36 - Quiet Night

13 2 0
                                    

Aku tercengang. Aku benar-benar tidak bisa berpikir apa pun setelah membaca surat itu. Aku meletakkan kertas itu di meja, di sebelah kalung yang sebelumnya kuletakkan. Dari tulisannya, Papi mungkin sudah mengerti bahwa hidupnya tidak akan bertahan lebih lama, jadi dia meninggalkan pesan seperti ini. Tatapanku beralih ke sana kemari seolah kehilangan arah.

Ini bukan Papi yang aku kenal.

"Issa? Issa!"

Suara dari atas menggema, diikuti oleh suara derap langkah kaki yang sangat cepat hingga menciptakan efek getaran di ruangan kecil yang sedang kutempati. Beberapa saat kemudian, dua sosok yang familier terlihat. Vallery dan Logan.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Vallery. Aku mengangguk menanggapi pertanyaan dari Vallery. Dia tampak sama terkejutnya seperti Logan. Dan tentu saja, itu karena ruangan yang baru saja kami temukan ini. "Aku tidak pernah tahu ada ruangan seperti ini di bawah kamar Coach."

Tatapan mereka berlarian untuk mengamati sekitar. Dan pada akhirnya, tatapan mereka berdua berlabuh pada kertas beserta kalung yang kuletakkan di meja. Vallery dengan spontan maju dan mengamati kalung tersebut lebih dekat, lalu membaca surat itu.

Tatapan yang dia berikan padaku tidak dapat kudeskripsikan seperti apa. Dia hanya... mematung. Logan juga ikut membaca surat itu, namun ekspresinya tidak "seheboh" Vallery.

"Jadi benar bahwa ada kaitan dari flashdrive itu dengan dirimu?" tanyanya dengan ragu. Aku tidak tahu mengapa dia bertanya seperti itu tetapi aku yakin dia sendiri sudah tahu bahwa ini ada kaitannya, itulah mengapa kami semua di sini mencari petunjuk.

"Kurasa seperti itu," kataku.

Vallery beralih lagi padaku, "kau sudah membuka lacinya? Yang dimaksud oleh Coach di surat ini?"

Aku menggeleng. "Belum. Aku baru saja selesai membacanya ketika kalian berdua datang."

"Kalau begitu, bukalah!" ujarnya, yang seolah merupakan sebuah perintah mutlak.

"Aku ingin, tetapi aku tidak tahu kata sandinya."

Dia mengernyit, tentu saja jika dia mengira bahwa aku akan tahu kata sandinya. "Kau tidak tahu?" aku menggeleng lagi, dan kali ini lebih mantap. "Tanggal ulang tahunmu? Tanggal ulang tahun Coach?"

"Percayalah, Val, itu hal pertama yang kami coba pertama kali untuk membuka laci ini, namun itu bukan sandinya."

"Hmm, itu artinya ada yang kaulewatkan," katanya sambil bersedekap. Kemudian dia membuka satu per satu laci itu dan memeriksanya untuk mencari sesuatu yang dapat dijadikan sebagai petunjuk.

Setelah Vallery beralih dari beberapa buah laci itu, Logan maju mendekat untuk menggantikan. Dia menyentuh surat itu dan mengalihkan perhatiannya dengan cepat ke arah kalung itu. Dua keping itu dia pegang seolah tidak pernah terbelah. Tanpa waktu yang lama, dia berjongkok dan mengerahkan salah satu jarinya untuk menekan hologram angka. 030924.

Suara klik terdengar. Hologram itu meredup dan menghilang dengan cepat, kemudian laci itu terbuka dengan sendirinya seolah pengaitnya lepas.

"Kurasa dengan utuhnya dog tag milikmu ini, aku bisa memastikan bahwa tanggal lahirmu berubah," katanya seraya menaruh kembali kalung itu di meja. Aku cukup setuju dengan kalimatnya barusan, dan itu artinya usiaku sudah lebih dari 18 tahun.

Perhatian kami semua tertuju pada amplop lain yang berada di dalam laci yang baru saja terbuka itu. Amplopnya lebih besar, dan warnanya cokelat tua dengan strip merah di pinggirannya.

Aku meraih dan membuka amplop itu. Di dalamnya, terdapat sebuah dokumen Guardian. Bentuknya kurang lebih sama seperti dokumen-dokumen yang pernah kutemukan di kamar Papi sebelumnya, dan satu yang diberikan oleh Alison tempo hari. Aku tidak tahu apa istimewanya dokumen yang satu ini sehingga Papi memutuskan untuk menyembunyikannya. Jadi, aku tidak pikir panjang lagi untuk melihat isinya.

OriginsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang