"Jadi inilah mengapa Papi selalu melarangku masuk ke kamarnya," kataku lirih. Rasa heran itu sedikit demi sedikit menghilang dan sekarang aku tahu alasannya. Papi tidak ingin aku menemukan semua hal ini ketika aku masih lebih muda. Dan sekarang, aku menemukannya...
"Kalau begitu, silakan." Kuma mempersilakanku untuk menuruni tangga itu.
Aku mengambil sebuah senter kecil di salah satu rak dinding dekat pintu dan mulai menuruni ke tangga itu. Aku mencoba untuk menyenteri seluruh sisi yang bisa kuterangi agar dapat mengidentifikasi apa saja yang berada di depanku.
Turunan dari tangga ini tidak terlalu jauh, namun fakta bahwa tangga ini hanya muat untuk satu orang untuk satu waktu membuatku sedikit tidak nyaman. Udara yang pengap dapat kurasakan bahwa ruang bawah tanah ini sudah tidak disinggahi untuk sementara waktu.
Dalam waktu singkat, kami sudah berada di lantai bawah. Lampu di sini menyala secara otomatis ketika kakiku genap menginjak lantai beton yang dinginnya dapat kurasakan. Mungkin lampunya menyala karena ada sensor gerak. Ruangan ini tidak lebih besar dari kamar milik Papi di atas, dan perhatianku langsung terfokus pada meja sepanjang dua meter yang diapit oleh lemari besar yang setinggi ruangan bawah tanah ini.
Aku memutuskan untuk duduk di satu-satunya kursi di ruangan ini. Tatapanku tercecer pada meja yang luas ini, hanya debu yang menghiasi meja. Anehnya, hanya ada satu buku di atas meja tersebut, dan bahkan terkesan rapi. Aku menoleh sejenak dan mendapati Kuma memberiku ekspresi yang terkesan mengiyakan jika aku ingin membuka buku tersebut. Aku mengangkat tanganku dan membuka buku tersebut.
Rasanya aneh, dan condong ke arah yang... bagaimana aku menjelaskannya... takut, mungkin?
Buku itu rupanya semacam jurnal. Lebih tepatnya, jurnal yang sangat spesifik. Aku tidak bisa lebih terkejutnya daripada Kuma ketika membuka satu halaman menuju halaman lainnya.
"Itu buku catatan tentang dirimu," kata Kuma.
"Ya, aku tahu."
"Kenapa dia membuat catatan seperti itu?" tanyanya.
Aku pun tidak tahu mengapa. "Aku tidak tahu." Aku menghela napas dan berusaha untuk menyelesaikan halaman yang sedang kubaca. Isi dari tiap halamannya memang tidak banyak, dan kebanyakan hanya terdapat tanggal dan deskripsi satu paragraf mengenai kejadian apa yang terjadi pada tanggal tersebut. Namun untuk menyelesaikan satu paragraf saja rasanya sangat berat dan membuatku semakin teringat dengan Papi. Dan aku berusaha melupakan apa yang menghambat diriku untuk melangkah maju, dan dalam kasus ini adalah Papi. Aku tahu ini terdengar sangat aneh, tetapi aku tidak punya cara untuk menjelaskannya lebih baik lagi. Dan untuk beberapa halaman tertentu, ada paragraf ekstra berupa pesan yang ingin dia sampaikan padaku. Contohnya seperti: 'Issa harus memotong rambutnya'; 'Issa harus lebih jujur terhadap dirinya'. Aku bahkan tidak menyadari bahwa Papi ini adalah orang yang penuh pengamatan. Walau tidak bagus, terkadang ada pula sketsa gambar sederhana yang diselipkan.
Beberapa halaman terlewati, dan aku membaliknya kembali ke halaman paling awal. Pikiran itu tiba-tiba saja muncul, mungkinkah Papi memberi catatan dari awal aku lahir?
Di sana, tertanggal 2330. Tidak ada hari ataupun bulan. Hanya tahun. Dan sepanjang yang bisa kuingat, itu adalah tahun di mana aku bisa mengingat bahwa diriku hidup, dan saat itu usiaku delapan tahun. Tidak ada yang bisa kuingat sebelum tahun itu atau dari mana aku berasal. Seketika aku buntu dan merasa sangat tidak puas dengan temuan ini.
"2330..." kataku lirih sembari mengusap halaman tersebut.
"Ayahmu bukan ayahmu?" Aku menggeleng. "Baiklah, aku jadi bingung. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Origins
Science FictionPerang nuklir pernah terjadi di tahun 2077, di mana mengakibatkan bumi dipenuhi dengan radiasi yang mampu mengubah makhluk hidup menjadi sesuatu yang mengerikan. Dan di tahun 2342, sudah banyak hal yang berubah di bumi. Peradaban sudah dibangun kemb...