Mauli maju dengan melempar kilat. Wanita itu beberapa kali tak sanggup menghentikan langkah unu meski hanya seekor. Dia punya cara unik, dia mengincar kedua matanya, energi itu tak mampu menembus cangkang hewan tersebut.
"Rasakan ini bajingan!"
Mauli melukai matanya, makhluk itu mengerang, kaki depannya mengelus mata kiri, terlihat pucat karena gesekan dengan cahaya yang menghasilkan kalor. Dari samping kiri, unu yang lain menerkam. Dia berhasil menggigit Mauli, membanting ke sana ke mari seperti anjing menggigit seekor tikus. Mauli berhasil terlempar jauh, tetapi Walas terpegang kuat. Mauli terjepit, unu itu memperlihat wajah mengerikan dengan memperlihatkan gigi, tetapi Mauli berhasil memercikkan sinar.
Sontak kedua matanya buta, Mauli pun meratakan serangan di sejumlah unu yang lain. Dari belakang, Bram muncul, mereka mengincar leher, sekejap mereka menang dengan empat ekor unu.
"Kami tidak akan tinggal diam," ucap Bram mengarahkan senjata ke atas.
"Sampai kapan pun aku tidak akan pergi dari sini," sambung Mauli.
Mauli memberi senyum senang, rekannya seperjuangan muncul. Mereka saling kenal ketika sama-sama melawan Profesor dulu. Orang yang bekerja sebagai polisi tersebut tak asing dengan Ogan dan kawan-kawan. Mereka adalah teman, seperjuangan membela tanah air dari makhluk apa pun.
"Jangan biarkan kami menganggur."
Penampakan tak biasa muncul, Mauli tercengang melihat tiga pria dengan wajah-wajah yang mirip. Namun, dua di antaranya Mauli mengenali. "Aku mendapat kabar bahwa Lamus butuh bantuan." Karot muncul dengan rompi anti peluru, sederet benda hitam menempel.
"Karot?"
"Sangkut?"
"Lalu siapa dia?" Mauli penunjuk pria yang lebih tinggi dari mereka.
"Aku Pengot, kakak dari Sangkut."
"Hah!"
"Pengot, penjual pempek?" Ogan hadir di tengah-tengah dengan nafas tak beraturan.
Karot adalah paman mereka, sedangkan Pengot adalah saudara kandung Sangkut yang merupakan seorang pedagang kuliner di Lamus. Namun, Karot sendiri justru tinggal di Husbul.
"Maaf Bos, tapi sepertinya kau butuh bantuan, aku juga tidak ingin mereka mengambil hak kita." Mata Sangkut tertuju pada Ogan.
"Terima kasih telah membantu."
"Tidak!" Ogan menatap ke belakang. Mata- mata itu menatap monster cukup besar hendak melahap berak.
Dak!
Ogan memukulnya sampai tak berkutik kemudian meletakkan kakinya di atas kepala. Kemudian, tiga keluarga itu mempersiapkan benda kecil yang digunakan untuk melawan Bodem dua tahun lalu. "Kami siap!" Karot berlari di tengah-tengah unu, dia telah memodifikasi senjata andalannya. Kini bentuk macam jarum suntik tetapi sedikit besar. Terdapat benda tajam di depan kemudian di belakang serangkaian elektronik yang bisa menghasilkan aliran listrik, sengatan tersebut cukup membuat makhluk itu bergetar, meraung-raung kesakitan, tanpa ampun.
Sementara Sangkut dibekali senjata yang bisa memuntahkan peluru, tetapi peluru tersebut sama persis dengan milik Karot. Tanpa gentar, dia berjalan secara membuang peluru. Benda-benda itu menempel pada kulit unu bagian leher. Setelah menancap, benda itu memberi aliran listrik hingga mereka kuwalahan.
Gejala awal, tubuh mereka bergetar, beriring suara rintih, tanda sakit hingga mangalir sampai ke otak. Dalam waktu sekejap, mereka telah membunuh ratusan ekor. Wajah senang hanya terlihat sejenak, para unu malah datang lebih banyak. "Gila, dari mana mereka berasal?" Iwan tak percaya. Tetapi melihat itu Ogan justru tampil percaya diri. "Ini mustahil!" Indri yang baru saja muak dengan penampilan medan tempur, sedangkan arah yang berlawanan datang musuh. Sementara Pengot membawa busur dengan anak panah yang telah dibekali dengan alat listrik milik Karot.
"Aku tidak akan gentar." Pengot mempersiapkan busur.
Sangkut mendekat disusul Indri dan Karot.
"Binatang macam apa itu? Sepertinya mereka berkembang biak cepat sekali," Karot menatap Sangkut.
"Mereka unu, makhluk iblis yang bisa lahir ketika kenyang dalam waktu singkat," terang Sangkut.
Saat masih bengong, Ogan bersiap, dia pasang badan di depan Mauli. "Kau hendak apa?" Tanya Mauli melihat Ogan menutupi jarak pandangnya.
Wanita itu menggerutu seolah tak rela Ogan menjadi tameng, dia malah kesal dengan melontarkan kalimat aneh. "Kau pikir aku tidak bisa melindungi diriku sendiri?" Mauli memasang kedua tangan di pingggang, seperti seorang ibu hendak marah. Ogan bingung, dia tolah-toleh, mengangkat alis lalu berikan balasan, "Kau kenapa lagi? Saat ini sedang genting tak usah bikin gara-gara." Ekpresi Mauli aneh, bukanya diam wanita itu malah buat suaranya sia-sia pada sang kekasih. "Jangan sok jagoan, aku bisa menyingkirkan mereka dengan Walas," jelasnya.
"Jangan sok..."
Wing!
Seekor unu lebih dulu menggigit Ogan lalu membuangnya jauh-jauh. Gerakan reflex terjadi, Mauli memberikan dorongan besar mengenai dagu unu. Binatang yang cukup merepotkan tersebut jungkir balik. Alih-alih Ogan menyapu tanah, Mauli lebih percaya diri seperti hendak memperlihatkan bahwa dirinya lebih kuat dari sang kekasih. Begitulah wanita ketika marah, seperti halnya Mauli, dia melirik Ogan yang sempat bangun. Akuadron berputar, menabrak unu satu per satu. Hanya cengengesan memperlihatkan bahwa dirinya yang lebih kuat, Mauli kesal, mulut menguncir seraya menghentak bumi. Lantas dia mengamuk. Dia berlari ke tengah-tengah dengan suara keras, dia berhenti lalu menempelkan telapak tangan ke tanah.
Aneh, menghasilkan semacam getaran, dalam radius 10 m termasuk dirinya terpental, dia dilempar menjauhi titik berdiri. Ogan melotot, lelaki itu menyaksikan pasangannya terlempar akibat ulahnya sendiri. Dia menghampiri lalu memegangi kulit tubuh Mauli.
"Kau tak apa-apa?"
Tatapan tajam terjadi, wanita itu terpaku dengan wajah sang tampan rupawan, dia tak bisa melakukan apa pun kecuali ingin melakukan tindakan yang lebih intim. Tangan kiri meraih tangan Mauli, sentuhan romantika membuat Mauli nyaman dan melupakan sejenak sifat menyebalkan. "Kau tidak boleh begini, aku tidak bisa kehilangan separuh nyawaku." Kalimat yang membuat hati meleleh, Mauli makin jatuh lebih dalam, gelora cinta bersimpuh di hadapan Ogan.
"Kita sedang berperang bukan liburan."
Wajah Mauli mengerut, tampak tak senang, dia membuang tangan Ogan. "Jangan sentuh aku!" Mauli berdiri lalu membelakangi Ogan. Tampil jutek dan menyebalkan, sementara mulutnya cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ogan | Trah Sriwijaya
Historical FictionSetelah dua tahun bersama terungkap bahwa Ogan berasal dari Semesta Pranal. Dia bahkan bertemu dengan seorang evolus, sang pengendali elemen yang tak biasa. Bahkan prajurit tersebut bukanlah seorang manusia, dia adalah makhluk sekelas dewa. Seorang...