16 - Eagle Eye

24 5 0
                                    

Vallery datang sekitar sepuluh menit kemudian dengan membawa senapan milikku di bahunya dan beberapa benda lain di tangan lainnya. Dia sudah memberitahu Logan mengenai apa yang harus dia tahu dan memberiku walkie talkie yang biasa kupakai dengan Vallery. Dia juga memberi Logan satu walkie talkie cadangan yang selalu dia siapkan. Aku langsung hengkang menuju atap sambil menenteng senapan.

Sesampainya di atap dan menaruh senapan, sebuah suara datang melalui walkie talkie yang tergantung di pinggangku.

"Issa?"

Itu suara Logan.

Aku langsung mengambil benda itu dan menekan tombol di sampingnya. "Hmm, ada apa? Sudah sampai mana kau?"

"Sepuluh menit lagi aku sampai di pagar benteng itu." Dia berhenti sejenak, sempat ada suara statis namun menghilang sebelum dia sempat melanjutkan.

"Ada apa, Logan?"

"Tidak ada apa-apa." Dia berhenti cukup lama sebelum suara statis dari walkie talkie berbunyi lagi. "Apa menurutmu Coach ada di sana? Aku dengar Vallery tidak bisa menemukan dia di sana."

Kini ganti aku yang terdiam sejenak, pertanyaan seperti itu tidak pernah membuatku merasa nyaman. "Aku harap dia ada di sana," jawabku lirih dan penuh harap di baliknya.

"Kau tenang saja di atas sana dan pastikan aku selamat." Dia terkekeh meremehkan sementara aku mengernyit, aku tahu pasti bahwa dia hanya berusaha untuk membuat suasana cair. "Aku akan menyelamatkan Coach untukmu," ucapannya entah mengapa memberiku sedikit dorongan semangat dan membuat kedua sudut bibirku naik walau hanya untuk sesaat.

"Terima kasih, Logan." Hmm, kalau aku pikir-pikir lagi, ada yang sedikit aneh dari pembicaraan ini. Kenapa Vallery tidak berkata apa pun? Biasanya dia akan nimbrung. "Omong-omong, kenapa Vallery tidak ikut bicara?"

"Soal itu, kanalnya tadi sempat aku pindah sebelum kuberikan pada Vallery. Dia ada di kanal dua." Tapi kenapa?

Aku langsung buru-buru mengganti kanal yang ada di walkie talkie ini menjadi dua.

"Val?"

"Ya?"

"Bagaimana persiapanmu?"

"Aku sudah siap," jawabnya. "Oh iya, bagaimana dengan Logan?"

"Ada apa?" suara lain terdengar, itu suara Logan.

"Jangan lupa pakai headset yang kuberikan tadi, dan biarkan walkie talkie-nya tetap hidup."

"Sudah kupasang, kok."

Aku menaruh walkie talkie ini dan mulai mempersiapkan senapanku di antara lubang yang tadi kutemukan. Untung sekali lubang di dinding ini cukup besar dan cocok untuk digunakan dengan posisi tengkurap. Setelah menaruh senapan itu, aku membeber selimut milik Vallery yang dia pakai sebelumnya. Tidak lupa aku memasang bantalan bahu yang kubawa di antara bahu dan popor senapan.

Aku menyeka rambutku ke arah angin menerjang. Aku ingat bagaimana Papi selalu menyuruhku untuk memotong rambutku yang panjang ini agar tidak menyusahkanku ketika menghadapi situasi yang sulit, tapi itu sudah beberapa tahun lalu ketika rambutku masih belum sepanjang ini. Dan sekarang aku mengerti alasan di balik mengapa Papi selalu menegurku seperti itu.

Jadi aku memutuskan untuk mengikat rambutku dengan arah menyamping seperti yang biasa kulakukan dan memasukkan sisa ikatannya ke dalam jaketku.

"Aku sudah di depan pagar sebelah selatan." Suara Logan yang tiba-tiba datang membuatku langsung mencari sosoknya melalui keker. Aku menemukan Logan dengan cepat karena petunjuk yang dia berikan barusan. Dia terlihat membawa sebuah senapan mesin ringan berukuran kecil di punggungnya, di pinggangnya tergantung sebuah Glock dengan peredam, serta sebuah katana di tangan kanannya. Aku ingat dia memang sedikit nyentrik dengan pedang-pedang yang dia miliki, tapi katana itu memang kesukaannya.

OriginsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang