32 - Particular Situation

12 4 0
                                    

 "Bagaimana?" tanyaku pada Logan sesaat setelah kehilangan kontak dengan Vallery.

Logan justru mengangkat bahu sembari terus mengawasi sekitarnya. Die memberiku senter yang dia bawa. Di sini gelap sekali, tetapi dia sepertinya tidak kesulitan untuk melihat. Oh, benar juga...

"Kita harus terus," ujarnya, lalu kembali melangkahkan kaki.

Aku mengikutinya dari belakang dengan lebih awas selagi menyenteri sisi-sisi yang ingin kuperhatikan. Sesekali aku menyentuh dinding ubin yang berupa keramik putih itu. Dingin langsung menyisiri jari hingga lenganku. Tidak ada debu yang bisa kudapatkan dari dinding itu, dan itu artinya tempat ini tidak ditinggalkan atau kosong seperti kelihatannya.

Agak jauh ke dalam, kami menemukan sebuah pintu.

Tatapan Logan spontan mengarah ke sekat di bawah pintu. Ada asap dingin yang terlihat samar keluar dari dalam. Rasa curiga semakin meningkat, dan pikiranku mengatakan bahwa ada hal lain yang sedang terjadi di dalam sana.

"Sepertinya kita berjalan ke arah yang tepat," ujar Logan.

Beruntungnya, tidak ada mekanisme elektronik yang mengunci pintu tersebut. Dan Logan dengan sigap memamerkan kembali keahliannya membuka pintu yang terkunci. Yang dia butuhkan hanya jarum kawat dan sedikit kesabaran. Tidak butuh waktu lama bagi Logan untuk membuka pintu tersebut. Semburan asap dingin langsung menyembur keluar ruangan. Dinginnya terasa semakin jelas ketika kami melangkahkan kaki ke dalam ruangan yang tak kalah gelap. Logan yang pertama masuk, dan aku terakhir sekaligus menutup kembali pintu.

Ada beberapa sumber cahaya remang berwarna hijau di beberapa titik di ruangan yang kami masuki. Suasananya sangat tenang, dengan beberapa suara benda elektronik yang sedang menyala sebagai latarnya. Kami kembali melangkah lebih jauh. Ada banyak tirai dari kain berwarna putih yang harus kami lewati setiap satu meter.

Aku tahu, ini sangat mistis. Percayalah, ruangan dengan kain-kain ini membuatku merasa seperti penderita klaustrofobia.

Perlahan, suara dari benda-benda yang tadi kudengar menjadi semakin jelas. Dan kali ini aku menyadari bahwa itu bukan hanya suara benda elektronik, melainkan juga mesin yang sedang menyala. Suaranya sedikit kasar, seperti sudah lama digunakan.

Satu per satu kain kami lalui, hingga pada akhirnya sudah tidak ada lagi. Aku benar-benar tidak dapat menjelaskan bagaimana pemandangan yang kini berada di depan kami. Rasanya bercampur aduk, dan kebanyakan adalah perasaan bingung serta khawatir.

Logan langsung berhenti ketika apa yang dia tatap kini menjadi jelas. "Ini sebuah lab otonom," katanya. Aku menyenter dari satu titik ke titik lainnya dan mengamati apa saja yang bisa aku identifikasi.

"Di sini? Di Riot City?" aku melempar ekspresi tidak percaya. Mana mungkin kota seperti ini memiliki lab canggih seperti ini? "Ini lab milik Prominent, kan?" tanyaku melanjutkan.

"Sepertinya begitu," ujarnya sembari memperhatikan, kakinya kembali melangkah dan mendekati beberapa robot yang sedang sibuk dengan kegiatannya. Robot itu tampak sedikit kuno dari robot-robot yang pernah kulihat, dan model seperti itu sering kulihat di tempat pembuangan dengan karat yang sudah menyelubungi seluruh permukaan besinya.

"Tidakkah kau berpikir robot-robot itu sedikit kuno?"

"Ya," balasnya. "Untungnya robot model lawas seperti ini tidak memiliki kesadaran dan tidak akan menimbulkan ancaman untuk kita."

Logan kemudian berusaha membaca apa yang berada di salah satu punggung robot itu.

"LastAid Android Program. Research robot scientist owned by The Prominent Corporation."

OriginsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang