskan waktu dengan Chika.
"Maaf ya kak." Vion tersenyum, mengacak-acak rambut Chika gemas.
"Gapapa, gih sana Aran udah nunggu." Chika masuk kedalam mobil.
Aran membunyikan klaksonnya pertanda pamit pada Vion, Vion membalasnya dengan anggukan.
Setelah mobil milik Aran sudah tidak terlihat oleh mata Vion, ia menghembuskan nafasnya kasar dan mengepalkan tangannya.
Jalannya gontai menaiki tangga menuju rooftop restoran miliknya.
Brak!
Ia membuka kasar pintu rooftop, ia berjalan lebih santai menuju sofa yang sengaja disediakan. Menyalakan rokok dan memasang earphone dikedua telinganya, menikmati angin malam ditemani lagu-lagu galau.
"Gua kira dengan mengenal Chika idup gua bakal lebih baik, ternyata lebih hancur dari kemarin." gumamnya kemudian terkekeh.
Kebulan asap rokok memenuhi langit malam ini, pikirannya terus berputar di satu nama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone (?) [VIKUY]
Genç KurguKisah tiga manusia yang terjebak cinta segitiga. "maaf, aku ga bisa apa-apa." "pergilah, dia rumahmu yang sebenarnya."