Kisah Cinta manusia dan Evolus

1 0 0
                                    

Kemunculan Mauli justru membuat seisi ruangan makin tak tertebak, mereka melihat adegan yang dari tadi aneh, sulit dimengerti hingga muncul seorang perempuan maka, makin menjadi memandangan yang jelek.

"Kau tenang dulu, aku bisa jelaskan semuanya."

Lematang menghampiri Mauli, dia berusaha menarik tangan orang yang baru saja datang keluar. Belum sempat keluar, Beni sudah berikan kata-kata, kalimat Mauli menyebabkan lelaki itu sedikit sakit.

"Tunggu!"

"Apa yang aku fikirkan memang benar, Lematang. Kau memang menyukai sang lelaki berotot itu bukan?"

"Aku bisa jelaskan."

Lematang juga memboyong Beni keluar. Seperti kambing yang ditarik, meski bergerak mulutnya terus bersuara, kalimat Beni seperti ibu-ibu memarahi anaknya. Wajar, karena bagi seorang laki-laki yang suka perempuan malah mengetaui jika dia telah bercumbu dengan lelaki lain, tentu itu tidak baik.

Berikut penjelasan Lematang.

"Aku hanya berusaha mengambil hati Ogan demi tujuan, aku tidak ada sama sekali punya perasaan terhadap Ogan."

"Kau dengar, Mauli. Aku bisa menjaminnya karena aku akan mempertimbangkan perasaanmu," Lematang menatap Beni.

Kali ini dia benar-benar ingin semua orang mempercayainya. Ia telah membuat hubungan orang lain retak, dan dia harus memperbaiki dirinya beserta kakaknya yang kini telah salah jalan. Wanita itu berusaha meyakinkan Mauli bahwa dirinya tidak ada hubungan apa pun, apa yang dia lakukan waktu itu hanya ingin mengorek informasi demi mencari Mauli.

"Sekarang aku bersama kalian, apakah aku masih punya tempat?"

"Aku butuh kalian membantuku, menyelamatkan Lamus juga, jika tidak bangsa unu akan merusak negeri ini."

"Bagaimana kau yakin?" Wajah Mauli terlihat mempercayai.

"Sejak munculnya unu, mereka akan semakin buas memburu manusia, karena mereka adalah maserba, pemakan daging."

Tatapan wanita itu serius, matanya berkaca-kaca, dia menatap Beni, manusia pertama yang menyukai seorang evolus. "Tapi, tampaknya kau harus ingat aku adalah monster, Beni. Aku bisa mencelakaimu jika aku mau, aku bahkan bisa menghanguskan wajahmu dalam sekejap." Dia mendekat.

Perkara cinta, jika sudah cinta maka tahi kucing pun akan terasa coklat. Beni tak perduli siapa pun Lematang, Namun wujud makhluk itu telah membuat Beni jatuh cinta. Dia telah buta, namun selama ini memang tidak ada wanita yang membuatnya lebih tertarik dari Lematang. Kenapa? Beni adalah laki-laki yang cukup baik, banyak sekali wanita yang pernah menjadi pacarnya, hingga telah berganti-ganti pasangan beberapa kali. Namun, kisah cintanya dengan manusia tidaklah menarik, banyak wanita yang ditemui Beni adalah wanita matre, gila harta dan memanfaatkan Beni belaka. Kali ini, ia mencoba dengan Lematang.

"Tolong dengarkan aku!"

Beni memegang kedua bahu Lematang dan menata untuk menatap Beni. Adegan saling pandang pun terjadi, sedangkan Mauli hanya diam.

"Aku ingin mencoba dengan dirimu. Beri aku kesempatan jika memang ucapanmu benar, maka ayo kita berjuang bersama-sama, kita perbaiki semua. Karena bukan hanya kau yang perlu perbaikan, aku juga."

"Jika kau ingin membakar dengan metana silahkan, aku bahkan rela mati sekarang."

Kalimat itu meyakinkan Lematang untuk mencoba dengan manusia. Lematang sebenarnya tidak ingin hal itu terjadi karena dia sadar bukan golongan dari manusia. Lantas, wanita itu pun luluh dengan kalimat pamungkas Beni. Sang penakluk hati evolus tersebut memaksa Lematang untuk memeluk tubuhnya.

"Aku bisa saja membakar tubuhmu jika suatu hari nanti kau berpindah ke wanita lain," ancam Lematang.

Lematang mempererat pelukan, kini dua pasangan itu resmi menjadi sepasang kekasih. Tetesan air dari kelopak mata Lematang, tanda haru, dilap dengan baju Beni.

"Kau harus tau jika aku berasal dari semesta Bit, semesta tempat berkumpulnya para evolus."

"Apa pun itu aku terima."

Kalimat terakhir itu adalah informasi jati diri Lematang dan Saigon.

Namun, Mauli sendiri masih kurang percaya jika ucapan Lematang fakta. Dia berusaha percaya meski hatinya ragu. Dia mencoba menerima keberadaan Lematang, meski sempat membuat hati gundah karena tindakan yang tak senonoh.

Tiba-tiba.

Berjarak kurang lebih 300 m, terdapat kegaduhan, sekelompak orang terlihat berlari-lari, tanda bencana muncul, mulai mengganggu masyarakat Lamus. Adegan mesra berakhir, kedua mata terpaku pada objek cukup besar di depan.

"Gawat!"

"Ini sungguh tidak baik."

Ogan | Trah SriwijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang