02 - Frustration

130 15 1
                                    

Suara langkah kaki, diikuti dengan sebuah suara membuyarkan lamunan singkatku di dalam kamar. Tatapanku kembali dengan cepat dengan beberapa benda di hadapanku.

"Ada misi apa kali ini, Coach?"

Suara yang terdengar tenggelam di telingaku itu adalah suara milik Vallery. Dia baru saja datang. Hari ini kami akan pergi ke Priomph untuk mengambil pekerjaan baru setelah yang kami selesaikan kemarin. Ini sudah beberapa bulan semenjak aku bergabung dengan Scavengers—seperti Vallery dan Papi.

Scavengers adalah pilihan pekerjaan yang tepat bagi seseorang dengan kemampuan khusus dalam bidang tertentu namun tidak ingin bergabung ke dalam sebuah organisasi yang resmi seperti pemerintahan; Guardian, atau bahkan Prominent.

"Ada pekerjaan baru, dengan Leon dan Rohry," Leon dan Rohry, itu adalah teman Papi di Guardian yang hingga kini masih berhubungan dengannya, dan bahkan turut dalam misi-misi yang mereka kerjakan—meski tidak masuk terlalu jauh ke dalam detail.

"Mereka mengatakan bahwa ada sekelompok Revenant yang berkeliaran dan membuat gaduh di sekitar area Verdim." Verdim, merupakan wialyah yang tidak terlalu jauh dari sini, namun tetap saja, daerah barat adalah wilayah yang lebih dekat dengan Borderlands—yang berarti ada bahaya lebih besar mengintai.

"Jadi, Coach, kami akan mengambil pekerjaan baru di Priomph. Apa kami boleh meminjam mobilmu?"

"Pakai saja, asal jangan biarkan Issa yang menyetir. Dan jangan lupa isi bensinnya."

Dasar Papi, dia masih bersikeras agar aku tidak menyetir. Apa itu karena khawatir atau cara menyetirku yang berbahaya? Dia saja bahkan memperbolehkanku untuk menggunakan M4 yang merupakan senapan serbu untuk seorang gadis yang berumur belum genap delapan belas tahun.

"Siap, Coach!" suara lantang Vallery menembus dinding.

Tak beberapa lama kemudian, Papi sudah tidak terdengar lagi, dia pasti sudah berangkat. Aku pun sudah selesai mempersiapkan barang apa saja yang harus kubawa. Vallery menyambutku di tempat duduk, sedang memakan kue kering bungkus.

"Sudah siap?"

"Hei! Itu kue keringku! Tidak bisa dipercaya!" desahku sambil mencoba untuk merebut kue tersebut dari tangannya, namun refleksnya terlalu cepat untukku.

Jika ada sesuatu hal yang harus kujauhkan dari Vallery, makanan ringan mungkin adalah salah satunya.

"Hehe. Aku lapar," elaknya dengan sebuah alasan klise seperti biasa, kemudian berdiri dan menyabet kunci mobil milik Papi yang tergantung di dinding. "Kau dengar sendiri apa kata Coach tadi. Jadi jangan coba-coba."

Sialan. Dia sudah tahu langkahku sebelum aku bisa melakukannya.

"Terserahlah," ujarku dengan nada yang tidak begitu tertarik, lalu melangkahkan kakiku ke teras rumah.

Pagi hari ini cukup cerah. Matahari sudah cukup memberi bayangan dari rupa bangunan-bangunan besar di sekitar. Rumah kami bukan rumah yang mewah, dan menurutku justru terkesan agak kumuh. Daerah kecil ini bernama Macerian – merupakan bagian dari sebuah wilayah besar bernama Vaburn City – yang merupakan kota terbesar kedua di wilayah Old Haven. Meski apa yang bisa kulihat sebagian besarnya adalah beton, tempat ini adalah rumahku selama yang bisa aku ingat. Para masyarakat juga sudah memulai aktivitas mereka. Heck, sepertinya aktivitas di sini tidak pernah berhenti walau malam menyambut hingga kembali pagi. Kalau aku tidak salah ingat, sebutannya adalah kota yang tidak pernah tidur.

Setelah Vallery masuk ke dalam mobil, dan menyalakannya, aku pun turut masuk.

"Misi apa yang ingin kaukerjakan kali ini?" pertanyaan itu membuatku teringat dengan apa yang sedang kulamunkan sebelumnya. Selama beberapa bulan terakhir, Vallery hanya memaksaku untuk mengambil pekerjaan-pekerjaan mudah yang membosankan. Dia terdengar seperti ... menahan potensi dari dalam diriku. Aku ingin sesuatu yang bisa membuat jantungku berdetak kencang. Aku ingin sesuatu yang ... seru, dan menegangkan.

Aku menahan tangan Vallery dan mematikan mesin mobil dengan satu gerakan untuk menjangkau kuncinya. Aku memberinya ekspresi sedikit kesal yang aku harap bisa membuatnya tersadar apa yang terjadi, namun itu sia-sia karena dia laki-laki yang bodoh.

"Apa?" tanyanya tanpa petunjuk sama sekali. Ekspresi wajahnya bahkan tidak berubah sejak tadi.

"Kau lebih baik berangkat sendiri daripada aku harus menemanimu menjalani pekerjaan yang membosankan itu."

"Apa pula maksudnya itu?" dia mengoceh dengan nada yang kentara sekali tersingung. "Kau ingat pesan Coach, kan? Kau harus memulainya dari yang mudah, lalu secara bertahap ke hal yang lebih sulit."

Aku memukul pundak Vallery dan dia sekejap mengaduh. "Aku ingat itu, bodoh! Ini sudah berlangsung selama beberapa bulan? Dan aku tidak melihat kemajuan dari pekerjaan yang aku lakukan. Rasanya sama saja seperti pertama kali mengambil misi di Priomph!"

Dia kembali memutar kunci itu dan mesin mobil kembali menyala. Selama beberapa menit yang hening di antara kami berdua, Vallery membiarkan mesin mobil sedikit panas, lalu menjalankannya ke jalanan aspal hingga kami keluar dari gang. Aku masih menunggu jawaban apa yang hendak dia berikan padaku, atau yang paling buruk, alasan lain.

"Jadi apa yang kau inginkan?"

Dia pada akhirnya mengeluarkan kalimat lain.

Dengan nada dan ekspresi yang masih terlihat kesal, aku menjawab, "aku ingin sesuatu yang lebih menantang," ujarku.

"Dan saranmu adalah?"

"Aku tidak tahu," kataku sambil mengangkat kedua tanganku, "sesuatu yang bisa membuat kita berpikir ... dan sesuatu di luar zona nyaman kita."

"Di luar zona nyaman?" dia mengulangi sambil memutar setirnya dua kali ke arah kiri di perempatan yang cukup ramai dengan orang-orang yang berlalu-lalang. Tempat ini rasanya selalu terlihat ramai saat pagi hari, mungkin karena merupakan pusat pasar lokal di Macerian – tempatku tinggal. Aku terkadang berbelanja di tempat ini ketika stok makanan di rumah sudah menipis atau habis. "Sesuatu seperti berburu Ghoul, misalnya?"

Berburu Ghoul mungkin adalah hal yang paling wajar untuk dipikirkan ketika menyinggung tentang "menantang", tetapi daerah pemukiman seperti ini jumlah Ghoul-nya tentu saja sudah berkurang sangat drastis, mereka selalu diburu karena sangat meresahkan. Dan aku tidak yakin apakah masih ada kontrak seperti itu di Priomph, terutama untuk daerah di sekitar Macerian. Jika kami beruntung, kami mungkin akan menemukan kontrak seperti itu untuk wilayah lain yang berada di barat.

"Aku tidak akan keberatan jika ada kontrak seperti itu yang masih tersisa. Namun apa kau bersedia?"

Vallery adalah seolah kutu buku yang aku tahu menguasai segala hal tentang komputer. Dan dari kontrak-kontrak yang pernah kujalani bersama dia, mayoritas kami hanya mengambil pekerjaan yang banyak menggunakan otak dan berhubungan dengan komputer. Dan aku bisa menghitung seberapa banyak aku menggunakan senjataku dalam pekerjaan yang sudah aku jalani. Sebesar itulah rasa frustrasiku mengenai omong kosong tentang zona nyaman tadi. Sebaliknya, Vallery tahu betul bahwa aku cukup mahir menggunakan senjata, dan aku merasa tidak berguna ketika berada di sekitarnya.

Setelah jeda singkat, dia memberiku jawaban dengan mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak yakin, Issa..."

"Setidaknya biarkan aku berkembang dalam bidang yang aku kuasai."

Dia mendesah cukup panjang sebelum memberi argumen balik. Aku bisa melihat ekspresinya yang sedikit melembek, mungkin pada akhirnya menyadari rasa frustrasi yang aku alami, atau keegoisan yang selama ini dia lampirkan dengan dalih khawatir, seperti yang Papi lakukan.

"Untuk kali ini, mungkin biarkan aku yang memilih kontraknya?" pada saat itu juga, mobil yang kami kendarai berhenti di sebuah persimpangan lain. Warna merah terlihat menyala dari tiang di sudut jalan yang besinya sudah banyak keropos.

Dia lantas menoleh ke arahku untuk sejenak waktu. Saat dia selesai, rambu-rambu perlintasan berkedip dan warnanya berubah menjadi hijau.

"Hmm, mungkin untuk kali ini saja..."

OriginsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang