17 - Buzzing Sound

17 5 0
                                    

Suara keras membuatku tersadar dengan tiba-tiba. Napasku memburu dan telingaku berdengung. Aku secara spontan menarik tubuhku dari sandaran dan cahaya menusuk mataku ketika membukanya. Perlahan, aku bisa melihat apa yang ada di sekitar.

Struktur serba metal mengelilingiku dan suara gemuruh mesin menghiasi pusingnya kepalaku yang kini terasa sangat berat. Nyeri muncul dan membuatku merintih. Kemudian aku mendapati diriku berada di sebelah Logan, duduk di salah satu kursi di pinggiran lorong yang dindingnya berlapis metal, baunya tidak enak dan membuatku ingin muntah.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Logan. Tangannya berpindah dari bahu menuju pipiku untuk mengangkat sedikit kepala yang kutundukkan.

"Berapa lama aku pingsan?" tanyaku balik seraya mencoba mengatur napas dan menutupi hidungku, kepalaku masih terasa pengar. "Kita ada di mana?"

"Tiga jam," jawabnya singkat. Raut wajahnya cukup cemas menatapku lalu berpaling ke arah lain. Dia tidak menjawab pertanyaan keduaku dan membuatku semakin khawatir.

"Logan, ada apa?" aku bertanya lagi. "Di mana Papi?" aku melanjutkan dengan nada yang cemas. Namun dia tidak menjawab pertanyaanku, dia tiba-tiba saja membisu. "Logan?" ulangku untuk kedua kalinya sembari menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan sekuat tenaga yang tersisa, namun dia tetap mematung.

Aku lantas menamparnya.

Logan masih diam hingga Rohry datang dan berhenti di depan kami. Wajahnya tidak karuan, sembab, mungkin habis menangis. Namun, mengapa? Rohry kemudian membungkuk dan menggapai tanganku, menariknya dan membuat jarak antara kami hilang melalui sentuhan tangan yang bergetar dengan tenang. Lalu Rohry menarikku berdiri dan memelukku. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi.

Aku memaksa untuk menarik tubuhku dan memasang ekspresi kesal pada mereka yang hanya diam. "APA YANG SEBENARNYA SEDANG TERJADI?!" bentakku pada mereka berdua.

Rohry beralih pada Logan dan sepertinya terjadi pembicaraan melalui kontak mata di antara mereka. Aku benci ini. Kenapa mereka tidak mau jujur saja dan mengatakan apa yang sedang terjadi?

"Jenderal Peyton ingin menemui kita," Rohry kemudian berbalik dan mulai berjalan seolah tidak ada hal apa pun yang terjadi. Siapa pula Jenderal Peyton ini? Dari balik punggung dan gerakan tangan yang sedang kulihat itu, aku tahu bahwa dia sedang menyeka matanya. "Kalian berdua sebaiknya ikut denganku dan jangan berkata apa pun ... kecuali ketika ditanyai," ucapnya tanpa menoleh ke arah kami.

Logan kemudian mulai berdiri dan mengajakku untuk berjalan. "Ayo."

Aku tidak punya pilihan lain untuk memahami situasinya kecuali mengikuti mereka, karena itu mungkin adalah satu-satunya kesempatan yang aku miliki untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Aku mulai berjalan dengan perlahan.

"Kau tahu siapa Jenderal Peyton ini?" tanyaku berbisik. "Dan tolong beritahu aku apa yang sedang terjadi?" aku menahan Logan dengan cara memegang lengannya, dia menoleh dan berhenti.

"Ada banyak hal yang terjadi selagi kau pingsan," jelasnya, namun menurutku itu tidak akan menjelaskan apa pun – setidaknya tidak melalui sudut pandangku. Tangannya kemudian berganti memegang lenganku dan mengajakku untuk kembali berjalan. "Intinya, Jenderal Peyton menuduhmu telah membuat misi penyelamatan Leon dan Rohry—serta Coach—gagal." Dia akhirnya menjelaskan sesuatu meski dengan berbisik, seolah takut ada seseorang di sini mengetahuinya. Aku jadi semakin bingung dengan apa yang terjadi. "Yang jelas, tahan emosimu," tambahnya dengan sangat hati-hati.

Dan entah mengapa, aku sepertinya akan mengabaikan apa yang dikatakan oleh Logan tadi. Kami berjalan mengikuti Rohry hingga sampai di sebuah lorong dengan kaca-kaca kecil yang ujungnya terdapat pintu ganda berwarna merah dengan logo Guardian yang cukup besar di tengah-tengahnya. Aku hanya bisa mengarahkan mataku ke berbagai titik untuk mengidentifikasi apa saja yang ada di sekitarku.

Kami ikut berhenti ketika Rohry sampai di depan pintu. Aku bisa mendengar adanya redaman suara dari pembicaraan yang sedang berlangsung dari dalam ruangan itu. Rohry sempat berkata sesuatu sebelum mengetuk pintu tersebut dengan gerakan kecil.

"Ingat, berbicara hanya ketika ditanya saja," dia melirikku, "dan berpura-puralah untuk bersikap bahwa kau adalah anaknya Coach." Aku tidak yakin dengan kalimat kedua namun hanya mengangguk saja menanggapi hal tersebut. "Dan sebesar apa pun emosimu, tahanlah." Kalimat sama yang dikatakan oleh Logan.

Beberapa saat kemudian pintu itu dibuka dari dalam, membelah logo Guardian yang sedang kutatap menjadi dua bagian di masing-masing sisi pintu. Aku spontan mengamati apa saja yang ada di dalam ruangan. Ruangan tersebut terlampau terang dengan empat buah lampu yang tergantung sejajar di keempat sisi. Karpet merah yang menyelimuti lantai, sebuah meja besar berbentuk melengkung, kursi di balik meja yang menghadap ke luar, plus dua kursi di seberangnya yang menghadap sebaliknya. Beberapa pot bunga berada di sudut ruangan, serta sebuah foto wajah seseorang yang tidak kukenal dipajang menghadap ke luar – mungkin seseorang yang penting di Guardian. Di sisi ruangan ada lemari kaca berisi dokumen.

Ada dua orang di dalam ruangan tersebut saat kami masuk. Satu orang dengan wajah sangar dan tenang berbalut jaket kulit berwarna cokelat dengan bulu-bulu aneh di lehernya sedang duduk di kursi yang menandakan dia adalah Jenderal Peyton. Dan satunya lagi yang membukakan kami pintu, perempuan dengan setelan ala sekretaris dengan jas dan rok selutut, wajahnya sedikit berkeringat dan tampak tegang seperti terjadi perdebatan yang cukup alot di antara mereka.

"Kapten Rohry Cortez," orang dengan wajah tenang itu menyambut kedatangan kami, suaranya berat dan cukup dalam. Lalu orang tersebut beralih padaku. "Dan kau pasti Issa, silakan duduk di sini, kau dan Kapten Rohry." Dia mempersilakan aku dan Rohry untuk duduk di kursi tersebut dengan cara menunjuknya. Aku tidak berpikir yang macam-macam lagi setelah sopan santun yang dia berikan pada kami, jadi aku hanya duduk mengikuti instruksinya setelah anggukan kecil yang kuberikan. "Oh, di mana sopan santunku. Aku Jenderal Peyton Ross," dia memberiku sebuah senyuman yang membuatku entah mengapa merinding.

OriginsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang